Ranitidin
Ranitidin adalah antagonis reseptor histamin H2 yang digunakan dalam penanganan GERD atau gastroesophageal reflux disease, ulkus peptikum, dan sindrom Zollinger-Ellison. Ranitidin bekerja dengan menghambat reseptor H2 di sel parietal lambung, menghasilkan pengurangan volume dan konsentrasi asam lambung. Ranitidin lebih menurunkan sekresi asam lambung basal dan nokturnal dibandingkan sekresi asam lambung yang dirangsang oleh makanan.[1,2]
Perlu diperhatikan bahwa penggunaan ranitidin jangka panjang dapat menyebabkan malabsorpsi vitamin B12 dan defisiensi vitamin B12. Derajat defisiensi berkaitan dengan dosis, dimana defisiensi lebih berat ditemukan dengan dosis yang lebih tinggi. Jenis kelamin wanita dan usia di bawah 30 tahun merupakan populasi yang lebih berisiko.[3]
Beberapa produk ranitidin telah ditarik oleh FDA Amerika Serikat karena adanya kontaminasi N-nitrosodimethylamine (NDMA) dalam sediaan. Kadar NDMA rata-rata yang ditemukan dalam 7 dari 14 produk ranitidin yang diuji oleh FDA berkisar antara 0,15-0,86 g per tablet atau dosis standar formulasi sirup. Kadar ini di atas kadar asupan harian (ADI) yang diijinkan di Amerika Serikat, yaitu 0,096 g. Adanya paparan NDMA telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko kanker.[4]
Kadar NDMA dalam ranitidin dilaporkan meningkat di bawah kondisi penyimpanan normal dan meningkat lebih jauh lagi pada suhu yang lebih tinggi. Sebuah studi menunjukkan bahwa konsumsi ranitidin dengan kontaminasi NDMA berhubungan dengan peningkatan risiko kanker pankreas, kanker anus, kanker lambung, kanker faring, dan kanker kolorektal.[5]
Tabel 1. Deskripsi Singkat Ranitidin
Perihal | Deskripsi |
Kelas | Obat untuk saluran cerna[6] |
Subkelas | Antiulkus[6] |
Akses | Resep[1] |
Wanita Hamil | Kategori FDA: B[7] Kategori TGA: B1[8] |
Wanita Menyusui | Dikeluarkan ke ASI[1] |
Anak-anak | Dapat digunakan sesuai indikasi dan dosis pada anak usia 1 bulan hingga 16 tahun[1] |
FDA | Approved[1] |
Penulisan pertama oleh: dr. Khrisna Rangga Permana