Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Teknik Advanced Trauma Life Support (ATLS) annisa-meidina 2024-02-13T09:10:04+07:00 2024-02-13T09:10:04+07:00
Advanced Trauma Life Support (ATLS)
  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Advanced Trauma Life Support (ATLS)

Oleh :
dr.Eva Naomi Oretla
Share To Social Media:

Teknik protokol Advanced Trauma Life Support (ATLS) diaplikasikan dengan melakukan survei primer sebagai pemeriksaan awal pada pasien trauma, serta survei sekunder untuk mengevaluasi ulang keadaan pasien dan melakukan pemeriksaan fisik lengkap head to toe.[3,8,12]

Teknik pada protokol ATLS harus dilakukan secara sistematis, teliti, dan cepat. Hal ini bertujuan agar diagnosis dapat segera ditegakkan dan pasien trauma dapat segera mendapatkan penatalaksanaan awal sesuai dengan ‘golden hour’ yaitu konsep bahwa pasien trauma kritis diharuskan menerima perawatan definitif dalam waktu 60 menit sejak terjadinya trauma.[2,3,8]

Persiapan Pasien

Sebelum dilakukan protokol ATLS pada pasien trauma, sebaiknya pasien ditempatkan di ruangan khusus untuk pasien gawat darurat ataupun ruangan resusitasi dengan troli emergency dan monitor tanda vital. Pastikan pasien trauma yang akan menjalani protokol ATLS telah terhubung dengan monitor guna memantau keadaan umum pasien.[3,7,12]

Pasien trauma dapat dating dengan kondisi sadar maupun penurunan kesadaran. Untuk itu, pastikan bahwa pasien maupun pengantar pasien telah mendapatkan informasi dan memahami penjelasan yang dokter berikan tentang tindakan protokol ATLS yang akan dilakukan.[7,8]

Pasien trauma dapat terjatuh dan mengalami mekanisme trauma yang bervariasi, sehingga memiliki potensi tinggi untuk mengalami cedera servikal dan tulang belakang. Oleh karena itu, dokter juga harus memastikan bahwa pada pasien trauma telah terpasang c-spine dan long spine board untuk memproteksi leher dan tulang belakang pasien. Selain itu, pastikan dokter telah menggunakan alat pelindung diri yang sesuai.[1,4,7,8,12]

Peralatan

Protokol ATLS membutuhkan peralatan yang umumnya terdapat pada troli emergency seperti:

  • Monitor dan stetoskop
  • Airway equipment, termasuk nasopharyngeal dan oropharyngeal airways, pipa endotrakeal, dan laringoskop

  • Magill forceps
  • Suction
  • Peralatan untuk memasang akses intravena
  • Obat-obatan kegawatdaruratan, berupa antiaritmia, vasopresor, dan muscle relaxant seperti midazolam dan fentanil[1,3,4,7]

Posisi Pasien

Saat protokol ATLS berlangsung, pasien dapat diposisikan dalam posisi supinasi atau terlentang yang merupakan posisi pasien secara umum, dan pastikan pasien tidak mendapatkan banyak manuver pada bagian c-spine guna mencegah trauma berkelanjutan pada tulang belakang.[3,5,7]

Perlu diperhatikan saat memindahkan pasien trauma, lakukan log roll atau logrolling. Logrolling merupakan suatu manuver yang digunakan untuk menggerakkan pasien tanpa menekuk tulang belakang di mana kaki pasien diregangkan, kepala pasien dipegang untuk ‘memfiksasi’ leher, sehingga tidak banyak pergerakan yang terjadi pada regio servikal pasien.[7,8,12]

Prosedur

Prosedur dalam protokol ATLS harus dilakukan secara sistematis dan simultan dimulai dari survei primer dengan mengevaluasi ABCDE yaitu airway, breathing and ventilation, circulation, disability (evaluasi neurologis), serta exposure and environmental. Setelah survei primer selesai dilakukan dan fungsi vital pasien telah menunjukkan perbaikan, maka survei sekunder dapat dilakukan dengan evaluasi head to toe, riwayat lengkap pasien, pemeriksaan fisik, dan penilaian kembali semua tanda-tanda vital pasien.[1,5,7,8]

Survei Primer

Evaluasi terhadap fungsi vital pasien trauma melalui airway, breathing and ventilation, circulation, disability (evaluasi neurologis), serta exposure and environmental.[7,8,12]

Airway:

Evaluasi dan penatalaksanaan airway dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Lakukan penilaian cepat pada jalan napas, meliputi ada atau tidaknya tanda obstruksi jalan napas dan menilai apakah ada trauma pada wajah yang dapat menyebabkan obstruksi jalan napas
  2. Bila pasien dapat berbicara dengan jelas, maka airway dinyatakan paten. Pasien diperkenankan untuk mendapatkan oksigenasi 100% dengan non-rebreathing mask

  3. Lakukan teknik jaw-thrust sebagai intervensi awal untuk membuka airway pasien dengan cara meletakkan telapak tangan pemeriksa di pelipis pasien dan kedua tangan pemeriksa di bawah rami mandibula pasien, kemudian angkat rami mandibula pasien ke depan sambil pemeriksa menekan dagu pasien dengan ibu jari. Lakukan teknik atau manuver ini dengan lembut untuk membantu menjauhkan lidah dari bagian belakang tenggorokan dan menjaga jalan napas tetap terbuka.
  4. Bila terdapat tanda-tanda obstruksi jalan napas, seperti gurgling, segera lakukan pembebasan airway dengan suction untuk membersihkan cairan ataupun darah yang terakumulasi pada rongga mulut
  5. Bila pasien tidak sadar dan tidak memiliki refleks muntah, dapat dilakukan pemasangan oropharyngeal airway untuk sementara
  6. Bila pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS ≤8 dan memiliki trauma pada kepala ataupun trauma multipel, maka pasien membutuhkan definitive airway seperti intubasi endotrakeal

  7. Ketika airway pasien telah aman, maka protokol ATLS selanjutnya adalah melakukan evaluasi komponen breathing pada pasien[1,4,12,15]

Selain dengan menggunakan metode yang sudah disebutkan di atas, patensi jalan napas juga dapat dicapai menggunakan tindakan pembedahan. Kegagalan melakukan intubasi, misalnya akibat adanya edema laring pada pasien luka bakar, merupakan indikasi dilakukan surgical airway management dengan krikotiroidotomi.[7]

Breathing:

Evaluasi dan penatalaksanaan breathing dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Lakukan penilaian terhadap kemampuan breathing atau pernapasan pasien, apakah pasien dapat bernapas secara spontan atau tidak
  2. Pasien dengan trauma yang tidak terintubasi harus diberikan suplementasi oksigen melalui sungkup muka non-rebreathing dengan kecepatan aliran oksigen sebesar 9-15 liter/menit yang dapat memberikan konsentrasi oksigen sebesar 90-100%
  3. Tetap pertahankan pemberian oksigenasi dan ventilasi sebelum, saat, dan segera setelah melakukan intubasi pada pasien yang membutuhkan definitive airway[7,13,15]

Circulation:

Evaluasi dan penatalaksanaan circulation dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Lakukan penilaian terhadap status hemodinamik dan perfusi pasien dengan pengukuran tekanan darah dan frekuensi nadi
  2. Lakukan pemasangan akses intravena dua jalur dan lakukan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
  3. Bila terdapat tanda maupun sumber perdarahan yang terlihat, segera lakukan penghentian perdarahan sementara dengan metode kompresi, yaitu balut tekan steril pada regio yang mengalami perdarahan
  4. Dalam mencari kehilangan darah internal, pemeriksaan radiologis bisa sangat membantu, protokol ATLS merekomendasikan pemeriksaan ultrasonografi Focus Assessment with Sonography for Trauma (FAST) yang merupakan pemeriksaan ultrasonografi untuk mendeteksi adanya cairan bebas di kavum abdomen pada kasus trauma tumpul abdomen
  5. Apabila pasien jatuh ke dalam kondisi syok, segera lakukan resusitasi cairan. Jumlah cairan dan produk darah yang dibutuhkan untuk resusitasi sulit diprediksi pada evaluasi awal pasien, sehingga berikan bolus cairan isotonik awal yang hangat dengan dosis lazimnya adalah 1 liter untuk pasien dewasa dan 20 ml/kg untuk pasien pediatrik dengan berat badan di bawah 40 kg Volume absolut cairan resusitasi harus didasarkan pada respon pasien terhadap pemberian cairan awal
  6. Lakukan pemberian agen vasopressor sesuai indikasi dan dosis terapi yang tepat jika dibutuhkan
  7. Selama resusitasi cairan, lakukan pemantauan fungsi vital pasien, yakni nadi, tekanan darah, mean arterial pressure (MAP), capillary refill time (CRT), dan urine output. Setelah pasien dalam keadaan hemodinamik dan sirkulasi yang stabil, maka tahapan evaluasi disability dapat dilakukan[9-14]

