Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Amebiasis general_alomedika 2024-02-22T11:18:41+07:00 2024-02-22T11:18:41+07:00
Amebiasis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan
  • Panduan E-Prescription Alomedika

Diagnosis Amebiasis

Oleh :
dr.Shofa Nisrina Luthfiyani
Share To Social Media:

Diagnosis amebiasis, dikenal juga sebagai amubiasis, amoebiasis, atau disentri ameba, ditegakkan dengan menemukan parasit Entamoeba histolytica pada feses maupun jaringan lain. Anamnesis dan pemeriksaan fisik berfungsi untuk menyingkirkan penyebab diare yang lain.[2,3,8]

Anamnesis

Infeksi E. histolytica biasanya bersifat asimtomatik sehingga tidak ditemukan gejala pada pasien.[2,3]

Keluhan Gastrointestinal

Infeksi E. histolytica yang melibatkan gastrointestinal seperti pada amebiasis kolitis dapat menunjukkan gejala seperti diare berair atau berdarah, feses mukoid, nyeri perut, konstipasi, tenesmus, demam, mual, anoreksia, dan penurunan berat badan. Diare yang terjadi biasanya tidak lebih dari 4–5 minggu.[2,3,8]

Gejala ini dapat terjadi secara akut maupun gradual. Lokasi kolitis biasanya hanya terjadi pada kolon asendens atau sekum. Pada anak, dapat ditemukan pendarahan pada rektum tanpa disertai diare.[3,16]

Faktor Risiko

Selain menggali gejala, anamnesis terhadap faktor risiko juga perlu dilakukan, termasuk faktor risiko seksual seperti kontak oral-anal.[2]

Anamnesis terkait Derajat Keparahan Penyakit

Infeksi oleh E. histolytica dapat terjadi secara fulminan dan menghasilkan area nekrotik yang luas, disertai perforasi usus, peritonitis, atau toksik megakolon. Toksik megakolon biasanya terjadi pada pasien yang menggunakan loperamid dalam jumlah banyak.[16]

Pada infeksi fulminan, pasien biasanya tampak toksik, yaitu demam tinggi, gejala syok, dan peritonitis. Jika tidak ditangani segera,  maka 40‒89% kasus akan berakibat fatal.[17]

Amebiasis hepar menunjukkan gejala pada 80% kasus. Gejala yang timbul adalah nyeri pada kuadran kanan atas, demam, menggigil, rigor, diaforesis, mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. Gejala diare atau keluhan gastrointestinal lain dapat ditemukan pada 10–35% kasus.[2,3,8]

Pasien yang sudah memiliki komplikasi pulmonal dapat menunjukkan gejala batuk, sesak napas, nyeri pleuritik, dan nyeri di daerah bahu akibat iritasi atau perforasi diafragma.[8]

Pemeriksaan Fisik

Pada pasien asimtomatik, pemeriksaan fisik secara umum menunjukkan hasil yang normal. Pada pasien kolitis, pemeriksaan fisik umum menunjukkan demam, takikardi, dan hipotensi.[2,3]

Pemeriksaan fisik setiap sistem organ dilakukan untuk mengonfirmasi anamnesis. Pemeriksaan abdomen dapat ditemukan nyeri tekan dan nyeri lepas pada iritasi peritoneum atau ruptur intestinal. Hepatomegali biasanya terjadi pada pasien amebiasis hepar, sedangkan bising usus yang menghilang biasanya mengindikasikan abses hepar yang ruptur.[3,8]

Jika terdapat komplikasi pada paru, pemeriksaan pada paru dapat menunjukkan adanya suara napas ronkhi dan perkusi redup, terutama di bagian basal kanan. Adanya pleural rub atau pericardial rub pada saat auskultasi menandakan bahwa abses pada hepar yang ruptur dan menempati struktur mediastinum.[3,8]

Diagnosis Banding

Penyebab diare berdarah lainnya adalah:

  • Nontifoid-salmonellosis, Campylobacter enterokolitis, Yersinia enterokolitis

  • Infeksi Clostridium difficile, coli enterohemorrhagic, shigella dan Enteroinvasive Escherichia coli (EIEC) yang menyebabkan disentri basiler

  • Infeksi parasit oleh Schistosoma mansoni atau balantidiasis
  • Infeksi virus oleh Cytomegalovirus

  • Penyebab noninfeksi, seperti inflammatory bowel disease (IBD) dan kolitis iskemik[2,8]

