Teknik Pemeriksaan Nervus Kranialis
Teknik pemeriksaan nervus kranialis atau pemeriksaan saraf kranial tergantung pada masing-masing 12 nervus kranialis yang diperiksa. Beberapa nervus kranialis yang saling berhubungan dapat diperiksa secara bersamaan. Pemeriksaan ini idealnya dilakukan pada pasien yang sadar. Akan tetapi, beberapa pemeriksaan masih dapat dilakukan pada pasien dengan penurunan kesadaran.
Persiapan Pasien
Sebelum memeriksa nervus kranialis, dokter perlu menganamnesis keluhan pasien serta riwayat penyakit yang pernah diderita. Beberapa poin yang dapat ditanyakan pada anamnesis meliputi:
- Keluhan yang saat ini dirasakan, onset, durasi, dan karakteristik keluhan
- Gangguan atau perubahan fungsi penghidu, pendengaran, atau pengecapan
- Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur, hilangnya lapang pandang, atau pandangan ganda
- Gangguan menelan atau perubahan suara
Inspeksi dapat dilakukan untuk mencari defisit neurologis yang menandakan kelainan nervus kranialis, misalnya:
- Kelainan bicara yang mengindikasikan kelainan nervus vagus atau glosofaring
- Wajah asimetris yang mengindikasikan kelainan nervus fasialis
- Abnormalitas kelopak mata yang mengindikasikan kelainan nervus okulomotor
- Deviasi bola mata yang mengindikasikan kelainan nervus yang menginervasi otot ekstraokular
- Tanda-tanda wasting pada otot wajah serta leher
- Penggunaan alat bantu seperti walking aid atau alat bantu dengar yang mungkin berhubungan dengan defisit neurologis
Pasien perlu mendapatkan penjelasan bahwa pemeriksaan nervus kranialis mungkin membutuhkan waktu yang cukup lama. Selain itu, dokter juga perlu menjelaskan bahwa beberapa pemeriksaan dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.[1,3]
Peralatan
- Sumber aroma yang familiar (lemon, kopi)
- Penlight
Snellen chart atau optotype lain
- Pinhole
- Buku Ishihara
- Oftalmoskop
- Jarum tumpul atau tusuk gigi disposable
- Kapas
- Zat perasa manis, asam, dan asin
- Garpu tala 512 Hz
- Depresor lidah
- Segelas air putih[1,3,4]
Posisi Pasien
Pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk di kursi. Jarak ideal antara pasien dan pemeriksa adalah sekitar 1 lengan. Masing-masing pemeriksaan mungkin dilakukan dengan jarak yang berbeda.[1,3]
Prosedural
Pemeriksaan nervus kranialis terdiri dari beberapa jenis pemeriksaan yang spesifik untuk masing-masing nervus kranialis.
Nervus Kranialis I atau Nervus Olfaktorius
Pemeriksaan nervus olfaktorius dilakukan untuk mendeteksi gangguan fungsi penghidu. Pemeriksaan dilakukan dengan kondisi mata tertutup dan dilakukan secara bergantian pada masing-masing lubang hidung.
Dokter harus menggunakan objek yang memiliki aroma yang khas dan dikenal oleh masyarakat setempat, tetapi tidak bersifat iritatif. Beberapa jenis objek yang dapat digunakan adalah lemon, kopi, dan vanili. Fungsi penghidu dikatakan intak bila pasien bisa mendeteksi aroma tanpa perlu mengidentifikasi jenis objek yang digunakan. Sebagai kontrol, siapkan objek yang tidak memiliki aroma.
Berikut adalah prosedur pemeriksaan nervus olfaktorius:
- Pasien diminta untuk menutup mata
- Pasien menutup lubang hidung yang tidak diperiksa (tekan menggunakan jari)
- Pemeriksa meletakkan objek yang beraroma pada jarak 30 cm dari hidung
- Pemeriksa menanyakan apakah pasien mencium bau atau tidak[1,3,4]
Nervus Kranialis II atau Nervus Optikus
Nervus optikus memiliki fungsi sensoris yang memberikan informasi visual dari retina ke otak. Pemeriksaan nervus optikus terdiri dari beberapa komponen, yakni pemeriksaan pupil, tajam penglihatan, lapang pandang, dan pemeriksaan buta warna.
