Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Gangguan Tidur general_alomedika 2023-01-26T13:46:36+07:00 2023-01-26T13:46:36+07:00
Gangguan Tidur
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Gangguan Tidur

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Diagnosis gangguan tidur perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan kesulitan memulai tidur, gangguan pada pola tidur, ataupun keluhan lain yang dialami terkait tidur. Untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah menyingkirkan kemungkinan adanya gangguan psikiatri lain yang menyebabkan gangguan tidur. Kemudian, perlu dilakukan pemeriksaan untuk memastikan presentasi klinis gangguan tidur yang dialami pasien.[1,2]

Anamnesis

Anamnesis untuk gangguan tidur mencakup riwayat dan presentasi klinis gangguan tidur secara detail. Contohnya adalah keluhan sulit tertidur, mudah terbangun, atau mengantuk di siang hari. Tanyakan juga pola dan kebiasaan tidur, pola aktivitas dan pekerjaan, keluhan penyakit fisik, dan daftar obat yang pernah atau sedang dikonsumsi.[1,11]

Secara detail, riwayat tidur yang perlu ditanyakan adalah mengenai jumlah dan jam tidur, kebiasaan tidur normal, kualitas tidur yang dirasakan, dan fungsi sehari-hari. Tanyakan pula riwayat pribadi yang mencakup konsumsi nikotin, kafein, atau alkohol.[11]

Selain itu, untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur juga perlu ditanyakan apakah terdapat gangguan pada fungsi sehari-hari. Gangguan ini bisa berupa gejala-gejala seperti fatigue, mengantuk, gangguan konsentrasi, peningkatan risiko mengalami kecelakaan, agresi, motivasi yang turun, atau penurunan energi untuk beraktivitas. Perlu juga dipastikan bahwa pasien mempunyai cukup waktu dan kesempatan untuk tidur.[1,2]

Anamnesis juga perlu menggali adanya penyakit psikiatri yang mendasari gangguan tidur, misalnya schizophrenia dan depresi. Penting untuk melihat kecenderungan pasien melukai diri sendiri atau orang lain, dan juga menggali adanya gejala psikosis.

Selain informasi dari pasien, perlu juga didapatkan informasi dari pasangan yang tidur bersama pasien. Hal ini penting untuk mengkonfirmasi kondisi ketika pasien tertidur. Informasi yang perlu didapatkan dari pasangan adalah apakah ada mengorok, riwayat gangguan napas ketika tidur, dan perilaku atau gerakan tidak wajar ketika tidur.[1,11]

Pemeriksaan fisik

Tidak ada pemeriksaan fisik spesifik untuk gangguan tidur. Namun, pada pasien dengan gangguan jalan napas ketika tidur atau pada pasien yang mengorok, maka mungkin perlu diperiksa indeks massa tubuh untuk melihat adanya kelebihan berat badan. Lakukan pula pemeriksaan leher dan tenggorokan untuk menilai lingkar leher, ukuran tonsil, ukuran lidah, ukuran uvula, dan bentuk palatum. Evaluasi juga adanya abnormalitas fasial.[11]

Diagnosis Banding

Gangguan tidur adalah gejala yang relatif sering ditemukan pada berbagai gangguan mental dan bisa menjadi penyerta berbagai gangguan fisik.[1,20]

Gangguan Mental Lainnya

Masalah tidur, seperti insomnia, bisa menjadi gejala dari gangguan mental lainnya. Oleh karenanya, penting untuk menyingkirkan diagnosis banding gangguan mental lain, seperti post traumatic stress disorder, depresi, gangguan bipolar, schizophrenia, dan penyalahgunaan zat. Adanya gejala selain masalah pada tidur, misalnya halusinasi dan delusi, menandakan adanya penyakit mental lain yang mendasari keluhan tidur.[1,20]

Gangguan Fisik

Masalah tidur juga bisa muncul akibat adanya penyakit fisik, seperti sesak napas akibat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) atau gagal jantung kongestif. Tidur yang tidak adekuat juga bisa ditimbulkan oleh kondisi medis lain, misalnya kehamilan, stroke, penyakit ginjal kronis, dan gagal hepar.[1,20]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan meliputi membuat diari tidur dan polysomnography.