Membedakan Amebiasis dengan Inflammatory Bowel Disease

Inflammatory bowel disease (IBD) memiliki gejala yang sama dengan amebiasis sehingga sulit untuk membedakan keduanya meski telah menggunakan pencitraan, marker inflamasi, atau endoskopi. Pada pemeriksaan endoskopi, keduanya menunjukkan gambaran yang serupa yaitu ulserasi difus dengan usus yang tampak rapuh.[16]

Adanya jaringan granulasi pada lumen kolon atau ameboma dapat menyerupai karsinoma, tuberkulosis, atau massa apendiks. Untuk itu, penting untuk melakukan pemeriksaan feses untuk membedakan keduanya.[2]

Diagnosis Banding Amebiasis Hepar

Pada kasus amebiasis hepar, diagnosis banding yang perlu disingkirkan adalah abses piogenik, tuberkulosis, kista echinococcus, dan tumor primer atau metastasis. Secara klinis, amebiasis hepar dan abses piogenik pada hepar sulit dibedakan. Keduanya dapat dibedakan melalui aspirasi abses hepar.[2,18]

Kista ekinokokus dapat dibedakan melalui pencitraan, di mana kista akan menunjukkan gambaran kantung cairan multipel dan tidak memiliki penyangatan di sekelilingnya. Pada amebiasis hepar, juga tidak ditemukan eosinofilia perifer, seperti pada kista ekinokokus.[18]

Pemeriksaan Penunjang

Untuk menegakkan diagnosis amebiasis intestinal, beberapa pemeriksaan dapat dilakukan, yaitu pemeriksaan feses, antigen, kultur, PCR, radiologi, laboratorium darah, biopsi dan patologi, serta kolonoskopi.

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan yang paling mudah adalah pemeriksaan feses. Sampel feses yang diambil merupakan feses segar dan idealnya diambil 3 kali pada 3 hari yang berbeda, tetapi tidak lebih dari 10 hari. Hal ini karena kista dikeluarkan secara intermiten, sehingga dapat terlewat jika hanya menggunakan satu sampel.[1,2,8]

Dengan teknik yang tepat deteksi amebiasis melalui pemeriksaan ini menjadi 85–95%. Secara umum, sensitivitas pemeriksaan dengan mikroskop hanya 60%. Pemeriksaan feses dengan mikroskop dapat menunjukkan trofozoit atau kista, tetapi tidak dapat membedakan antara E. histolytica dengan spesies Entamoeba non patogenik yang lain, seperti E. dispar, E. moshkovskii, dan E. bangladeshi.[1,2,8]

Selain itu, hasil positif palsu sering ditemukan akibat salah identifikasi makrofag sebagai trofozoit atau sel polimorfonuklear sebagai kista. Kista memiliki 4 nukleus dan berdiameter 12–15 μm, sementara trofozoit memiliki satu nukleus dan berdiameter 15–20 μm.[1,2,8,18]

Pemeriksaan feses langsung dengan cairan salin memiliki sensitivitas rendah (<10%), dan harus dilakukan pada feses segar. Pasien asimtomatik biasanya menunjukkan gambaran trofozoit saja, sedangkan pasien dengan disentri akut dapat menunjukkan trofozoit dengan eritrosit di dalamnya. Selain itu, heme dan leukosit juga dapat ditemukan, walaupun darah tidak tampak secara kasat mata.[1,2,8]

Pemeriksaan mikroskop dengan teknik konsentrasi dan pewarnaan memiliki sensitivitas yang lebih baik dan tidak harus segera langsung dilakukan apabila preparat telah difiksasi. Fiksasi diberikan untuk mencegah degradasi morfologi parasit.[1,2,8]

Pemeriksaan Antigen, Kultur, dan PCR

Untuk membedakan Entamoeba patogen dan nonpatogen, pemeriksaan lain seperti deteksi antigen, kultur, atau PCR dapat digunakan. Pemeriksaan antigen dapat dilakukan dengan cepat dan spesifik untuk E. histolytica tetapi tidak tersedia secara luas dan tidak semua jenis tes antigen dapat membedakan antara spesies patogen dan non-patogen.[1,2,8]

Kultur merupakan standar baku untuk mendiagnosis amebiasis, tetapi teknik membutuhkan banyak waktu sehingga tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan PCR memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi namun lebih sering digunakan dapat penelitian dibandingkan praktik klinis.[1,2,8]

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi biasanya digunakan pada kasus amebiasis hepar. Pemeriksaan ultrasonografi hepar dapat menemukan adanya area hipoekoik tunggal atau multipel dengan tepi bulat. Pemeriksaan ini memiliki nilai prediktif positif 85‒100%.[3]