Pemeriksaan Pupil:
Pemeriksaan ini dimulai dengan inspeksi ukuran, bentuk, dan simetrisitas kedua pupil. Pasien diminta untuk memfiksasi pandangan pada objek yang cukup jauh, kemudian diameter pupil diukur dengan penggaris dengan satuan panjang milimeter. Pemeriksaan dilakukan dua kali pada kondisi lampu ruangan terang serta redup.
Selanjutnya, periksa refleks pupil langsung dan konsensual dengan penlight dalam kondisi cahaya ruangan redup dengan langkah-langkah berikut:
- Refleks pupil langsung diperiksa dengan menyinari mata dengan penlight
- Pemeriksa mengamati konstriksi pupil mata ipsilateral. Refleks pupil langsung yang normal adalah konstriksi pupil pada sisi yang disinari cahaya
- Refleks pupil konsensual diperiksa dengan cara mengamati konstriksi pupil pada sisi kontralateral dari pupil yang disinari dengan penlight
- Refleks pupil konsensual dikatakan normal apabila pupil kontralateral dari mata yang disinari mengalami konstriksi[1,3,5]
Pemeriksaan Tajam Penglihatan:
Pada pasien yang menggunakan kacamata, pemeriksaan dilakukan dua kali dengan dan tanpa kacamata. Berikut langkah-langkah pemeriksaan:
- Pasien diposisikan pada jarak 6 meter dari Snellen chart
- Pemeriksaan dilakukan secara bergantian pada masing-masing mata dan pasien diinstruksikan untuk menutup mata dengan telapak tangan
- Pasien diminta untuk membaca Snellen chart mulai baris paling atas sampai baris terbawah yang bisa dibaca. Untuk menghemat waktu, pasien juga dapat diminta membaca mulai baris paling bawah. Satu baris bisa dikatakan terbaca bila pasien bisa membaca minimal 2 huruf dengan benar pada baris tersebut
- Pasien dapat diminta untuk membaca dengan pinhole untuk meningkatkan tajam penglihatan
- Pada pasien yang tidak mampu membaca baris paling atas Snellen chart bahkan setelah menggunakan pinhole, jarak dapat dikurangi menjadi 3 meter sampai 1 meter
- Catat jarak (misalnya 6 meter atau 3 meter) sebagai numerator dan catat nomor baris terbawah yang bisa dibaca sebagai denumerator
- Jika pada jarak 1 meter pasien tetap tidak bisa membaca Snellen chart baris paling atas, lakukan pemeriksaan hitung jari dan catat jarak di mana pasien bisa menghitung jari dengan benar
- Pada pasien yang tidak bisa menghitung jari, lakukan pemeriksaan gerakan tangan dan catat jarak di mana pasien dapat mendeteksi gerakan tangan dengan benar
- Langkah terakhir adalah pemeriksaan persepsi cahaya pada pasien yang tidak dapat mendeteksi gerakan tangan. Pencatatan dilakukan dengan menuliskan persepsi cahaya positif atau tidak ada persepsi cahaya
- Langkah-langkah pemeriksaan di atas diulang pada sisi mata yang lain
- Dokumentasi apakah pasien menggunakan pinhole atau kacamata[1,3,6]
Pemeriksaan Lapang Pandang:
Pemeriksaan lapang pandang dilakukan dengan uji konfrontasi secara bergantian pada masing-masing mata, dengan posisi pemeriksa dan pasien saling berhadapan. Berikut adalah langkah-langkah pemeriksaan lapang pandang:
- Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak 1 meter
