Point-Of-Care High-Sensitivity Cardiac Troponin In Suspected Acute Myocardial Infarction Assessed At Baseline And 2 H
Cullen L, Greenslade J, Parsonage W, Stephensen L, Smith SW, Sandoval Y, Ranasinghe I, Gaikwad N, Khorramshahi Bayat M, Mahmoodi E, Schulz K, Than M, Apple FS; SAMIE and SEIGE investigators. Eur Heart J. 2024. 45(28):2508-2515. doi: 10.1093/eurheartj/ehae343.
Abstrak
Latar Belakang: Strategi untuk menilai pasien dengan kecurigaan infark miokard akut menggunakan point of care (POC) cardiac troponin I sensitivitas tinggi (Hs-cTnI) dapat mempercepat penanganan gawat darurat. Strategi POC hs-cTnI 2 jam untuk pasien gawat darurat dengan dugaan infark miokard akut telah dikembangkan dan divalidasi.
Metode: Dalam dua studi prospektif, observasional, internasional, dan multisenter pada pasien gawat darurat dewasa (1386 kohort derivasi dan 1796 kohort validasi) dengan dugaan infark miokard akut (IMA), pemeriksaan hs-cTnI (Siemens Atellica® VTLi) diukur pada saat awal masuk dan 2 jam setelahnya. Diagnosis akhir ditentukan menggunakan uji hs-cTn dalam praktik klinis.
Algoritme stratifikasi risiko dikembangkan dan divalidasi. Luaran diagnostik primer adalah indeks IMA (tipe 1 dan 2). Luaran keamanan primer adalah kejadian kardiovaskular mayor termasuk IMA dan kematian akibat jantung.
Hasil: Sebanyak 81 (5,5%) dan 88 (4,9%) pasien pada kohort derivasi dan kohort validasi terdiagnosis IMA. Algoritma 2 jam mendefinisikan 66,1% risiko rendah dengan sensitivitas 98,8% dan negative predictive value 99,9% untuk indeks IMA pada kohort derivasi.
Sementara itu, pada kohort validasi, 53,5% merupakan risiko rendah dengan sensitivitas 98,9% dan negative predictive value (NPV) 99,9% untuk indeks IMA. Metriks risiko tinggi mengidentifikasi 5,4% pasien dengan spesifisitas 98,5% dan positive predictive value (PPV) 74,5% untuk indeks IMA.
Kesimpulan: Algoritme 2 jam yang menggunakan konsentrasi hs-cTnI POC memungkinkan penilaian risiko yang aman dan efisien pada pasien yang diduga mengalami IMA. Waktu penyelesaian pengujian POC yang singkat dapat mendukung efisiensi yang signifikan dalam penanganan sebagian besar pasien gawat darurat yang diduga mengalami IMA.
Ulasan Alomedika
Penilaian pasien suspek infark miokard akut (IMA) mencakup temuan klinis, elektrokardiogram (EKG), dan biomarker jantung seperti troponin (cTn). Uji cTn yang lebih lawas memiliki sensitivitas klinis yang rendah untuk IMA pada saat kedatangan, dan mengakibatkan penilaian memerlukan pengambilan sampel secara serial dalam jangka waktu yang lama, sehingga menimbulkan beban ekonomi yang signifikan pada sistem layanan kesehatan.
Evolusi tes cTn telah mendukung perubahan besar dalam strategi penilaian, sehingga meningkatkan efisiensi perawatan untuk pasien dengan dugaan sindrom koroner akut. Pengujian cTn sensitivitas tinggi (hs-cTn) telah meningkatkan presisi analitik, khususnya pada konsentrasi cTn rendah. Pengujian ini dapat digunakan dengan aman dengan interval pengujian yang lebih pendek dibandingkan pengujian kontemporer.
