Edukasi dan Promosi Kesehatan Gangguan Obsesif Kompulsif
Edukasi pasien untuk gangguan obsesif kompulsif difokuskan pada psikoedukasi untuk mengurangi tingkat gangguan fungsi. Keluarga perlu diedukasi mengenai peningkatan risiko pemikiran dan perilaku bunuh diri, sehingga pemantauan oleh keluarga dapat dilakukan sebagai tindakan pencegahan.
Edukasi Pasien dan Keluarga
Pasien perlu mendapatkan edukasi mengenai penyakit dan terapi yang bisa didapatkan. Pasien diterangkan mengenai obsesi dan kompulsi, serta bantu pasien untuk mengenali tingkat disfungsi yang terjadi akibat gangguannya. Pasien juga perlu mendapatkan edukasi mengenai lambatnya respon terapi untuk gangguan obsesif kompulsif. Klinisi harus menyampaikan hal ini dan mendorong pasien untuk tetap mengikuti terapi pada tahap awal penatalaksanaan.[1,5,8]
Selain pada pasien, edukasi juga perlu diberikan kepada keluarga. Hal ini karena biasanya keluarga terlibat dalam gejala-gejala yang dialami pasien, terutama dalam kompulsi yang dilakukan. Sebaliknya, pasien sering menjadi agresif terhadap keluarganya ketika tidak mendapatkan kesempatan untuk melakukan kompulsi. Keluarga perlu mendapatkan edukasi mengenai apa yang harus dilakukan ketika pasien melakukan kompulsi, memotivasi pasien untuk menahan kompulsi, dan membantu distraksi.[4,11]
Di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, perhatikan adanya banyak miskonsepsi dan berbagai perbedaan kultur saat melakukan edukasi terhadap keluarga pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Keluarga mungkin lebih cenderung menyalahkan pasien atas kondisi yang dideritanya karena menganggap obsesi dan kompulsi yang dialami sebagai bagian dari kepribadian pasien, bukan gangguan psikiatri. Kesadaran akan gangguan obsesif kompulsif perlu ditingkatkan agar keluarga mampu membantu dan mendorong pasien mencari pertolongan medis, bukannya beralih pada pengobatan alternatif.[18]
Gangguan Obsesif Kompulsif dan Risiko Bunuh Diri
Gangguan obsesif kompulsif telah dihubungkan dengan peningkatan pemikiran dan perilaku bunuh diri, terutama pada pasien yang memiliki komorbiditas seperti gangguan kepribadian dan penyalahgunaan obat. Pasien dengan gangguan obsesif kompulsif juga dilaporkan memiliki kecenderungan untuk melakukan percobaan bunuh diri. Riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya adalah prediktor kematian akibat bunuh diri. Minta kerjasama keluarga untuk mendeteksi risiko bunuh diri pada pasien dan lakukan pendekatan medis yang sesuai.[14-16]
Upaya Pencegahan
Tidak ada metode pencegahan untuk gangguan obsesif kompulsif. Upaya pencegahan terutama ditujukan untuk mencegah relaps karena meskipun ada manajemen yang efektif, sebagian pasien hanya mengalami remisi parsial. Metode yang paling efektif adalah edukasi pada pasien dan keluarga untuk mampu mengidentifikasi stressor, situasi, atau paparan yang berpotensi memicu kecemasan dan menimbulkan relaps obsesi. Pasien diminta membuat daftar hal-hal ini dan belajar mengenalinya, sehingga pasien bisa mengembangkan strategi untuk menghadapi atau mengantisipasi stressor tersebut dan meminimalkan kecemasan yang timbul.
Upaya pencegahan juga dapat dilakukan dengan mengeliminasi faktor risiko, seperti kekerasan fisik dan seksual, serta pengalaman traumatik di masa kecil. Hal ini terutama penting pada keluarga yang memiliki predisposisi genetik gangguan obsesif kompulsif.[10]