- Pasien menutup mata yang tidak diperiksa dengan telapak tangan
- Jika pemeriksa menutup mata sebelah kiri, maka pasien menutup mata sebelah kanan seperti sedang bercermin
- Pasien diminta untuk melihat lurus dan memfiksasi pandangan pada hidung pemeriksa, sedangkan pemeriksa memfiksasi pandangan pada hidung pasien. Baik pemeriksa maupun pasien tidak diperbolehkan menggerakkan kepala atau merubah pandangan mata selama pemeriksaan
- Gunakan jari atau objek lain seperti jarum atau pulpen dan letakkan pada jarak yang sama di antara pemeriksa dan pasien. Pada permulaan, objek diletakkan di luar radius 180 derajat bidang horizontal
- Pemeriksa menggerakkan objek secara perlahan dari perifer ke sentral
- Pasien diminta untuk melaporkan apabila sudah dapat melihat objek tersebut
- Pemeriksa dapat membentuk angka dengan jari dan meminta pasien untuk menyebutkan angka tersebut
- Jika pemeriksa dapat melihat objek sebelum pasien dapat melihatnya, pasien mungkin mengalami penurunan tajam penglihatan
- Ulang proses tersebut pada masing-masing kuadran lapang pandang dan pada kedua mata secara bergantian
- Lapang pandang yang normal adalah 180 derajat pada bidang horizontal dan 135 derajat pada bidang vertikal[3,7]
Pemeriksaan Buta Warna:
Pemeriksaan buta warna dapat dilakukan menggunakan buku Ishihara. Pasien diminta untuk mengidentifikasi angka-angka yang muncul serta mengikuti pola di buku Ishihara.
Pemeriksaan Funduskopi:
Pemeriksaan funduskopi dilakukan untuk memvisualisasikan diskus optikus. Dokter bisa menemukan kelainan seperti papilledema atau perdarahan retina yang menjadi tanda bahaya, yang menunjukkan kondisi seperti kenaikan tekanan intrakranial atau perdarahan subaraknoid.[1,3,5]
Nervus Kranialis III (Okulomotor), IV (Troklear), dan VI (Abdusen)
Nervus okulomotor memiliki fungsi motorik yang mengatur gerakan otot pupil, lensa, kelopak mata atas, dan otot bola mata. Otot ini mengatur gerakan bola mata bersama nervus kranialis IV dan VI.
Beberapa otot yang diinervasi oleh nervus okulomotor adalah levator palpebra superior, rektus superior, rektus media, rektus inferior, oblikus inferior, otot siliaris pada lensa, dan sfingter pupil. Nervus troklear menginervasi otot oblikus superior yang berfungsi mengarahkan pandangan ke nasal (rotas internal dan depresi). Sementara itu, nervus abdusen menginervasi otot rektus lateralis yang meggerakan bola mata ke lateral.
Komponen pemeriksaan nervus okulomotor terdiri dari pemeriksaan pupil, gerakan bola mata, serta gerakan kelopak mata atas. Pemeriksaan gerak bola mata dapat sekaligus memeriksa fungsi nervus troklear dan abdusen.[8]
Pemeriksaan Pupil:
Pemeriksaan pupil untuk menilai fungsi motorik pupil yang diinervasi nervus okulomotor dapat dilakukan secara simultan dengan pemeriksaan sensoris nervus optikus. Kelainan pada nervus okulomotor akan bermanifestasi sebagai hilangnya refleks cahaya, baik refleks cahaya langsung dan konsensual pada salah satu sisi mata.
