Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Tetanus Neonatorum general_alomedika 2022-12-21T14:06:01+07:00 2022-12-21T14:06:01+07:00
Tetanus Neonatorum
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Tetanus Neonatorum

Oleh :
Sunita
Share To Social Media:

Diagnosis tetanus neonatorum atau TN umumnya cukup jelas untuk ditegakkan secara klinis, yaitu dengan adanya trismus, gangguan menelan, spasme tetanik di kelompok otot lainnya, dan opistotonus. Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung adalah trismus, disfagia, kaku otot leher, bahu, punggung, dan abdomen, serta risus sardonicus.

Anamnesis

Temuan anamnesis yang mengarah pada diagnosis tetanus TN mencakup presentasi bayi berusia 3–14 hari pasca persalinan yang menunjukkan kemampuan menyusu yang lemah disertai tangisan tanpa sebab yang jelas. Keluhan utama yang mungkin timbul pertama kali antara lain trismus, gangguan menelan, adanya spasme tetanik pada kelompok otot lainnya, dan opistotonus.[1,2]

Dalam penelitian yang mempelajari penyebab kematian pada kasus TN oleh Salimpour, manifestasi penyakit paru-paru merupakan salah satu temuan yang lazim diidentifikasi pada kasus TN. Pemeriksaan autopsi sering menunjukkan gambaran bronkopneumonia maupun perdarahan sehingga gejala terkait kondisi ini perlu juga digali.[23]

Selain mengidentifikasi keluhan utama, berbagai faktor risiko TN juga harus ditanyakan pada orang tua atau wali pasien yang dicurigai menderita TN.

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik yang mendukung diagnosis TN adalah trismus, disfagia, kaku otot leher, bahu, punggung, dan abdomen. Risus sardonicus, yakni mimik wajah yang dianggap patognomonik untuk tetanus, ditandai dengan seringai akibat otot-otot wajah yang tegang.[2,3]

Seiring dengan perjalanan penyakit, kekakuan otot meluas dan tidak hanya melibatkan otot wajah saja. Selain itu, spasme otot yang semula muncul ketika ada rangsangan sensorik seperti sentuhan ringan, mulai muncul secara spontan dan lebih lama pada berbagai kelompok otot.[2,3]

Pada tetanus yang berat, kontraksi tonik umum pada seluruh otot (tetanospasme) dapat terjadi dan menimbulkan opistotonus, adduksi bahu, fleksi siku dan pergelangan, serta ekstensi tungkai. Hal tersebut umumnya disertai dengan peningkatan suhu tubuh.[1]

Selain itu, gangguan sistem respirasi akibat spasme pada otot dinding dada, disfungsi diafragma, obstruksi jalan napas karena spasme glotis dan laring, serta pneumonia aspirasi dapat pula ditemukan pada TN derajat sedang dan berat.[1]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding tetanus neonatorum (TN) perlu mencakup sejumlah kondisi medis yang dapat menyerupai salah satu atau lebih karakteristik tetanus, seperti kejang pada neonatus. Secara umum, kejang pada neonatus dapat disebabkan oleh anomali kongenital, trauma, anoksia, perdarahan intrakranial, serta keadaan pasca persalinan (misalnya infeksi dan penyakit metabolik).

Anomali Kongenital

Kerusakan otak akibat penyakit kongenital maupun proses perinatal dapat memicu spastisitas dan kejang tonik klonik. Bayi dengan kerusakan otak umumnya mengalami penurunan kesadaran dan kejang di akhir 24 jam pertama kehidupan.[24,25]

Sindrom kerusakan otak juga dapat membuat lidah dan otot sekitar rongga mulut lemas, refleks mengisap hilang, dan bayi tidak dapat menelan sejak hari pertama pasca persalinan. Akan tetapi, manifestasi trismus tidak ditemukan pada berbagai kondisi tersebut, sehingga dapat membedakannya dari TN.[24,25]

Trauma

Kontusio serebri yang dapat terjadi akibat trauma sekunder pada persalinan sungsang maupun penyulit obstetri lainnya biasanya lebih sering ditemukan pada bayi aterm yang besar.[24,25]

Infeksi

Infeksi neonatal yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding TN adalah meningitis, yang biasanya berkaitan dengan septikemia. Bayi dengan meningitis neonatal dapat tampak lemah, tidak mau menyusu, dan mengalami kejang, apneu episodik, hipotermia atau hipotermia, dan distres napas pada minggu ke-1 kehidupan dan setelahnya.[26]

