Teknik Tes Provokasi Bronkial
Teknik tes provokasi bronkial dilakukan dengan menilai penurunan forced expiratory volume detik pertama atau FEV1 setelah administrasi stimulus, dibandingkan dengan nilai awal. Nilai FEV1 diukur menggunakan spirometri.
Persiapan Pasien
Pasien diedukasi mengenai proses tes provokasi bronkial dan efek samping yang mungkin terjadi. Gejala ringan dari bronkokonstriksi dapat muncul, seperti mengi, batuk, dyspnea, dan rasa terjepit pada dada. Akan tetapi, sebagian besar kasus tidak mengalami gejala apapun. Pasien juga perlu diinformasikan mengenai risiko timbulnya gejala berat bronkokonstriksi.[5]
Pasien diminta untuk memakai baju yang nyaman. Apabila akan dilakukan tes provokasi bronkial dengan stimulus olahraga, pasien disarankan untuk menggunakan sepatu olahraga dan tidak mengonsumsi makanan berat sebelum tes dilakukan. Pasien diminta untuk tidak melakukan olahraga 4 jam sebelum tes karena dapat menimbulkan periode refrakter pada tes.[1]
Pada hari tes dilakukan, pasien diedukasi untuk tidak mengonsumsi kopi, teh, minuman bersoda, dan coklat. Selain itu, paparan dengan antigen dalam 1–3 minggu sebelum tes sebaiknya dihindari. Pada pasien yang mengalami infeksi saluran napas, tes sebaiknya dilakukan 3–6 minggu setelah infeksi.[4]
Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kontraindikasi. Pada anamnesis, juga ditanyakan obat-obatan yang dikonsumsi oleh pasien.
Pasien diminta untuk buang air kecil terlebih dahulu. Ekspirasi paksa yang dilakukan pada saat tes berlangsung dapat menginduksi inkontinensia stres, terutama pada lansia wanita.[5]
Tidak Mengonsumsi Beberapa Jenis Obat Sebelum Pemeriksaan
Terdapat beberapa agen yang dapat menurunkan responsivitas bronkial. Masing-masing agen memiliki interval pengaruh yang berbeda. Untuk itu, pasien diminta untuk tidak mengonsumsi agen-agen tersebut sesuai dengan interval waktu minimum dari dosis terakhir:
- Interval waktu minimum 3 hari, yaitu cetirizine dan hidroksizin
- Interval waktu minimum 2 hari, yaitu bronkodilator inhalasi dan oral durasi panjang, misalnya salmeterol, formoterol, dan tiotropium.
- Interval waktu minimum 24 jam, yaitu antikolinergik inhalasi durasi sedang, teofilin oral durasi sedang, ipratropium bromida, agonis beta 2 durasi panjang oral, dan leukotriene modifiers oral
- Interval waktu minimum 8 jam, yaitu kromolin natrium oral dan agonis beta 2 inhalasi durasi pendek seperti isoproterenol, fenoterol, metaproterenol, salbutamol, dan terbutalin[3–5]
Pasien juga harus mengehentikan penggunaan antihistamin sesuai dengan durasi kerjanya sebelum tes provokasi bronkial, kecuali dengan stimulus metakolin.[4]
Peralatan
Pada tes provokasi bronkial, peralatan yang dibutuhkan tergantung stimulan yang dipilih, seperti cairan manitol maupun alat treadmill atau bicycle ergometer. Selain itu, peralatan resusitasi juga harus tersedia untuk mengantisipasi adanya obstruksi jalan napas berat akibat pemeriksaan.
Peralatan dan Tim Resusitasi
Tes provokasi bronkial berisiko menyebabkan obstruksi pernapasan yang mengancam nyawa. Personel dan peralatan untuk melakukan resusitasi harus tersedia sebelum tes dilakukan.[5]
Ruangan Berventilasi Baik
Ruangan pemeriksaan harus memiliki ventilasi yang baik untuk meminimalisir paparan stimulus bronkokonstriktor terhadap pemeriksa. Ruangan sebaiknya memiliki exhaust atau pembersih udara dengan filter yang baik.[5]
Bronkodilator
Obat-obatan bronkodilator disediakan untuk memulihkan kondisi bronkokonstriksi setelah tes dilakukan.[5]
Stimulus
Stimulus bronkokonstriktor yang diberikan tergantung dari jenis provokasi bronkial yang akan dilakukan. Agen yang paling sering dipakai pada tes provokasi langsung adalah metakolin. Akan tetapi, obat ini belum tersedia di Indonesia, sehingga tes langsung biasanya tidak dilakukan di Indonesia.[3]
Stimulus tidak langsung dapat dibagi menjadi stimulus fisik dan stimulus obat:
- Stimulus fisik olahraga atau semprotan anisotonik berupa cairan hipertonik, hipotonik, atau manitol
- Stimulus obat, seperti adenosine, takikinin, bradikinin, metabisulfit, propranolol, endotoksin, faktor aktivasi platelet, dan ozon[3]
Di Indonesia, yang paling sering dilakukan adalah administrasi manitol atau olahraga.[3]
Olahraga dapat dilakukan dengan treadmill atau sepeda elektrik. Untuk tes dengan manitol, disiapkan manitol dalam sediaan inhaler.[1]
Spirometri
Nilai FEV1 pasien diidentifikasi sebelum dan setelah administrasi agen provokasi. Pengukuran FEV1 dilakukan dengan menggunakan spirometri.[2]
Monitor