Jika refleks cahaya langsung tampak negatif tetapi refleks cahaya konsensual normal, pasien kemungkinan bukan mengalami kelainan nervus okulomotor.[9]
Pemeriksaan Gerak Bola Mata:
Pemeriksaan gerak bola mata dapat menilai fungsi dari 3 nervus kranialis sekaligus, yaitu nervus okulomotor, nervus troklear, dan nervus abdusen. Langkah pemeriksaan gerak bola mata adalah sebagai berikut:
- Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa pada jarak minimal 2 meter
- Pada kondisi netral, inspeksi apakah kedua bola mata simetris dan perhatikan apakah terdapat deviasi bola mata atau gerakan abnormal
- Pasien diminta untuk mengikuti gerakan tangan pemeriksa dengan pandangan mata tanpa merubah posisi kepala
- Pemeriksa menggunakan jari atau objek lain dan melakukan gerakan ke sisi kanan, kiri, atas, dan bawah (diagonal) seperti membentuk huruf “H”. Pastikan gerakan pelan dan berikan pasien waktu untuk tetap fokus pada objek
- Pasien diminta melaporkan jika ada pandangan ganda selama pemeriksaan
- Dalam kondisi normal, kedua bola mata bergerak dan melihat ke arah yang sama. Jika ada diskonjugasi di mana salah satu mata bergerak ke arah berbeda dan tidak bergerak mengikuti objek, catat sebagai suatu kelainan
- Perhatikan adanya nystagmus selama pemeriksaan
- Perhatikan apakah pasien berusaha menyesuaikan posisi kepala seperti menunduk untuk mengompensasi pandangan ganda yang dialaminya[3,8,9]
Pada pasien koma, fungsi nervus kranialis III, IV, dan VI dapat diperiksa dengan merangsang refleks oculocephalic. Refleks ini distimulasi dengan cara membuka kelopak mata pasien dan merotasikan kepala ke kanan, kiri, atas, dan bawah. Refleks oculocephalic dikatakan normal jika mata bergerak ke arah berlawanan dengan gerakan kepala untuk mempertahankan fiksasi pandangan. Gerakan ini juga disebut dengan doll’s eye movement.
Pemeriksaan Gerakan Kelopak Mata Atas:
Pemeriksaan gerakan kelopak mata bagian atas bertujuan untuk menilai fungsi otot levator palpebra superior. Pemeriksaan dilakukan melalui inspeksi apakah terdapat ptosis di mana kelopak mata terlihat turun. Adanya paresis yang ringan dapat dilihat melalui perbedaan jarak antara kelopak mata atas dan bawah (fisura palpebra). Ptosis menyebabkan fisura palpebra menjadi lebih sempit.[1,9]
Nervus Kranialis V atau Nervus Trigeminus
Nervus trigeminus memiliki fungsi sensorik pada wajah sekaligus fungsi motorik pada otot-otot mastikasi. Ada 3 cabang nervus trigeminus yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Cabang pertama adalah nervus oftalmikus yang berfungsi sebagai komponen sensoris pada area kulit kepala, dahi, hidung, kelopak mata bagian atas, konjungtiva, dan kornea.
Cabang kedua, yaitu nervus maksilaris, berfungsi sebagai komponen sensoris pada kelopak mata bagian bawah, pipi, nares, bibir, gusi, dan gigi bagian atas. Nervus mandibula merupakan cabang terakhir yang memiliki fungsi sensoris pada area dagu, bibir, gusi, gigi bagian bawah, serta mulut. Nervus mandibula juga menginervasi otot masseter, temporal, pterygoid medial dan lateral, tensor timpani, tensor velli palatini, mylohyoid, dan digastricus.
Pemeriksaan Fungsi Sensorik Wajah:
Pemeriksaan fungsi sensorik wajah dilakukan sesuai langkah-langkah berikut:
- Jelaskan dan contohkan modalitas pemeriksaan yang akan dilakukan, seperti sentuhan ringan dengan kapas atau sensasi tajam dengan jarum tumpul pada bagian tubuh selain wajah
- Pasien diminta untuk menutup mata dan melaporkan pada pemeriksa apabila merasakan ada sentuhan atau sensasi tajam pada wajah
- Lakukan pemeriksaan di dermatom masing-masing cabang nervus trigeminus, seperti dahi untuk menilai nervus oftalmikus, pipi untuk menilai nervus maksilaris, dan bagian bawah dagu untuk menilai nervus mandibula
- Pemeriksaan dilakukan pada masing-masing sisi dan dibandingkan bila ada perbedaan sensasi antara kedua sisi
- Pada pasien dengan penurunan kesadaran, berikan rangsang nyeri dengan menekan area supraorbita dan perhatikan respons nyeri pasien[1,3,10]
Pemeriksaan Refleks Kornea:
Komponen sensorik lain yang perlu diperiksa pada fungsi nervus trigeminus adalah refleks kornea yang diinervasi oleh nervus oftalmikus. Pemeriksaan refleks kornea dilakukan dengan cara memberikan sentuhan ringan dengan kapas pada kornea.
