Pendahuluan Gangguan Obsesif Kompulsif
Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan mental yang ditandai oleh adanya pikiran intrusif berulang (obsesi) dan tindakan mental atau perilaku yang menyertai pikiran-pikiran tersebut (kompulsi). Beberapa pasien mungkin hanya mengalami obsesi atau kompulsi saja, namun sebagian besar pasien mengalami keduanya. Prevalensi seumur hidup dari gangguan obsesif kompulsif adalah 1,5% pada wanita dan 1% pada lelaki. Di Indonesia, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini underdiagnosed karena banyaknya miskonsepsi.[1]
Dalam DSM V, gangguan obsesif kompulsif diklasifikasikan dalam satu kelompok dengan gangguan dismorfik tubuh (body dysmorphic), gangguan hoarding, trikotilomania, ekskoriasi, dan perilaku obsesif kompulsif lainnya. Kelompok diagnosis ini ditandai dengan hendaya dalam mengendalikan impuls. [2] Dalam ICD X, gangguan obsesif kompulsif masuk dalam kelompok gangguan cemas.[3]
Gangguan obsesif kompulsif biasanya memiliki awitan lebih awal dan banyak ditemukan pada anak dan remaja. Faktor risiko paling besar untuk gangguan ini adalah faktor genetik, riwayat kekerasan fisik dan seksual, serta riwayat pengalaman traumatik di masa kecil.[2]
Bila ditangani dengan baik, gangguan obsesif kompulsif dapat dikendalikan dan gangguan terhadap fungsi sehari-hari bisa diminimalisir. Namun bila tidak ditangani, gangguan ini dapat berlangsung secara kronik.[2,4]
Terapi untuk gangguan obsesif kompulsif menggunakan kombinasi farmakoterapi dengan obat antidepresan golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) dan psikoterapi cognitive behavioral therapy (CBT) dengan teknik Exposure and Response Prevention (ERP).[1]