Selama tes dilakukan, alat monitor saturasi oksigen harus terpasang. Apabila akan dilakukan tes provokasi bronkial dengan stimulus olahraga, selain oksimetri, monitor tekanan darah dan EKG juga harus terpasang.[1]
Posisi Pasien
Pasien berada dalam posisi duduk pada kursi yang stabil dengan tempat sandaran siku. Kursi sebaiknya tidak memiliki roda. Pada tes provokasi bronkial dengan olahraga treadmill, pasien berada pada posisi berdiri.[5,7]
Prosedural
Berikut adalah tahapan dari pemeriksaan tes provokasi bronkial secara umum:
- Pastikan pasien telah mengerti dan memberikan persetujuan tindakan. Pastikan semua alat dan bahan yang dibutuhkan tersedia
- Pasang oksimetri pada pasien. Apabila stimulus berupa olahraga, monitor EKG, tekanan darah, dan oksimeter harus selalu terpasang pada pasien selama tes dilakukan. Nilai oksimeter harus >94% sebelum tes dilakukan
- Melakukan spirometri untuk menentukan nilai awal. Lakukan pencatatan nilai FEV1 dan forced vital capacity (FVC). Nilai FEV1 disarankan >75% untuk melakukan tes
- Berikan stimulus yang dipilih. Di Indonesia, stimulus yang paling banyak digunakan adalah olahraga dan manitol[1,6]
Stimulus Olahraga
Tes provokasi bronkial dengan olahraga dilakukan di atas treadmill atau bicycle ergometer. Pemeriksaan dikatakan positif jika terjadi penurunan FEV1 sebanyak 15% dari nilai awal.[3]
Sebelum melakukan protokol olahraga, perlu ditentukan dulu intensitas olahraga dan target frekuensi nadi atau pernapasan yang diharapkan. Kemudian, setelah protokol selesai, FEV1 diukur menggunakan spirometri dalam 30 menit setelah olahraga. Pengukuran FEV1 dapat dilakukan pada menit ke-3, 6, 10, 15, dan 30.[1]
Protokol Treadmill :
Jika stimulus olahraga dilakukan di atas treadmill, kecepatan dan derajat ditambah secara bertahap dalam 2–3 menit aktivitas fisik hingga kadar yang diharapkan tercapai. Kebugaran fisik dan berat badan pasien akan mempengaruhi seberapa cepat dan berat paparan olahraga yang dibutuhkan hingga frekuensi napas atau nadi yang diharapkan dapat tercapai.
Pendekatan yang disarankan adalah untuk segera mencapai kecepatan yang nyaman dengan kemiringan 5,5%, kemudian menaikkan kemiringan treadmill hingga target frekuensi napas atau nadi tercapai, umumnya hingga kemiringan 10%. Pemeriksaan dianggap selesai ketika pasien telah berolahraga hingga target frekuensi napas atau nadi tercapai selama 6 menit.[1]
Protokol Bicycle Ergometer :
Jika bicycle ergometer digunakan, beban olahraga dinaikkan secara cepat menggunakan sistem rem elektromagnet hingga ventilasi target tercapai. Target ventilasi atau frekuensi nadi diharapkan tercapai dalam 2–3 menit. Hasil pemeriksaan dianggap valid jika intensitas olahraga yang ditargetkan dapat dipertahankan selama 6 menit.[1]
Stimulus Manitol
Tes provokasi dengan manitol dianggap positif jika FEV1 berkurang 15% atau lebih dari nilai awal dengan ≤635 mg akumulasi dosis mannitol.[3]
Tes provokasi dengan mannitol dilakukan dengan capsule-based dry powder inhaler device yang digunakan untuk memaparkan mannitol dalam dosis yang ditingkatkan secara bertahap.
- Masukkan kapsul tanpa mannitol ke dalam alat inhaler
- Pasien diminta untuk menghembuskan napas tanpa menyentuh alat, memiringkan kepala ke belakang sedikit, lalu memasukkan alat inhaler ke dalam mulut dengan dimiringkan 45O ke atas dan bibir tertutup rapat pada mouthpiece
- Minta pasien menarik napas, kemudian tahan selama 5 detik
- Setelah 5 detik berlalu, minta pasien menghembuskan napas tanpa menyentuh alat, dan bernapas seperti biasa
- Dalam 1 menit, dokter harus melakukan pengukuran FEV setidaknya 2 kali. Nilai tertinggi dianggap sebagai baseline
- Setelah pengukuran spirometri dilakukan, berikan mannitol melalui alat sesuai dengan siklus yang telah dijelaskan sebelumnya. Lakukan peningkatan dosis manitol secara bertahap (5 mg, 10 mg, 20 mg, 40 mg, 40 mg kedua, 40 mg ketiga, dan seterusnya)[1]
Hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan tes provokasi manitol adalah untuk selalu melakukan pengukuran spirometri dalam 1 menit setelah pemberian dosis. Jika lebih dari 1 kapsul dibutuhkan, maka 1 menit dihitung dari inhalasi kapsul terakhir.[1]
Dosis kumulatif mempengaruhi penilaian dari tes provokasi dengan manitol, sehingga dosis harus diberikan segera setelah spirometri dan interval antar dosis perlu diminimalisir.
Protokol dihentikan jika ada penurunan FEV1 15% dari baseline, penurunan 10% antara 2 dosis berurutan, atau dosis kumulatif telah mencapai 635 mg.[1]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli