Indikasi Tonometry
Indikasi tonometry adalah kondisi yang memerlukan pemeriksaan tekanan intraokular untuk skrining kesehatan mata secara keseluruhan, monitor perjalanan penyakit, dan menilai respons terhadap terapi yang telah diberikan. Perubahan nilai normal TIO dapat menjadi tanda keadaan patologis yang terjadi. Tekanan intraokular yang normal adalah 10–21 mmHg.[1]
Skrining
Tonometry merupakan salah satu alat pemeriksaan skrining yang dapat mendeteksi penyakit pada fase asimtomatik atau tahap awal. American Optometric Association merekomendasikan individu dewasa dengan risiko rendah atau asimtomatik berusia 18–64 tahun untuk melakukan pemeriksaan mata rutin setiap 2 tahun, dan pemeriksaan setiap tahunnya pada individu risiko tinggi berusia ≥65 tahun.
Pada anak usia ≤2 tahun, pemeriksaan mata rutin direkomendasikan dilakukan saat usia 6–12 bulan, lalu pemeriksaan dilakukan lagi minimal 1 kali pada usia 3–5 tahun, sebelum menginjak kelas 1 SD, dan dilanjutkan setiap tahunnya sampai usia 17 tahun.[4-6]
Seseorang dapat dikatakan berisiko apabila memiliki riwayat atau riwayat keluarga dengan penyakit mata sebelumnya, riwayat operasi okular, memiliki penyakit sistemik penyerta, penglihatan fungsional hanya pada satu mata, serta memiliki faktor okupasi yang berpotensi membahayakan mata, penggunaan lensa kontak, trauma mata, penggunaan obat-obatan dengan efek samping pada mata, serta kelainan refraksi yang tinggi atau progresif.[4]
Sedangkan, pada anak terdapat beberapa faktor risiko tambahan, seperti riwayat prematur, berat badan lahir rendah, riwayat keluarga dengan miopia, ambliopia, strabismus, retinoblastoma, katarak kongenital, penyakit metabolik atau genetik, infeksi selama kehamilan, serta anisometropia.[4]
Selain pada populasi dengan risiko, skrining tonometry juga diperlukan pada individu dengan keluhan mata merah, nyeri mata, hilangnya ketajaman penglihatan, edema kornea, kekeruhan kornea, trauma okular tanpa ruptur globus, serta sebelum dan sesudah prosedur operasi okular.[1,7]
Glaukoma
Peningkatan TIO merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi dalam manajemen glaukoma, sehingga tonometry masih digunakan sebagai salah satu pemeriksaan skrining, meskipun bukan standar baku emas dan perlu dikombinasikan dengan pemeriksaan lainnya dalam mendiagnosis glaukoma.[7,8]
Glaukoma ditandai dengan peningkatan TIO, penurunan lapang pandang, dan peningkatan rasio cup/disk pada saraf optikus. Pada kasus glaukoma sudut tertutup akut, didapatkan gejala akut yang disertai TIO >30 mmHg. Sebaliknya, glaukoma sudut terbuka akan cenderung asimtomatik dan gejala baru terlihat saat TIO >40 mmHg.[7,9,10]
Individu dengan faktor risiko mayor glaukoma perlu menjalani skrining dan monitoring TIO untuk mengurangi risiko kehilangan lapang pandang karena Sebagian besar kasus berada pada stadium lanjut tanpa disadari.[6] Beberapa faktor risiko dari glaukoma sudut tertutup, antara lain usia lebih dari 40–50 tahun, wanita, populasi Inuit dan Asia, riwayat hipermetropia, riwayat keluarga dengan glaukoma sudut tertutup, serta penggunaan obat-obatan seperti dekongestan, antipsikotik, antidepresan, agen adrenergik, dan antikolinergik.[7]
Faktor risiko glaukoma sudut terbuka, antara lain usia >55 tahun, riwayat keluarga dengan glaukoma sudut terbuka, individu dengan riwayat TIO yang cenderung di atas normal, miopia, tekanan perfusi diastolik rendah, penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabetes mellitus, hipotiroidisme, dan pseudoexfoliation. [9,10]
Hipertensi Okular
Berbeda dengan glaukoma, pada hipertensi okular, terjadi peningkatan TIO dengan saraf optik dan ketajaman penglihatan normal. The Ocular Hypertension Treatment Study menyatakan bahwa penundaan terhadap manajemen penurunan TIO dapat meningkatkan risiko glaukoma.[11,12]
Individu dengan risiko tinggi hipertensi okular harus menjalani tonometry. Individu dengan risiko tinggi hipertensi okular, antara lain usia >40 tahun, riwayat hipertensi okular atau glaukoma pada keluarga, riwayat diabetes mellitus, hipertensi, miopia, trauma atau operasi okular, penggunaan obat steroid jangka panjang (misalnya dexamethasone), serta individu dengan pigment dispersion syndrome atau pseudoexfoliation syndrome (PXF).[12]