Pemeriksaan CT dan MRI juga dapat digunakan untuk mendeteksi abses yang berukuran kecil dan menghasilkan gambaran yang lebih baik. Pemeriksaan CT dengan kontras memiliki nilai prediksi positif sampai 95%. Gambaran yang muncul biasanya berupa massa soliter atau multipel dan sering kali ditemukan pada lobus kanan.[3]

Pemeriksaan dengan gallium dapat membedakan antara abses amebik dan abses bakterial. Abses amebik biasanya tampak berwarna biru pada hasil scan (cold spot), sementara abses bakterial berwarna merah (hot spot).[3]

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah rutin biasanya menunjukkan leukositosis dengan neutrofilia tetapi tanpa eosinofilia. Juga ditemukan anemia ringan, dan peningkatan kadar alkali fosfatase, SGOT (serum glutamic oxaloacetic transaminase), SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase), bilirubin, serta laju endap darah.[2,3,8]

Pemeriksaan serologi dapat dilakukan untuk mendeteksi antibodi IgM atau IgG. Akan tetapi, pemeriksaan ini memiliki nilai yang lebih baik jika dilakukan pada daerah dengan prevalensi yang rendah. Pada awal terjadinya penyakit, pemeriksaan serologi dapat menunjukkan hasil negatif palsu. Imunoglobulin membutuhkan waktu 7–10 hari sampai terdeteksi di darah. Pasien dengan amebiasis hepar akan menunjukkan kadar antibodi yang tinggi.[2,8]

Biopsi dan Patologi

Biopsi intestinal pada daerah ulkus dapat menunjukkan gambaran trofozoit. Pemeriksaan aspirasi cairan abses juga dapat digunakan untuk menegakkan amebiasis hepar. Secara kasat mata, cairan abses hepar amebik berwarna kecoklatan dan disebut sebagai anchovy paste. Aspirat ini mengandung hepatosit yang mengalami nekrosis dan dapat digunakan sebagai sampel deteksi antigen.[2]

Pemeriksaan biopsi dapat menunjukkan gambaran trofozoit di tepi ulkus atau di dalam jaringan. Pemeriksaan ini menggunakan pewarnaan asam-Schiff atau imunoperoksidase dengan antibodi spesifik E. histolytica.[18]

Pemeriksaan Kolonoskopi

Kolonoskopi pada kolitis amebik dapat menunjukkan adanya lesi pada sekum, lesi multipel, eksudat, atau erosi. Temuan ini memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang berbeda-beda. Lesi multipel memiliki sensitivitas paling tinggi yaitu 96% sedangkan adanya eksudat memiliki spesifisitas tertinggi yaitu 74%.[1,2,8]

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi

1. Centers for Disease Control and Prevention. Roy SL. Chapter 3: Infectious Diseases Related to Travel Amebiasis. In: Brunette GW, ed. CDC Health Information for International Travel; 2016. New York, NY: Oxford University Press, 2016
2. Zulfiqar H, Mathew G, Horrall S. Amebiasis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519535/
3. Carrero JC, Reyes-López M, et al.. Intestinal amoebiasis: 160 years of its first detection and still remains as a health problem in developing countries. Int J Med Microbiol. 2020 Jan;310(1):151358. doi: 10.1016/j.ijmm.2019.151358. Epub 2019 Sep 19. PMID: 31587966.
8. Dhawan VK. Amebiasis. Medscape. April 2022. https://emedicine.medscape.com/article/212029-overview
16. Shirley DA, Moonah S. Fulminant amebic colitis after corticosteroid therapy: a systematic review. PLoS Negl Trop Dis 2016; 10:e0004879
18. Shirley DT, Farr L, Watanabe K, Moonah S. A review of the global burden, New current therapeutics for amebiases. Amebiases Review.2018:1-9

Epidemiologi Amebiasis
Penatalaksanaan Amebiasis

Artikel Terkait

  • Pedoman Penanganan Gastroenteritis dari IDSA 2017 dan Penerapannya di Indonesia
    Pedoman Penanganan Gastroenteritis dari IDSA 2017 dan Penerapannya di Indonesia
  • Gastroenteritis Akut pada Anak – Panduan E-Prescription Alomedika
    Gastroenteritis Akut pada Anak – Panduan E-Prescription Alomedika
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 22 jam yang lalu
Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau Aquabides berapa ml ya dok ?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Maaf dok, izin bertanya bila ada pasien gonore. Lalu mau diberikan Injeksk Ceftriaxon.  Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau...
Anonymous
Dibalas 2 jam yang lalu
Salbutamol dan metilprednisolon tablet
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin bertanya ada pasien bumil minum salbutamol hanya 3 tablet berturut-turut dan metilprednisolon 4mg 1 tablet saat asthmanya kambuh. Pasien UK...
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.