Stimulus akan merangsang pasien untuk menutup kedua kelopak mata. Pemeriksaan ini sekaligus dapat menguji fungsi motorik nervus kranialis VII (nervus fasialis). Pemeriksaan ini sering digunakan pada pasien koma untuk menilai fungsi batang otak.
Pemeriksaan Motorik Otot Mastikasi:
Pemeriksaan motorik pada otot-otot mastikasi menilai fungsi dari nervus mandibularis. Berikut adalah langkah pemeriksaannya:
- Pemeriksaan dimulai dengan inspeksi dan palpasi otot masseter dan temporalis bilateral
- Pasien diminta untuk mengatupkan gigi atas dan bawah
- Dokter memeriksa dan membandingkan massa otot pada kedua sisi
- Berikan tekanan pada bagian bawah rahang dan minta pasien untuk membuka mulut melawan tekanan tersebut
- Hasil dikatakan abnormal apabila pasien tidak mampu membuka mulut melawan tekanan atau bila ada deviasi rahang ke salah satu sisi[1,3]
Nervus Kranialis VII atau Nervus Fasialis
Nervus fasialis menginervasi otot-otot yang berperan dalam ekspresi wajah dan otot stapedius. Nervus fasialis juga memiliki komponen sensoris, yaitu reseptor rasa pada 2/3 anterior lidah.
Pemeriksaan Motorik Nervus Fasialis:
Pemeriksaan motorik nervus fasialis didahului dengan inspeksi apakah wajah tampak simetris dan perhatikan apakah terdapat kerutan pada dahi, lipatan nasolabial, serta garis senyum pada tepi mulut.
Selanjutnya, minta pasien untuk melakukan beberapa gerakan seperti mengangkat alis, menutup mata, tersenyum, menggembungkan pipi, dan bersiul. Perhatikan apakah terdapat kelemahan saat melakukan salah satu gerakan tersebut.
Adanya kelemahan seluruh otot wajah pada salah satu sisi menandakan sebuah lesi lower motor neuron. Sementara itu, kelemahan pada separuh bawah wajah salah satu sisi menandakan lesi upper motor neuron.
Pasien dengan penurunan kesadaran dapat diberikan rangsang nyeri dengan cara menekan daerah supraorbital. Umumnya, wajah pasien akan menyeringai sebagai respons terhadap nyeri. Gerakan tersebut dapat menandakan bahwa fungsi motorik nervus fasialis masih intak.[10]
Pemeriksaan Sensorik Nervus Fasialis:
Pemeriksaan komponen sensoris dilakukan dengan cara menanyakan apakah pasien mengalami perubahan indra perasa (pengecap). Kemudian, berikan stimulus rasa manis, asam, dan asin secara langsung di permukaan lidah. Stimulus dapat diberikan dengan beberapa cara, seperti menggunakan kertas yang dicelupkan ke dalam cairan perasa atau meneteskan cairan perasa secara langsung ke lidah.[11]
Nervus Kranialis VIII atau Nervus Vestibulokoklear
Nervus vestibulokoklear memiliki fungsi inervasi sensoris dari organ pendengaran dan keseimbangan. Pemeriksaan fungsi nervus vestibulokoklear meliputi pemeriksaan fungsi pendengaran dan fungsi vestibular atau keseimbangan.
