Pendahuluan Laryngoscopy
Laryngoscopy merupakan prosedur untuk memvisualisasi laring, sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis kanker laring. Selain itu, laringoskopi juga dapat berfungsi sebagai prosedur terapeutik untuk intubasi dan pemasangan endotracheal tube (ETT). Laryngoscopy terdiri dari beberapa jenis, yaitu indirect laryngoscopy, direct laryngoscopy, dan flexible fiberoptic laryngoscopy.[1-4]
Pada laring yang dalam kondisi istirahat, epiglotis biasanya melindungi dan menutupi glotis. Oleh karena itu, epiglotis perlu diretraksi ketika prosedur jalan napas akan dilakukan. Retraksi epiglotis ini lah yang disebut dengan laryngoscopy, yang menggunakan bantuan blade laryngoscope.
Indirect laryngoscopy, yang bertujuan diagnostik, diindikasikan untuk pasien dengan keluhan batuk kronis, disfonia, disfagia, otalgia persisten, dan sensasi benda asing. Sedangkan direct laryngoscopy, yang bertujuan terapeutik, biasanya dilakukan pada pasien dengan gagal napas, penurunan kesadaran, atau pasien yang akan menjalani operasi dengan anestesi umum.
Laryngoscopy tidak disarankan untuk dilakukan pada pasien dengan obstruksi atau trauma yang berat pada jalan napas serta pasien dengan peningkatan tekanan intraokular atau intrakranial.[2-3,5-9]
Terdapat beberapa jenis laryngoscopy, yaitu indirect laryngoscopy, direct laryngoscopy, dan fiberoptic laryngoscopy. Laryngoscopy biasanya dilakukan di instalasi gawat darurat, intensive care unit (ICU), atau di ruang operasi dengan teknik yang berbeda sesuai jenis laryngoscopy yang digunakan.[2-8]
Efek samping laryngoscopy dapat berupa nyeri tenggorokan, bengkak, dan kebas pada tenggorokan setelah prosedur dilakukan. Komplikasi yang dapat terjadi akibat laryngoscopy adalah laringospasme, eksaserbasi pada pasien dengan trauma servikal, serta trauma pada mulut, saluran napas, dan gigi.[2-3,5,7]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri