Teknik USG Sinus
Teknik ultrasonografi USG sinus pada rhinosinusitis kronis, dibedakan menjadi penunjang diagnosis dan terapi dengan gelombang supersonik. Selama prosedur berlangsung, pasien dalam posisi duduk atau dapat berbaring jika pasien bedridden. Persiapan alat perlu diperhatikan sebelum tindakan, transduser untuk diagnostik menggunakan frekuensi 3–6 MHz sedangkan untuk terapi 0,7–3,3 mHz.[1,2,5,7]
Persiapan Pasien
Tidak diperlukan persiapan pasien secara khusus sebelum tindakan USG sinus, baik untuk diagnostik maupun untuk terapi. Setelah pasien diberi informed consent terkait tindakan yang akan dilakukan. Pasien dapat duduk atau berbaring pada meja pemeriksaan dan mengikuti instruksi dari operator hingga tindakan selesai dilakukan.
Untuk tujuan terapi, pastikan pasien tidak memiliki kontraindikasi pemberian gelombang supersonik. Kontraindikasi seperti pengguna pacemaker, pasien hamil, dan kelainan anatomi di sekitar sinus.[1,2,4]
Peralatan
Peralatan untuk USG sinus adalah mesin USG yang terdiri dari transducer probe, central processing unit (CPU), monitor, keyboard dengan tombol kontrol, disk storage devices dan printer. Selain itu diperlukan gel dengan kandungan mineral-oil sehingga tranduser dapat menghantarkan gelombang ultrasonic dengan baik.
Pemeriksaan dapat menggunakan semua jenis tranduser, tetapi yang paling sering digunakan adalah tranduser dengan diameter 8‒12mm dengan frekuensi 3‒6 MHz. Sedangkan untuk terapi ultrasound digunakan frekuensi rendah, yaitu 0,7‒3,3 MHz.[2,7,8]
Posisi
Saat pemeriksaan, pasien dalam posisi duduk menghadap pemeriksa, sehingga pemeriksa akan menempelkan transduser pada wajah, seperti area sinus maksilaris. Pada pasien bedridden, pemeriksaan dilakukan dengan pasien dalam posisi supinasi dan posisi kepala fleksi, sehingga pemeriksa dapat menjangkau area sinus maksilaris saat pemeriksaan.
Prosedur lebih sering dilakukan pada area sinus maksilaris, sesuai dengan patofisiologi rhinosinusitis yang paling sering pada sinus maksilaris. Prosedur ini juga dapat dilakukan pada area sinus frontalis.[1,2,4]
Prosedural
Prosedur tindakan USG sinus dibedakan menjadi prosedur diagnostik dan terapi. Selama prosedur, pasien dapat berbaring atau duduk sesuai dengan kondisi klinis.
USG Sinus untuk Diagnostik
USG sinus sebagai diagnosis berlangsung singkat, setelah operator melakukan penilaian terhadap sinus pasien dapat pulang. USG sinus menggunakan frekuensi 2‒12 MHz. Semakin rendah frekuensi semakin rendah resolusi, tetapi semakin baik penetrasi ke organ.[9,10]
Gambar 1. Perbandingan Gambaran Normal Sinus Maxillaris (Kiri) dan Sinusitis Maxillaris.
Pada diagnosis rhinosinusitis, pemeriksaan USG sinus dapat memberikan gambaran berupa penebalan mukosa sehingga dinding sinus tervisualisasi dan adanya retensi cairan yang ditandai dengan adanya gambaran cairan di dalam cavum sinus. Akan tetapi, pemeriksaan USG sinus tidak dapat mengidentifikasi detail tulang-tulang, seperti tulang frontalis, ethmoidalis, dan sphenoidalis.[13]
USG Sinus untuk Terapi
Terapi ultrasound sinus biasanya dilakukan 2 kali seminggu, sebanyak 6 sesi. Terapi dapat dilakukan pada sinus maxilaris dan sinus frontal, masing-masing selama 5 menit pada sinus maksilaris dan 4 menit pada sinus frontal.
Pada penelitian Ansari et al, dilakukan terapi ultrasound sinus sebanyak 30 sesi. Dilaporkan perbaikan gejala terjadi sebesar 81,3%. Terapi ultrasound rhinosinusitis biasanya menggunakan frekuensi antara 0,7‒3,3 MHz, sedangkan pada penelitian De Castro et al menggunakan frekuensi 1 MHz.[5,7]
Follow up
Follow up USG sinus dilakukan untuk menilai respon terapi dan perjalanan penyakit pasien. Menilai apakah ada perbaikan gejala selama pengobatan berlangsung, seperti keluhan nyeri wajah dan kepala, gejala obstruksi dan sekret nasal, postnasal drip, hiposmia, batuk dan keluhan lainnya. Pasien dengan sinusitis akan diberikan terapi baik kortikosteroid maupun antibiotik.
Apabila perbaikan gejala terjadi dalam 3 bulan, terapi dilanjutkan dan dilakukan follow up setiap 6 bulan. Pasien sinusitis yang tidak menunjukkan perbaikan gejala setelah pengobatan akan dilakukan pemeriksaan lanjut seperti CT scan dan operasi menjadi pilihan terapi berikutnya.[1,4,12]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli