Efek Samping dan Interaksi Obat Nitrofurantoin
Efek samping nitrofurantoin yang paling banyak dilaporkan adalah mual (8%), sakit kepala (6%), dan flatulens (1,5%). Interaksi obat nitrofurantoin dapat terjadi dengan antasida dan obat urikosuria.[4,13]
Efek Samping
Efek samping nitrofurantoin yang paling banyak dilaporkan adalah mual (8%), sakit kepala (6%), dan flatulens (1,5%). Efek samping lain yang diduga disebabkan oleh nitrofurantoin umumnya terjadi dengan frekuensi <1%, antara lain:
- Gastrointestinal: Diare, dispepsia, nyeri abdomen, konstipasi, emesis
- Neurologi: Pusing, mengantuk, amblyopia
- Respirasi: Reaksi hipersensitivitas pulmonal akut
- Alergi: Pruritus, urtikaria
- Dermatologi: Alopecia
- Lainnya: Demam, menggigil, malaise[4,13]
Efek Samping Lebih Jarang
Selain dari efek samping yang telah disebutkan di atas, terdapat beberapa efek samping lain yang bersifat berat namun memiliki angka kejadian yang lebih jarang.
Gastrointestinal:
Efek samping sialadenitis dan pankreatitis pernah dilaporkan. Selain itu, kejadian kolitis pseudomembranosa juga telah dilaporkan secara sporadik.
Neurologi:
Neuropati perifer telah dilaporkan dan dapat bersifat berat atau ireversibel. Risiko meningkat pada pasien dengan gangguan ginjal, anemia, diabetes mellitus, ketidakseimbangan elektrolit, dan defisiensi vitamin B .
Asthenia, vertigo, and nistagmus juga telah dilaporkan pada penggunaan nitrofurantoin. Selain itu, hipertensi intrakranial jinak (pseudotumor cerebri), konfusi, depresi, neuritis optik, dan reaksi psikotik juga pernah dilaporkan walaupun sangat jarang.
Respirasi:
Reaksi hipersensitivitas pulmonal yang bersifat kronik, subakut, atau akut dapat terjadi pada penggunaan nitrofurantoin. Reaksi hipersensitivitas pulmonal kronik lebih mungkin terjadi pada pasien yang mengonsumsi nitrofurantoin lebih dari 6 bulan. Manifestasi dapat berupa malaise, dispnea saat beraktivitas, batuk, dan gangguan fungsi paru.
Pada reaksi pulmonal kronik, lesi paru dapat menetap walaupun konsumsi nitrofurantoin telah dihentikan. Pada reaksi pulmonal subakut, perbaikan gejala dapat membutuhkan beberapa bulan setelah penghentian terapi nitrofurantoin, dan gejala dapat memburuk apabila terapi dilanjutkan.
Reaksi pulmonal akut dapat bermanifestasi sebagai demam, menggigil, batuk, nyeri dada, dispnea, infiltrasi pulmonal dengan konsolidasi atau efusi pada rontgen dada, dan eosinofilia. Reaksi akut umumnya timbul pada minggu pertama terapi dan bersifat reversibel dengan penghentian terapi.
Kardiovaskular:
Penggunaan nitrofurantoin juga telah dilaporkan menyebabkan perubahan EKG seperti perubahan gelombang ST dan bundle branch block. Perubahan ini umumnya berkaitan dengan reaksi pulmonal. Pada kasus yang jarang juga dilaporkan terjadinya sianosis.
Hepatik:
Reaksi pada hepar dapat berupa hepatitis, ikterus kolestatik, hepatitis aktif kronik, dan nekrosis hepatik.
Alergi:
Lupus-like syndrome yang terkait reaksi pulmonal akibat nitrofurantoin pernah dilaporkan. Selain itu, juga pernah terjadi angioedema; erupsi makulopapular, eritematosa, atau eksematosa; anafilaksis; arthralgia; dan myalgia..
Dermatologi:
Dermatitis eksfoliatif dan eritema multiforme (termasuk sindroma Stevens-Johnson) telah dilaporkan walaupun jarang.
Hematologi:
Sianosis sekunder akibat methemoglobinemia telah dilaporkan walaupun jarang. Selain itu juga telah dilaporkan terjadinya eosinofilia, penurunan hemoglobin, glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency anemia, agranulositosis, leukopenia, granulositopenia, anemia hemolitik, trombositopenia, dan anemia megaloblastik.
Lainnya:.
Superinfeksi, seperti akibat Pseudomonas sp atau Candida sp, serta peningkatan enzim hepar dan peningkatan fosfor serum dapat terjadi.[4]
Interaksi Obat
Interaksi nitrofurantoin dengan obat lain yang perlu diperhatikan di antaranya adalah dengan antasida dan obat urikosurik.
Antasida
Antasida mengandung magnesium trisiklat, bila diberikan bersamaan dengan nitrofurantoin akan mengurangi kecepatan dan tingkat penyerapan.[4]
Urikosuria
Obat urikosuria, seperti probenesid dan sulfinpyrazone, dapat menghambat sekresi nitrofurantoin di tubulus ginjal. Peningkatan kadar nitrofurantoin serum yang dihasilkan dapat meningkatkan risiko toksisitas. Selain itu, penurunan kadar urine dapat mengurangi efikasi terapi nitrofurantoin untuk mengobati infeksi saluran kemih.[4]