Pedoman Klinis Histeroskopi
Pedoman klinis untuk prosedur histeroskopi mencakup penentuan indikasi diagnostik atau operatif pada berbagai abnormalitas endoservikal dan intrauterine, seperti mioma, polip, penebalan endometrium abnormal, atau benda asing uterus. Umumnya, prosedur histeroskopi diagnostik dapat beralih menjadi histeroskopi operatif jika diperlukan. Poin penting untuk prosedur ini adalah sebagai berikut:
- Histeroskopi diagnostik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kondisi seperti perdarahan uterus abnormal, penebalan endometrium, atau infertilitas
- Apabila ada kelainan yang dapat diatasi segera maka prosedur diagnostik dapat beralih menjadi operatif, misalnya tindakan miomektomi, polipektomi, metroplasti, lisis adhesi, atau pengangkatan benda asing
- Prosedur umumnya diawali dengan insersi spekulum ke vagina untuk visualisasi serviks. Setelah itu, ostium serviks didilatasi untuk insersi histeroskop ke dalam uterus. Gas atau cairan tertentu dapat digunakan untuk mendistensi uterus dan memudahkan visualisasi
- Komplikasi yang mungkin terjadi akibat histeroskopi adalah perdarahan, laserasi dan perforasi uterus, infeksi, dan emboli gas
- Kontraindikasi histeroskopi adalah pasien sedang hamil, adanya inflammatory pelvic disease, dan keganasan uterus atau serviks yang terkonfirmasi[1-4]