Studi ini bertujuan untuk memperoleh dan memvalidasi kinerja klinis algoritma 0 dan 2 jam menggunakan uji hs-cTnI POC (Siemens POC Atellica® VTLi). Studi ini akan menilai strategi penilaian risiko cepat untuk indeks MI dan mengevaluasi keamanannya dengan menilai luaran jantung 30 hari, kebutuhan revaskularisasi, dan kematian jantung pada pasien yang datang ke UGD dengan dugaan sindrom koroner akut.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan dua kohort, yaitu SAMIE di Australia dan SEIGE di Amerika Serikat. Dalam studi derivasi SAMIE, pasien dewasa dengan dugaan infark miokard akut (IMA) yang datang ke UGD di 5 rumah sakit Australia dianalisis. Pasien dieksklusi jika terdapat perubahan EKG awal yang menunjukkan ST elevasi, jika dirujuk dari rumah sakit lain, sedang hamil, atau tidak mampu memberikan persetujuan. Sampel darah diambil saat kedatangan (0 jam) dan setelah 2–3 jam.
Studi validasi SEIGE di Amerika Serikat mencakup pasien dewasa tanpa seleksi khusus yang memenuhi kriteria awal seperti pengukuran serial troponin (0, 2, 4, dan 6 jam) dan setidaknya satu hasil EKG 12 sadapan. Pasien dengan ST elevasi, trauma, atau yang menolak berpartisipasi dieksklusi. Manajemen pasien tetap mengikuti standar perawatan di setiap rumah sakit tanpa modifikasi oleh penelitian.
Algoritme risiko dikembangkan menggunakan data dari studi SAMIE yang memiliki pengukuran troponin pada 0 dan 2 jam, dengan menggunakan analisis Classification and Regression Tree (CART) untuk memastikan sensitivitas dan NPV ≥ 99,5%.
Perlakuan dan Luaran Penelitian:
Pada kedua studi, kadar troponin I kardiosensitif (hs-cTnI) dianalisis menggunakan alat diagnostik spesifik di setiap lokasi. Di SAMIE, uji klinis menggunakan Beckman Coulter Access hs-cTnI assay, sementara SEIGE menggunakan Abbott ARCHITECT i2000SR. Selain itu, alat uji investigasional Siemens POC Atellica® VTLi digunakan untuk mengukur hs-cTnI sebagai pembanding. Algoritme stratifikasi risiko yang dikembangkan mempertimbangkan tingkat hs-cTnI pada baseline, perubahan absolut 2 jam, usia, dan jenis kelamin.
Luaran utama yang dianalisis adalah IMA indeks (Tipe 1 dan Tipe 2) dan kejadian kardiovaskular mayor (MACE) dalam 30 hari, termasuk IMA atau kematian akibat jantung. Diagnosis akhir IMA mengikuti definisi universal tentang infark miokard, dengan mempertimbangkan gejala iskemik akut, perubahan EKG, hasil pencitraan, atau bukti trombus intrakoroner. Algoritme diuji pada kohort validasi SEIGE untuk menilai akurasi diagnostiknya, termasuk sensitivitas, spesifisitas, PPV, dan NPV.
Ulasan Hasil Penelitian
Sebanyak 1486 pasien dalam kohort SAMIE dan 1796 pasien dalam kohort SEIGE, termasuk 710 pasien dengan data terbatas, dievaluasi dalam studi ini. Dalam kohort SAMIE, sebanyak 5,5% pasien didiagnosis mengalami IMA, dengan mayoritas berupa IMA tipe 1 (70,4%). Di sisi lain, dalam kohort SEIGE, 4,9% pasien mengalami IMA, dengan proporsi lebih kecil untuk IMA tipe 1 (22,7%).
Algoritma menggunakan nilai troponin awal dan perubahan 2 jam untuk membagi pasien menjadi kelompok risiko rendah, menengah, dan tinggi. Sebagian besar pasien (71,5% pada SAMIE dan 59,4% pada SEIGE) dapat diklasifikasikan secara akurat dalam waktu 2 jam. Sensitivitas dan NPV algoritma sangat tinggi untuk kelompok risiko rendah, sedangkan spesifisitas dan PPV lebih tinggi pada kelompok risiko tinggi.