Berbeda dengan tetanus, manifestasi kejang pada kondisi ini memiliki karakteristik fase tiap kejang lebih pendek, tidak secepat kejang pada tetanus, dan lebih sering melibatkan sebagian sisi tubuh saja. Selain itu, pada TN tidak ditemukan ubun-ubun membonjol sebagaimana ditemukan pada meningitis.[26]

Penyakit Metabolik

Penyakit metabolik seperti hipoglikemia dan hipokalsemia sering terjadi pada bayi dengan berat lahir rendah maupun bayi dengan ibu yang mengalami diabetes. Insiden hipokalsemia neonatorum memiliki dua periode puncak, yakni pada 2–3 hari pertama kehidupan (paling sering ditemukan pada bayi dengan berat lahir rendah dan trauma obstetrik) dan pada akhir minggu pertama atau awal minggu kedua kehidupan.[26]

Tetani akibat hipokalsemia dapat bermanifestasi seperti kejang dan laringospasme. Perbedaan karakteristik tetani hipokalsemia dari tetanus adalah adanya tremor dan fasikulasi otot serta tidak adanya trismus dan rigiditas otot umum pada tetani.[26]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang tidak berperan banyak dalam penegakan diagnosis maupun pemantauan perkembangan pasien tetanus neonatorum (TN). Penegakan diagnosis hampir selalu ditegakkan berdasarkan karakteristik klinis dan tidak tergantung pada konfirmasi bakteriologis. Hal ini juga disebabkan oleh rendahnya angka deteksi kuman C. tetani yang diambil dari sampel luka, yakni hanya 30% dari sampel pasien yang dicurigai tetanus.[27]

Di sisi lain, kadar antitoksin serum yang rendah atau tidak terdeteksi pada saat awitan penyakit dapat membantu mengarahkan diagnosis tetanus neonatorum. Namun, antitoksin serum dapat pula terdeteksi pada beberapa kasus sehingga berpotensi membingungkan tenaga medis dalam menginterpretasi hasilnya.[4]

Metode perbandingan titer antitoksin berpasangan untuk diagnosis retrospektif tidak bermanfaat pada kasus TN mengingat salah satu pengobatannya mencakup tindakan imunisasi aktif yang turut memicu respons antibodi.[4]

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi

1. Roper MH, Vandelaer JH, Gasse FL. Maternal and neonatal tetanus. Lancet. 2007;370(9603):1947–59.
2. Hassel B. Tetanus: Pathophysiology, treatment, and the possibility of using botulinum toxin against tetanus-induced rigidity and spasms. Toxins (Basel). 2013;5(1):73–83.
3. Cook TM, Protheroe RT, Handel JM. Tetanus: A review of the literature. Br J Anaesth. 2001;87(3):477–87.
4. Wasay M, Khealani BA, Talati N, et al. Autonomic nervous system dysfunction predicts poor prognosis in patients with mild to moderate tetanus. BMC Neurol. 2005 Jan 31;5(1):2.
23. Salimpour R. Cause of death in tetanus neonatorum: study of 233 cases with 54 necropsies. Arch Dis Child. 1977 Jul;52(7):587–9.
24. Glass HC. Neonatal seizures: advances in mechanisms and management. Clin Perinatol. 2014 Mar;41(1):177–90.
25. Pan American Health Organization Regional Office of the World Health Organization. Neonatal Tetanus Elimination: Field Guide. Washington; 2005.
26. Ku LC, Boggess KA, Cohen-Wolkowiez M. Bacterial meningitis in infants. Clin Perinatol. 2015 Mar;42(1):29–45, vii–viii. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25677995
27. Centers for Disease Control and Prevention. Tetanus. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Disease. 2015. https://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/tetanus.html

Epidemiologi Tetanus Neonatorum
Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibuat 03 April 2021, 09:31
Penanganan apa yang dapat diberikan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama untuk kasus tetanus neonatorum
Oleh: Anonymous
0 Balasan
Alo dokter. Izin bertanya untuk penanganan tetanus neonatorum di FKTP apakah bisa menggunakan diazepam apabila di FKTP tidak ada Phrnobarbital?Dan adakah...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.