Disability (Evaluasi Neurologis):

Evaluasi dan penatalaksanaan disability dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Lakukan evaluasi neurologis pada pasien trauma dengan menilai tingkat kesadaran pasien dengan metode Glasgow coma scale (GCS) berdasarkan tiga aspek, yaitu respons pembukaan mata, verbal, dan motorik pada pasien.
  2. Setelah itu, lakukan penilaian pada ukuran dan reaksi pupil
  3. Identifikasi ada atau tidaknya tanda lateralisasi pada pasien serta menentukan ada atau tidaknya potensi cedera medulla spinalis.
  4. Jika pemeriksaan CT scan kepala diindikasikan, maka pemeriksaan penunjang tersebut harus dilakukan pada survei sekunder.[7,12,13]

Exposure and Environmental:

Evaluasi dan penatalaksanaan exposure and environmental dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Pasien harus segera diselimuti dengan selimut hangat atau menggunakan external warming device untuk mencegah hipotermia akibat pakaian pasien yang sepenuhnya ditanggalkan untuk pemeriksaan dan penilaian yang menyeluruh selama primary survey berlangsung.
  2. High-flow fluid warmer dengan menghangatkan cairan kristaloid hingga suhu 39˚C direkomendasikan untuk mencegah hilangnya panas tubuh dan mengembalikan suhu tubuh pasien ke normal.

  3. Evaluasi kemungkinan adanya luka bakar, dan kemungkinan paparan terhadap zat kimia dan radioaktif
  4. Pada akhir survei primer, sebelum melanjutkan survei sekunder, ABCDE pada pasien harus dievaluasi ulang dan dikonfirmasi.[6,7,12]

Survei Sekunder

Pada survei sekunder, dapat dilakukan anamnesis singkat mengenai riwayat pasien, evaluasi head to toe dengan melakukan pemeriksaan fisik terhadap semua tinjauan sistem, pemeriksaan penunjang sesuai dengan indikasi pada pasien, dan re-evaluasi semua tanda-tanda vital pasien.[3,5]

Anamnesis Riwayat pasien dengan AMPLE:

Anamnesis riwayat pasien dengan menggunakan AMPLE dapat dilakukan pada pasien trauma jika memang pasien dapat kooperatif dan masih dalam keadaan sadar, atau aloanamnesis juga dapat dilakukan dengan pengantar pasien. AMPLE terdiri dari beberapa komponen pertanyaan untuk anamnesis, yaitu:

  • A (allergies) yaitu ada atau tidaknya riwayat alergi pada pasien
  • M (medications) yaitu ada atau tidaknya jenis obat-obatan yang sedang digunakan oleh pasien
  • P (past illnesses/pregnancy) yaitu riwayat penyakit dahulu dan kehamilan pada pasien
  • L (last meal) yaitu waktu makan terakhir dari pasien
  • E (events/environment) yaitu mekanisme kejadian yang berhubungan dengan insiden trauma pada pasien.[3,5,7]

Pemeriksaan Fisik Head to Toe :

Pemeriksaan fisik head to toe merupakan pemeriksaan tinjauan sistem yang menyeluruh pada pasien dengan trauma meliputi;

  • Kepala: bila terdapat edema fasial pada pasien dengan trauma maksilofasial, lakukan elevasi pada bagian atas tempat tidur dan posisi reverse Trendelenburg pada pasien yang dicurigai mengalami cedera spinal.
  • Toraks: lakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada dinding toraks, untuk mengidentifikasi kondisi open pneumothorax, tension pneumotoraks, flail chest, atau kontusio paru yang dapat timbul pada pasien trauma, terutama dengan mekanisme cedera high-side (tubuh yang terlempar)..
  • Abdomen dan pelvis: pemeriksaan fisik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi pada abdomen dapat dilakukan, dan bila ditemui tanda-tanda kelainan pada abdomen yang mengarah kepada trauma abdomen segera lakukan penatalaksanaan yang sesuai. Bila terdapat tanda fraktur pada pelvis, maka segera lakukan pemasangan pelvic binder untuk meminimalisasikan perdarahan.
  • Sistem muskuloskeletal: evaluasi adakah deformitas maupun shortening, palpasi untuk mendeteksi nyeri tekan, dan penilaian range of motion yang membantu identifikasi fraktur dan dislokasi. Gangguan sensasi dan atau hilangnya kekuatan kontraksi otot volunter dapat disebabkan oleh sindrom kompartemen yang memerlukan fasiotomi.
  • Sistem integumen: periksa kulit kepala, tangan, dan kaki dengan hati-hati. Apabila terdapat luka bakar, tentukan derajat keparahan luka bakar dan kalkulasi % luas luka bakar.
  • Sistem saraf: pemeriksaan neurologis yang komprehensif meliputi evaluasi motorik dan sensorik pada ekstremitas, serta evaluasi ulang respon, tingkat kesadaran pasien, serta ukuran pupil. Tetap pertahankan proteksi tulang belakang sampai terbukti tidak terdapat cedera spinal.[5,6,9,13]

Re-evaluasi

Pasien trauma harus dievaluasi terus-menerus untuk memastikan bahwa temuan abnormalitas yang baru tidak terabaikan dan untuk menemukan adanya kemunduran yang bersifat progresif pada kondisi klinis pasien. Observasi yang terus menerus terhadap tanda vital, saturasi oksigen, dan urine output sangat penting. Untuk pasien dewasa, urine output yang normal adalah 0,5 mL/kg/jam. Sementara itu, pada pasien anak yang berusia >1 tahun, urine output 1 mL/kg/jam merupakan normal.[3,7,12,13]

Pedoman protokol ATLS saat ini juga merekomendasikan penargetan Mean Arterial Pressure (MAP) > 65-70 mmHg dengan menggunakan resusitasi cairan dan penggunaan vasopresor.[7,13,14]

Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Laboratorium

Bila ditemukan kelainan pada survei sekunder, dapat diperlukan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan dilakukan sesuai indikasi dan mencakup pemeriksaan rontgen toraks, tulang belakang, dan ekstremitas.[5,12,13]

Pertimbangkan juga pemeriksaan CT scan kepala maupun abdomen. Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada pasien trauma seperti trauma toraks, trauma elektrik, maupun trauma termal. Pemantauan pada jantung yang berkelanjutan tidak diperlukan jika gambaran EKG normal, dan tidak terdapat riwayat penurunan kesadaran, henti jantung, atau laju maupun irama jantung yang abnormal.[7,8,12,13]

Follow up

Follow up pada pasien yang menjalani protokol ATLS harus mencakup tata laksana definitif dari kegawatdaruratan yang terjadi. Sebagai contoh, pada tahap awal, pasien yang mengalami syok mungkin diterapi dengan cairan kristaloid, sehingga pada tahap follow up cairan diubah menjadi transfusi darah. Sumber perdarahan sendiri mungkin memerlukan terapi definitif seperti ligasi atau eksplorasi melalui pembedahan.

Pada pasien dengan trauma toraks yang mengalami pneumotoraks, follow up dapat berupa pemasangan kateter interkostal. Pada pasien dengan fraktur ekstremitas, follow up dapat berupa fiksasi dari fraktur, baik dengan reduksi tertutup maupun reduksi terbuka.[7]

Referensi

1. Esonu O, Sardesai M G. Initial Assessment of the Facial Trauma Patient. Thieme. 2021;0:225-228 DOI: https://doi.org/10.1055/s-0041-1735817
2. Ahmed O Z, Yang S, Farneth R A, et al. Association Between Prearrival Notification Time and Advanced Trauma Life Support Protocol Adherence. Journal of Surgical Research. 2019;242:231-238
3. Kostiuk M, Burns B. Trauma Assessment. Statpearls. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555913/
4. Chrimes N, Marshall S. D, et al. Attempt XYZ: airway management at the opposite end of the alphabet. Anaesthesia. 2018;73:1464–1468 DOI:10.1111/anae.14361
5. Zemaitis M R, Planas J H, Waseem M. Trauma Secondary Survey. Statpearls. 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441902/
6. Kheirbek T, Monaghan S F, et al. Advances in the Management of Bleeding Trauma Patients. RIMJ. 2019;0:30-33
7. American College of Surgeon. ATLS Advanced Trauma Life Support. The Committee on Trauma American College of Surgeons. 2018.
8. Dries D J. Initial Evaluation of the Trauma Patient. Medscape. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/434707-overview?form=fpf
9. Holden J. Guideline for the Management of Penetrating Trauma. Care Flight. 2021;407(01):1-17
10. Kondo Y, Ohbe H, et al. Initial focused assessment with sonography in trauma versus initial CT for patients with haemodynamically stable torso trauma. Emerg Med J. 2019;0:1–6 DOI:10.1136/emermed-2019-208537
11. Jang T B. Focused Assessment With Sonography in Trauma (FAST). Medscape. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/104363-overview?form=fpf&icd=login_success_email_match_norm
12. Halaas Y. General Approach to the Trauma Patient. Medscape. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/869733-overview?form=fpf#a2
13. Kaplan L J. Critical Care Considerations in Trauma. Medscape. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/434445-overview?form=fpf
14. Ramesh G H, et al. Fluid resuscitation in trauma: what are the best strategies and fluids? International Journal of Emergency Medicine. 2019;12(38):1-6 DOI: https://doi.org/10.1186/s12245-019-0253-8
15. Casso G, Savoldelli G L, et al. Swiss Latin Airway Guidelines: a holistic approach for improving airway management. Swiss Med Wkly. 2022;152:w30225

Kontraindikasi Advanced Trauma L...
Komplikasi Advanced Trauma Life ...

Artikel Terkait

  • Kajian Etik dan Medikolegal dari Do Not Resuscitate
    Kajian Etik dan Medikolegal dari Do Not Resuscitate
  • Sekilas Mengenai Henti Jantung Intraoperatif
    Sekilas Mengenai Henti Jantung Intraoperatif
  • Pengaruh Rokok terhadap Penyembuhan Fraktur Tulang
    Pengaruh Rokok terhadap Penyembuhan Fraktur Tulang
  • Penanganan Awal Cedera Tersengat Listrik
    Penanganan Awal Cedera Tersengat Listrik
  • Pembaruan Pedoman ACLS 2024 – Ulasan Guideline Terkini
    Pembaruan Pedoman ACLS 2024 – Ulasan Guideline Terkini

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 13 Februari 2025, 22:07
Pemberian epinefrin apakah boleh diberikan IM pada henti jantung henti napas
Oleh: Anonymous
7 Balasan
Alo dokter. izin menanyakan jika pasien anak datang dgn kondisi henti jantung henti nafas, namun akses iv/io sulit ditemukan dan tidak terpasang ett...
Anonymous
Dibalas 07 Januari 2025, 11:23
Pemasangan NGT berakibat apneu dan cardiac arest
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Saya mendapatkan kasus anak usia 2 tahunS : pasien sadar sesak (-) NGT terlepas 2 jam sebelum pemasangan NGT pasien diminumkan susuO :TSSCMHR :126x/mRR :...
Anonymous
Dibalas 19 Juli 2024, 07:18
Resusitasi atau tidak? Apa saja tanda2 kematian ireversible?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Jika pasien gawat darurat apneu, henti jantung dilakukan resusitasi jantung paru.Bagaimana dengan pasien di bangsal rumah sakit, didapatkan sudah dalam...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.