Pendahuluan Tuberkulosis Paru pada Anak
Manifestasi klinis dan radiografi tuberkulosis paru pada anak kurang spesifik dibandingkan dewasa, dan sering dibingungkan dengan pneumonia bakterial. Gambaran klinis tuberkulosis paru pada anak bervariasi dan seringkali berhubungan dengan usia awitan penyakit. Oleh karenanya, tuberkulosis paru perlu dicurigai pada anak yang menunjukkan gejala dan memiliki riwayat paparan terhadap tuberkulosis di lingkungan rumah.
Di Indonesia, angka kejadian tuberkulosis masih tinggi dan pasien anak menyumbang 9,3% kasus. Kematian akibat tuberkulosis pada anak mayoritas terjadi pada anak yang tidak mendapat obat antituberkulosis. Beberapa faktor yang meningkatkan risiko mortalitas pada anak antara lain usia di bawah 5 tahun, seropositif HIV, dan kepatuhan yang buruk terhadap terapi.
Pasien anak, terutama yang berusia kurang dari 5 tahun, umumnya mengalami manifestasi tuberkulosis pada multiorgan. Selain itu, sampel biasanya pausibasilar dan hasil apusan atau kultur sering negatif. Sementara itu, pada pasien dewasa tuberkulosis paru biasanya muncul dengan gejala klasik demam, keringat malam, dan penurunan berat badan; serta sampel dahak umumnya positif pada pewarnaan basil tahan asam (BTA) atau kultur.[1-4]
Gambaran klinis yang mengindikasikan infeksi tuberkulosis pada anak mencakup riwayat penurunan berat badan atau gagal tumbuh, batuk yang tidak kunjung sembuh dalam lebih dari 3 minggu, dan demam berkepanjangan selama setidaknya 2 minggu. Pada anak yang lebih besar, biasanya dapat ditemukan fokus parenkim paru berukuran kecil dan pembesaran nodus intratoraks regional, terutama di hilus dan mediastinum.[3,4]
Pemeriksaan penunjang pilihan pada anak bukanlah pemeriksaan sputum, melainkan uji tuberkulin atau tes Mantoux. Tes Mantoux dilakukan dengan menyuntikkan larutan tuberkulin di intrakutan. Hasil dibaca antara 48 hingga 72 jam setelah penyuntikan. Jika timbul benjolan pada bekas suntikan dengan ukuran lebih dari 10 mm, tes dikatakan positif.
Pemeriksaan lain yang dapat membantu diagnosis tuberkulosis paru pada anak adalah rontgen toraks. Pemeriksaan ini dapat memperkuat dugaan ke arah tuberkulosis, namun tidak bisa digunakan secara tunggal dalam penegakan diagnosis pada pasien anak. Selain itu, sistem skoring juga bisa digunakan untuk membantu mencegah under dan overdiagnosis.[1,4]
Tata laksana tuberkulosis paru pada anak dilakukan dengan pemberian obat antituberkulosis (OAT) dan obat simptomatik yang disesuaikan dengan kondisi anak. Kemungkinan resistensi terhadap OAT perlu dicurigai pada anak yang tidak menunjukkan respon klinis adekuat. Selain OAT, dapat diberikan tata laksana nonfarmakologi berupa perbaikan nutrisi pada anak yang mengalami malnutrisi.
Pencegahan tuberkulosis pada anak dapat dilakukan dengan vaksin BCG atau Bacillus Calmette–Guérin. Vaksin BCG dapat diberikan pada bayi usia 0 hingga 2 bulan. Untuk anak berusia kurang dari 5 tahun yang memiliki kontak namun tidak sakit tuberkulosis, pengobatan pencegahan dengan isoniazid ditujukan dapat diberikan.[5]