Pada analisis 30 hari, tingkat kejadian pada kelompok risiko rendah sangat rendah (0,4% untuk SAMIE dan 0,1% untuk SEIGE), menunjukkan sensitivitas tinggi (≥95%) dan NPV mendekati 100%. Kelompok risiko tinggi memiliki PPV moderat hingga tinggi (74,5% pada SAMIE dan 50,0% pada SEIGE) serta spesifisitas tinggi (≥96%).
Kelebihan Penelitian
Penggunaan dua kohort independen, SAMIE untuk derivasi dan SEIGE untuk validasi, memperkuat generalisasi hasil, karena algoritma diuji pada populasi yang berbeda. Pendekatan ini memastikan bahwa algoritma dapat diandalkan di berbagai pengaturan klinis.
Selain itu, algoritma berbasis troponin dengan stratifikasi risiko yang menggabungkan nilai awal dan perubahan selama 2 jam memungkinkan diagnosis cepat dan akurat, terutama untuk kelompok risiko rendah, dengan sensitivitas dan NPV yang sangat tinggi. Kecepatan dan akurasi ini sangat penting di UGD, di mana keputusan klinis harus dibuat dengan cepat.
Penelitian ini juga memberikan evaluasi mendalam terhadap pasien yang datang dengan gejala dalam waktu kurang dari 2 jam, yang sering kali menjadi tantangan dalam diagnosis infark miokard akut. Pada fase awal infark miokard akut, kadar troponin dalam darah sering kali belum cukup meningkat untuk memenuhi ambang batas diagnostik standar, sehingga menyulitkan identifikasi dini infark miokard akut.
Limitasi Penlitian
Salah satu keterbatasan utama adalah PPV yang relatif rendah untuk kelompok risiko tinggi, terutama dalam kohort SEIGE, yang dapat mengurangi keandalan algoritma dalam mengidentifikasi pasien dengan risiko tinggi. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik populasi antar kohort atau data yang hilang dalam kohort SEIGE. Selain itu, beberapa pasien tidak memiliki data lengkap, seperti riwayat jantung atau faktor risiko, yang dapat memengaruhi interpretasi hasil algoritma.
Studi ini juga tidak mengevaluasi implikasi klinis dari strategi ini terhadap luaran jangka panjang atau biaya perawatan kesehatan, padahal kedua aspek tersebut penting untuk implementasi luas dalam praktik klinis. Kemungkinan memang penerapan dari pemeriksaan POC ini akan menurunkan biaya kesehatan karena akan mengurangi intervensi dan rawat inap yang tidak perlu.
Keterbatasan lain adalah ketergantungan algoritma pada ketersediaan pengujian troponin berkualitas tinggi dalam waktu cepat. Di beberapa pusat kesehatan dengan sumber daya terbatas, pendekatan ini mungkin sulit diterapkan secara optimal.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Hasil studi ini memiliki potensi untuk diaplikasikan di Indonesia, terutama di rumah sakit dengan fasilitas laboratorium yang mampu melakukan pengukuran troponin secara cepat dan akurat. Algoritma berbasis troponin ini dapat membantu dokter di UGD untuk mengevaluasi risiko infark miokard akut secara efisien, bahkan pada pasien yang datang dalam waktu kurang dari 2 jam setelah gejala muncul.
Meski begitu, perlu dicatat pula bahwa implementasinya mungkin menghadapi tantangan, seperti ketersediaan alat diagnostik, pemerataan akses kesehatan, serta pelatihan tenaga medis dalam menerapkan algoritma ini. Selain itu, diperlukan validasi lokal untuk memastikan algoritma ini sesuai dengan karakteristik populasi Indonesia yang mungkin berbeda dari populasi studi.