Panduan e-Prescription Obesitas
Panduan e-prescription pada obesitas ini dapat digunakan Dokter pada saat akan memberikan terapi medikamentosa secara online.
Obesitas adalah penyakit yang ditandai oleh akumulasi lemak tubuh berlebih. Obesitas meningkatkan risiko berbagai komorbiditas, kematian dini, serta menurunkan kualitas hidup keseluruhan. Penanganan obesitas yang utama adalah perubahan gaya hidup, yang dapat disertai farmakoterapi atau intervensi bedah bila diperlukan.[1]
Tanda dan Gejala
Anamnesis obesitas perlu menggali mengenai pola makan, tingkat aktivitas, faktor risiko, serta komorbiditas. Pola makan abnormal, seperti binge eating disorder, bisa ada pada pasien obesitas. Aktivitas fisik yang rendah, gaya hidup sedenter, serta konsumsi obat yang dapat meningkatkan berat badan juga perlu dievaluasi. Selain itu, penting untuk mendalami faktor psikososial, seperti depresi dan kecemasan. Gejala komplikasi obesitas, seperti hipertensi dan diabetes, juga harus diidentifikasi.
Lakukan evaluasi antropometri, terutama indeks massa tubuh (IMT) dan lingkar pinggang. Populasi Asia dianggap obesitas jika IMT ≥25 kg/m². Lebih lanjut, pada populasi Asia, obesitas sentral ditentukan dengan lingkar pinggang ≥90 cm pada pria dan ≥80 cm pada wanita.[1-4]
Modifikasi Gaya Hidup
Modifikasi gaya hidup adalah pilar penting dan terapi lini pertama dalam penanganan obesitas, sehingga dokter harus melakukan edukasi modifikasi gaya hidup pada saat konsultasi online dengan pasien. Rekomendasi diet melibatkan pengurangan asupan kalori yang bisa berbeda per individu. Umumnya modifikasi diet ditargetkan pada defisit 500-750 kkal/hari, dengan fokus pada pola makan seimbang yang kaya serat, rendah lemak jenuh, dan rendah gula tambahan.
Aktivitas fisik meliputi olahraga aerobik intensitas rendah-sedang seperti jalan cepat, bersepeda, atau berenang selama setidaknya 150-300 menit /minggu, serta latihan kekuatan otot minimal 2 kali/minggu. Selain itu, penting untuk mengurangi waktu sedenter dan meningkatkan aktivitas harian seperti berjalan kaki atau melakukan pekerjaan rumah tangga.
Modifikasi perilaku mencakup pendekatan seperti pencatatan makanan, cognitive behavioral therapy, serta konseling gizi. Keseluruhan program ini umumnya memiliki target penurunan berat badan 5-10% dari berat awal.[4]
Peringatan
Semaglutide kontraindikasi pada pasien dengan riwayat pribadi atau keluarga medullary thyroid carcinoma (MTC) atau multiple endocrine neoplasia tipe 2 (MEN 2) karena risiko tumor sel-C tiroid, serta pada pasien dengan riwayat hipersensitivitas terhadap obat ini. Waspadai juga efek samping yang jarang tetapi berat seperti pankreatitis, retinopati diabetik, hipoglikemia, gagal ginjal akut, dan gangguan jantung.[12]
Orlistat dikontraindikasikan pada pasien dengan sindrom malabsorpsi kronis dan kolestasis. Perlu juga dicatat bahwa orlistat telah dilaporkan menyebabkan hepatotoksisitas berat, termasuk nekrosis hepatoseluler dan gagal hati akut. Efek samping gastrointestinal yang sering terjadi meliputi inkontinensia fekal, diare, dan urgensi fekal. Risiko hiperoxaluria, nefrolitiasis oksalat, serta kolelitiasis juga dapat meningkat.[13]
Metformin kontraindikasi pada asidosis metabolik dan pasien dengan disfungsi ginjal berat. Metformin jarang menyebabkan hipoglikemia sebagai monoterapi, tetapi risiko meningkat pada pasien malnutrisi, lansia, atau dengan disfungsi ginjal atau adrenal. Penurunan kadar vitamin B12 dapat terjadi, sehingga harus dipantau untuk mencegah anemia atau neuropati. Asidosis laktat jarang terjadi tetapi dapat fatal, terutama pada pasien dengan gangguan ginjal, lansia, atau kondisi medis berat.[8]
Medikamentosa
Farmakoterapi dapat dipertimbangkan pada pasien obesitas dengan IMT ≥27 kg/m² yang memiliki komplikasi terkait obesitas atau pada pasien dengan IMT ≥30 kg/m². Perlu diperhatikan bahwa farmakoterapi berbasis amfetamin tidak dapat diresepkan secara online.[2,4]
Glucagon Like Peptide 1 Receptor Agonist (GLP-1 RA)
Semaglutide dapat digunakan sebagai adjuvan dari modifikasi gaya hidup pada pasien dengan IMT ≥30 kg/m² atau IMT ≥27 kg/m² yang mengalami komplikasi terkait obesitas.
Semaglutide diberikan secara injeksi subkutan 1 kali/minggu. Dosis diberikan titrasi, yakni:
- Minggu ke 1‒4: 0,25 mg
- Minggu ke 5‒8: 0,5 mg
- Minggu ke 9‒12: 1 mg
- Minggu ke 13‒16: 1,7 mg
- Minggu 17 dan seterusnya: 2,4 mg.[5,6]
Jika tidak dapat mentoleransi dosis eskalasi, maka tunda peningkatan selama 4 minggu. Jika tidak dapat mentoleransi dosis 2,4 mg, maka turunkan menjadi 1,7 mg/minggu dalam kurun 4 minggu, lalu kembalikan ke dosis 2,4 mg/minggu.[5,7]
Orlistat
Orlistat merupakan lipase inhibitor yang digunakan untuk indikasi yang sama dengan semaglutide pada obesitas.
- Orlistat 120 mg per oral, diberikan 3 kali/hari, bersama makanan yang mengandung lemak atau hingga 1 jam setelah makan.[4]
Metformin
Metformin digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang juga mengalami obesitas. Ini karena metformin dapat mendukung penurunan berat badan pada populasi tersebut. Selain itu, ada pula beberapa studi yang menyebutkan manfaat metformin untuk penurunan berat badan pada pasien non-diabetes.[8,14,15]
- Metformin immediate release 500 mg per oral, diberikan 2 kali/hari bersama dengan makanan untuk mengurangi efek samping gastrointestinal. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis setiap minggunya.
- Metformin extended release 500 mg per oral, diberikan 1 kali/hari bersama dengan makan malam. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis setiap minggunya.[8]
Pemberian pada Ibu Hamil
Pada ibu hamil, FDA tidak memasukkan semaglutide dalam kategori kehamilan tertentu, tetapi TGA memasukkan semaglutide dalam kategori D.[9]
Orlistat masuk dalam kategori kehamilan X menurut FDA dan kategori kehamilan B1 menurut TGA. Sementara itu, metformin masuk dalam kategori B menurut FDA dan kategori C menurut TGA.[8,10,11]