Gross Hearing Test:
Uji pendengaran yang pertama dilakukan adalah gross hearing test atau tes berbisik dengan langkah-langkah sebagai berikut:
- Pemeriksa membisikkan 3 kata atau angka yang terdiri dari 2 suku kata dengan jarak sekitar 60 cm dari pasien
- Tutup telinga pasien yang sedang tidak diperiksa dengan cara menekan area tragus. Pasien diminta menutup mata untuk mencegah stimulus visual
- Pasien diinstruksikan untuk mengulang kata yang disebutkan oleh pemeriksa
- Jika pasien dapat menyebutkan 2 dari 3 kata dengan benar, maka level pendengaran pasien adalah 12 desibel atau lebih baik
- Jika pasien tidak bisa mendengar bisikan, gunakan suara percakapan biasa (level pendengaran 48 desibel atau lebih buruk) atau suara yang lebih keras (level pendengaran 76 desibel atau lebih buruk)
- Jika tidak ada respons dari pasien, pemeriksaan dapat diulang dengan jarak 15 cm dan kekuatan pendengaran pasien berubah menjadi 34 desibel dengan suara berbisik atau 56 desibel pada suara percakapan biasa
- Pemeriksaan dilakukan secara bergantian pada masing-masing sisi telinga[3]
Pemeriksaan Garpu Tala:
Pemeriksaan pendengaran selanjutnya adalah pemeriksaan Rinne dan Weber yang menggunakan garpu tala. Pemeriksaan ini dapat dilakukan bila ada defisit pendengaran pada tes berbisik.
Langkah pemeriksaan Rinne dengan garpu tala adalah sebagai berikut:
- Tempelkan garpu tala 512 Hz pada prosesus mastoid untuk menguji konduksi tulang dan tekan prosesus mastoid pada sisi kontralateral untuk memastikan kontak yang adekuat
- Pastikan pasien dapat mendengar suara dari garpu tala dan instruksikan pasien untuk memberitahu jika suara garpu tala sudah tidak terdengar
- Setelah pasien mengatakan sudah tidak mendengar suara garpu tala, pindahkan garpu tala ke meatus akustikus eksternus untuk menguji konduksi udara
- Pada kondisi normal, konduksi udara harusnya lebih baik daripada konduksi tulang, sehingga pasien semestinya masih bisa mendengar suara garpu tala setelah dipindahkan ke meatus akustikus eksternus
- Hasil normal dicatat sebagai uji Rinne positif. Namun, pada tuli sensorineural, hasil Rinne juga bisa normal karena konduksi udara dan tulang sama-sama menurun. Tuli konduktif ditandai dengan hasil Rinne negatif, di mana konduksi tulang > konduksi udara[3]
Langkah pemeriksaan Weber dengan garpu tala adalah sebagai berikut:
- Letakkan garpu tala pada titik tengah dahi
- Tanyakan kepada pasien di sisi sebelah mana suara garpu tala terdengar lebih jelas
- Dalam kondisi normal, suara garputala terdengar sama pada kedua sisi. Pada tuli sensorineural, suara terdengar lebih jelas pada sisi yang intak. Sementara itu, pada tuli konduktif, suara terdengar lebih jelas pada sisi yang sakit[1,3]
Pemeriksaan Keseimbangan:
Terdapat beberapa metode pemeriksaan keseimbangan, contohnya uji Romberg, uji Fukuda, serta pemeriksaan refleks vestibulo-okular. Uji Romberg dilakukan dengan meminta pasien berdiri dengan posisi kaki rapat dan mata tertutup. Jika pasien jatuh ke salah satu sisi, disfungsi vestibular dapat dicurigai.
Pada uji Fukuda, pasien diminta melakukan gerakan berjalan di tempat dengan posisi tangan direntangkan dan mata tertutup. Adanya deviasi dari posisi asal menunjukan adanya lesi vestibular.
Pada pemeriksaan refleks vestibulo-okular, pastikan pasien tidak mengalami gangguan pada leher. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa dan memfiksasi pandangan mata pada hidung pemeriksa. Pemeriksa meletakkan tangan di kepala pasien dengan posisi telapak tangan menutupi telinga. Gerakkan kepala secara cepat ke satu sisi dan kemudian ulangi pada sisi berikutnya.
Respons yang normal adalah pandangan mata tetap terfiksasi pada titik awal. Pada gangguan fungsi vestibular, akan terdapat gerakan mata ke arah gerakan kepala yang diikuti gerakan sakadik ke titik fokus awal.[1,3,4]
Nervus Kranialis IX (Glossofaring) dan X (Vagus)
Nervus glossofaring memiliki fungsi motorik untuk otot stylofaringeus, yang berperan dalam elevasi faring saat menelan dan berbicara. Selain itu, nervus glossofaring juga memiliki komponen sensorik untuk indra perasa pada sepertiga posterior lidah dan komponen aferen pada refleks muntah (gag reflex).[1,3]
Nervus vagus mempersarafi otot-otot di rongga mulut yang berperan dalam proses bicara. Nervus vagus juga merupakan komponen eferen dari refleks muntah. Karena memiliki fungsi yang saling berhubungan, pemeriksaan nervus IX dan X dapat dilakukan secara bersamaan dengan langkah-langkah seperti berikut:
- Observasi saat pasien berbicara apakah ada suara serak atau sengau
- Inspeksi area palatum dan uvula. Posisi uvula yang normal berada di tengah. Deviasi uvula menandakan lesi pada nervus vagus
- Minta pasien mengucapkan “ahhhh” dan perhatikan apakah palatum dan uvula mengalami elevasi secara simetris dengan posisi uvula tetap di tengah. Lesi di nervus vagus akan menyebabkan elevasi yang asimetris
- Minta pasien untuk batuk. Suara batuk yang lemah dan tidak eksplosif dapat disebabkan oleh kelainan penutupan glotis akibat lesi nervus vagus
- Pemeriksaan fungsi menelan dilakukan dengan meminta pasien minum sedikit air. Perhatikan apakah pasien mengalami batuk atau perubahan suara yang menandakan proses menelan tidak efektif
- Refleks muntah diperiksa dengan cara merangsang bagian posterior lidah dan orofaring dengan depresor lidah atau cotton swab. Pada kondisi normal, rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks muntah
- Pada pasien yang terintubasi, rangsang refleks muntah dapat dilakukan dengan selang suction[1,3,11]
Nervus Kranialis XI atau Nervus Aksesorius
Nervus aksesorius menginervasi otot-otot dinding dada, punggung, dan bahu. Fungsi motorik nervus aksesorius diperiksa dengan cara sebagai berikut:
- Pastikan bahwa pasien tidak mengalami cedera servikal
- Inspeksi apakah ada tanda-tanda wasting pada otot sternokleidomastoideus atau trapezius
- Pemeriksa memberikan resistensi dengan menekan bahu pasien ke arah bawah dan meminta pasien untuk mengangkat bahu melawan tahanan dari pemeriksa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fungsi dari otot trapezius
- Pasien diminta menggerakkan kepala ke kiri sementara pemeriksa memberikan tahanan, lalu ulang pemeriksaan pada sisi sebelah kanan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai fungsi otot sternokleidomastoideus[1,3]
Nervus Kranialis XII atau Nervus Hipoglossus
Nervus hipoglossus memiliki fungsi motorik pada otot-otot lidah dan diperiksa dengan cara sebagai berikut:
- Minta pasien membuka mulut dan inspeksi posisi lidah dalam kondisi istirahat. Perhatikan apakah terdapat fasikulasi atau peningkatan garis kerutan pada lidah, yang menandakan adanya lesi lower motor neuron
- Minta pasien menjulurkan lidah keluar dan perhatikan apakah terdapat deviasi ke salah satu sisi, yang menandakan adanya lesi pada sisi tersebut
- Letakkan jari pada pipi pasien dan minta pasien menekan jari tangan pemeriksa menggunakan lidah. Lakukan di masing-masing sisi dan bandingkan kekuatan antara kedua sisi tersebut[1,3]
Follow Up
Pastikan seluruh hasil pemeriksaan terdokumentasi dengan baik. Tindak lanjut akan tergantung pada hasil yang didapatkan. Hasil pemeriksaan nervus kranialis harus dikombinasikan dengan pemeriksaan neurologis lainnya, seperti pemeriksaan motorik, sensorik, dan fungsi luhur. Pemeriksaan penunjang seperti CT scan atau MRI mungkin disarankan sesuai indikasi.
Penulisan pertama oleh: dr. Yelvi Levani