Diari Tidur

Pemeriksaan penunjang yang digunakan pada pasien dengan gangguan tidur adalah diari tidur (sleep diary). Pasien diminta untuk membuat catatan mengenai keluhan tidur yang dialami. Pasien diminta menggambarkan secara detail tentang tidurnya, termasuk jam tidur, latensi sebelum onset tidur, berapa kali terbangun, durasi periode terbangun, dan tidur siang.[1,9]

Polysomnography (PSG)

Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis gangguan tidur adalah polysomnography (PSG). Pemeriksaan ini menggunakan berbagai sensor untuk memonitor parameter fisiologis ketika pasien tidur, yang mencakup gelombang otak, upaya pernapasan, aliran udara, tahapan tidur, elektrokardiografi, pergerakan otot ekstremitas dan bola mata, serta posisi badan. Parameter-parameter ini kemudian digunakan untuk menentukan karakteristik tahapan tidur pasien.[1,5]

Actigraphy

Actigraphy adalah sebuah alat yang dikenakan di lengan pasien untuk mendeteksi adanya Gerakan. Gerakan ekstremitas harusnya sangat minimal ketika dalam keadaan tidur dibandingkan ketika bangun. Alat ini bisa digunakan untuk menilai adalah gangguan irama sirkadian.[1,9]

Multiple Sleep Latency Test (MSLT)

MSLT adalah pemeriksaan untuk melihat latensi waktu tidur atau kecepatan pasien jatuh tertidur pada situasi yang tenang dan jumlah tidur REM (sleep onset REM periods/ SOREMP).

SOREMP bisa dilihat dari latensi tidur REM yang kurang dari 15 menit. Hasil temuan MSLT dipengaruhi oleh umur, jadwal kerja, kekurangan tidur, dan obat. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada pasien dengan kecenderungan mudah untuk tertidur, misalnya narkolepsi atau hipersomnia.[2,17]

Pada siklus tidur normal, orang membutuhkan waktu 60-90 menit untuk masuk tidur REM dan merupakan bagian dari siklus tidur dimana seseorang bermimpi. Pada narkolepsi, waktu masuk ke tidur REM kurang dari 15 menit.[3,18]

Instrumen untuk Gangguan Tidur

Instrumen yang sering digunakan untuk menilai gangguan tidur adalah Epworth sleepiness scale (ESS) yang digunakan untuk menilai mengantuk pada pasien, terutama pasien hipersomnia atau narkolepsi. Instrumen lain adalah Insomnia Severity Index (ISI) yang digunakan untuk mengidentifikasi dan memonitor keparahan insomnia, dan Fatigue severity scale (FSS) yang digunakan untuk membedakan antara mengantuk dan fatigue.[1,9]

Kadar Hipokretin

Pemeriksaan penunjang yang penting untuk membedakan hipersomnia dan narkolepsi adalah pemeriksaan kadar hipokretin.[19]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Insomnia

Kriteria diagnostik insomnia mencakup:

  1. Predominasi keluhan ketidakpuasan dengan kualitas dan kuantitas tidur, berhubungan dengan salah satu (atau lebih) gejala-gejala berikut: (1) Kesulitan untuk memulai tidur, (2) Kesulitan untuk mempertahankan tidur, yang ditandai dengan sering terjaga atau sulit kembali tidur setelah terjaga, (3)Terbangun pada dini hari dan tidak bisa kembali tidur
  2. Gangguan tidur menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik, perilaku, atau area fungsi lainnya
  3. Kesulitan tidur dialami setidaknya 3 kali seminggu
  4. Kesulitan tidur dialami selama setidaknya 3 bulan
  5. Kesulitan tidur dialami meskipun mempunyai kesempatan yang cukup untuk tidur
  6. Insomnia yang terjadi tidak bisa dijelaskan dan tidak muncul selama gangguan tidur lainnya
  7. Insomnia yang terjadi bukan akibat fisiologis dari penggunaan zat
  8. Adanya gangguan psikiatri atau medis komorbid tidak bisa menerangkan predominasi keluhan insomnia[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Hipersomnia

Kriteria diagnostik hipersomnia mencakup:

  1. Keluhan mengantuk yang berlebihan meskipun mempunyai waktu tidur setidaknya selama 7 jam, yang disertai dengan setidaknya satu dari gejala-gejala berikut: (1) Periode tidur atau ketiduran yang berulang dalam hari yang sama, (2) Waktu tidur yang lebih dari 9 jam sehari tapi tidak menyegarkan (non-restoratif), (3) Kesulitan untuk terjaga penuh setelah mendadak bangun
  2. Episode hipersomnolens berlangsung setidaknya 3 kali seminggu, selama setidaknya 3 bulan
  3. Episode hipersomnolens disertai dengan distress yang signifikan atau gangguan kognitif, sosial, pekerjaan, atau area fungsi lainnya
  4. Episode hipersomnolens tidak bisa dijelaskan atau tidak hanya timbul selama episode gangguan tidur lainnya
  5. Episode hipersomnolens bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat penggunaan zat
  6. Adanya gangguan psikiatri atau medis komorbid tidak bisa menerangkan predominasi keluhan hipersomnolens[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Narkolepsi

Kriteria diagnostik narkolepsi mencakup periode tidak tertahankan untuk tidur, ketiduran, atau tidur siang yang timbul dalam hari yang sama. Hal ini terjadi setidaknya 3 kali seminggu selama setidaknya 3 bulan, disertai dengan setidaknya 1 hal-hal berikut:

  1. Episode katapleksi yang terjadi setidaknya beberapa kali dalam sebulan yang berupa: (a) Pada individu dengan sakit yang telah lama, episode singkat kehilangan tonus otot yang tiba-tiba, dengan masih mempertahankan kesadaran, yang dipicu oleh tertawa atau bercanda; (b) Pada individu atau anak dengan onset kurang dari 6 bulan, menyeringai mendadak atau episode mulut terbuka dengan lidah keluar atau hipotonia global, tanpa pemicu emosional yang jelas
  2. Defisiensi hipokretin dalam cairan serebrospinal (< 110 pg/nL)
  3. Hasil pemeriksaan polisomnografi malam hari menunjukkan latensi tidur rapid eye movement (REM) < 15 menit, atau tes latensi tidur menunjukkan rata-rata latensi tidur < 8 menit dan 2 atau lebih onset tidur REM

Kriteria Diagnostik DSM-5 Obstructive Sleep Apnea Hypopnea

Diagnosis obstructive sleep apnea hypopnea dapat ditegakkan jika pasien memenuhi kriteria 1 atau 2 berikut:

  1. Bukti berdasarkan pemeriksaan polisomnografi terdapat setidaknya 5 apnea obstruktif atau hypopnea per jam tidur atau gejala-gejala tidur berikut: (a) Gangguan bernapas malam hari: mengorok, sesak napas, atau henti napas ketika tidur; (b)  Mengantuk, fatigue pada siang hari, atau tidur yang tidak menyegarkan meskipun jumlahnya cukup yang tidak bisa dijelaskan oleh adanya gangguan psikiatri lainnya (termasuk gangguan tidur) atau kondisi medis lainnya
  2. Bukti berdasarkan pemeriksaan polisomnografi menunjukkan adanya 15 atau lebih apnea obstruktif dan/atau hypopnea[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Central Sleep Apnea

Kriteria diagnosis untuk central sleep apnea adalah:

  1. Bukti adanya lima atau lebih apnea sentral berdasarkan hasil pemeriksaan polisomnografi
  2. Gangguan ini tidak bisa dijelaskan oleh adanya gangguan tidur lainnya.[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Obstructive Sleep Related Hypoventilation

Kriteria diagnosis untuk sleep related hypoventilation adalah

  1. Hasil pemeriksaan polisomnografi menunjukkan adanya episode penurunan respirasi yang berhubungan dengan peningkatan kadar CO2. Bila tidak ada pengukuran CO2, maka bisa ditunjukkan dengan penurunan saturasi oksigen yang persisten dan tidak berhubungan dengan periode apnea/hypopnea
  2. Gangguan ini tidak bisa dijelaskan oleh adanya gangguan tidur lainnya.[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Circadian Rhythm Sleep-Wake Disorder

Kriteria diagnosis untuk circadian rhythm sleep wake disorder atau gangguan irama sirkadian adalah:

  1. Pola gangguan tidur yang persisten atau berulang yang umumnya karena perubahan irama sirkadian atau ketidaksesuaian irama sirkadian endogen dengan jadwal tidur-terjaga yang dibutuhkan oleh lingkungan fisik, sosial, atau professional
  2. Gangguan tidur menyebabkan mengantuk berlebihan dan/atau insomnia
  3. Gangguan tidur menyebabkan distress yang signifikan secara klinis atau gangguan fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lainnya[2]

Delayed Sleep Phase Type

Tipe ini ditandai dengan gangguan fase tidur yang tertunda ditegakkan berdasarkan riwayat penundaan awal periode tidur dalam hubungannya dengan waktu tidur-terjaga yang diinginkan (biasanya lebih dari 2 jam), yang menyebabkan insomnia dan mengantuk berat. Bila individu dengan gangguan ini dibiarkan membuat jadwal sendiri, biasanya mereka bisa tidur dengan baik. Gejala yang menonjol adalah kesulitan memulai tidur, sulit terbangun di pagi hari, dan mengantuk di siang hari.[2]

Advanced Sleep Phase Type

Gangguan fase tidur lebih awal ditandai dengan waktu tidur dan terjaga yang lebih awal dari yang diinginkan atau waktu konvensional/pada umumnya. Individu yang mengalami gangguan ini mempunyai waktu inisiasi tidur dan waktu bangun yang lebih awal (biasanya lebih dari 2 jam). Bila individu dengan gangguan ini dibiarkan membuat jadwal sendiri, biasanya mereka bisa tidur dengan baik.[2]

Irregular Sleep-Wake Type

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat gejala insomnia di malam hari (selama waktu tidur biasa) dan mengantuk berlebihan pada siang hari. Karakteristiknya adalah tidak adanya irama sirkadian yang bisa diidentifikasi. Tidak ditemukan adanya periode tidur yang utama, dan tidur biasanya terbagi-bagi menjadi setidaknya 3 fragmen dalam 24 jam.[2]

Non 24 Hour Sleep Wake Type

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat insomnia atau mengantuk berat yang berhubungan dengan sinkronisasi abnormal antara siklus terang-gelap 24 jam dengan irama sirkadian endogen. Gejala yang ditunjukkan biasanya berupa periode insomnia, mengantuk berat, atau keduanya, yang bergantian dengan periode asimtomatik yang singkat.

Fase tidur individu yang mengalami akan bergeser ke arah siang hari. Mulai dari fase asimtomatik, ketika fase tidur mulai bergeser dan tidak sinkron dengan siklus terang-gelap, pasien akan mengalami insomnia. Ketika fase tidur terus bergeser sampai siang hari, pasien akan sulit terjaga di siang hari dan mengeluhkan mengantuk berat.[2]

Shift Work Type

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat individu bekerja di luar jam kerja biasa (jam 8 pagi – 4 sore) secara reguler. Gejalanya berupa mengantuk berat di tempat kerja dan gangguan tidur ketika di rumah. Biasanya gejala akan mereda ketika individu yang mengalami kembali bekerja sesuai jam kerja yang biasa. Diagnosis ini juga berlaku untuk mereka yang secara teratur bepergian ke zona waktu yang berbeda.[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Non-Rapid Eye Movement Sleep Arousal Disorder

Kriteria diagnosis dari non-rapid eye movement sleep arousal disorder adalah:

  1. Episode terbangun dari tidur, biasanya pada sepertiga malam terakhir, yang diikuti dengan salah satu dari: (1) Tidur berjalan: episode bangun dari tempat tidur dan berjalan-jalan yang berulang. Selama episode tidur berjalan, individu mempunyai wajah kosong, pandangan mata kosong, relatif tidak merespon upaya orang lain untuk membangunkan atau mencoba berkomunikasi, dan sangat sulit dibangunkan; (2) Sleep terror: episode terbangun dari tidur akibat terror, biasanya diawali dengan teriakan panic. Terdapat ketakutan yang intens dan tanda-tanda arousal otonomik, seperti midriasis, takikardi, pernapasan cepat, dan berkeringat. Biasanya individu relatif tidak merespon upaya untuk menenangkan/membangunkan
  2. Tidak ada atau sedikit sekali gambaran mimpi yang diingat
  3. Ditemukan amnesia terhadap episode serangan
  4. Episode serangan menimbulkan distress yang signifikan atau gangguan kognitif, sosial, pekerjaan, atau area fungsi lainnya
  5. Episode serangan bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat penggunaan zat
  6. Adanya gangguan psikiatri atau medis komorbid tidak bisa menerangkan predominasi keluhan tidur berjalan atau sleep terror[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Nightmares

Kriteria diagnosis nightmares adalah:

  1. Kejadian berulang mimpi-mimpi yang panjang, sangat tidak menyenangkan, dan diingat dengan baik yang biasanya melibatkan upaya-upaya untuk menghindari ancaman terhadap survival, keamanan, atau integritas fisik, dan biasanya muncul pada paruh waktu kedua jam tidur

  1. Setelah terbangun, individu yang mengalami dengan cepat sadar dan terorientasi
  2. Gangguan tidur yang dialami menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan kognitif, sosial, pekerjaan, atau area fungsi lainnya
  3. Gejala mimpi buruk bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat penggunaan zat
  4. Adanya gangguan psikiatri atau medis komorbid tidak bisa menerangkan predominasi keluhan mimpi yang tidak menyenangkan[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Rapid Eye Movement (REM) Sleep Behavior Disorder

Kriteria diagnosis rapid eye movement sleep behavior disorder adalah:

  1. Episode terbangun dari tidur yang berulang dan berhubungan dengan vokalisasi dan/atau perilaku motorik kompleks
  2. Perilaku ini timbul selama tidur REM dan oleh karenanya mempunyai onset lebih dari 90 menit setelah mulai tidur. Episode gangguan lebih sering selama paruh waktu akhir dari jam tidur dan jarang terjadi pada tidur siang hari
  3. Setelah terbangun, biasanya individu yang mengalami akan sadar penuh, waspada, dan tidak mengalami konfusi atau disorientasi
  4. Salah satu dari gejala berikut: (1) Tidur REM tanpa adanya atonia berdasarkan pemeriksaan polisomnografi; (2) Riwayat yang menunjukkan adanya REM sleep behavior disorder dan adanya diagnosis synucleinopathy seperti penyakit Parkinson atau multiple system atrophy

  5. Gangguan ini menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan kognitif, sosial, pekerjaan, atau area fungsi lainnya
  6. Gangguan bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat penggunaan zat
  7. Adanya gangguan psikiatri atau medis komorbid tidak bisa menerangkan keluhan yang dialami[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Restless Legs Syndrome

Kriteria diagnosis restless legs syndrome adalah:

  1. Keinginan untuk menggerak-gerakkan kaki, biasanya diikuti atau sebagai respon dari perasaan tidak nyaman di kaki, yang ditandai oleh semua hal berikut: (1) Keinginan untuk menggerak-gerakkan kaki mulai muncul atau memberat ketika beristirahat atau inaktif; (2) Keinginan untuk menggerak-gerakkan kaki hilang secara parsial atau sempurna setelah menggerakkan kaki; (3)  Keinginan untuk menggerak-gerakkan kaki memberat pada sore atau malam hari bila dibandingkan dengan siang hari, atau hanya muncul di sore atau malam hari
  2. Gejala-gejala di atas muncul setidaknya 3 kali seminggu dan bertahan selama lebih dari 3 bulan
  3. Gejala-gejala di atas disertai dengan distress yang signifikan secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, pendidikan, akademik, perilaku, atau area fungsi lainnya
  4. Gejala-gejala di atas bukan disebabkan oleh gangguan psikiatri atau kondisi medis lain
  5. Gejala-gejala di atas bukan disebabkan oleh efek fisiologis akibat penggunaan zat[2]

Kriteria Diagnostik DSM-5 Gangguan Tidur Yang Diinduksi Oleh Penggunaan Zat

Kriteria diagnostik gangguan tidur yang diinduksi oleh penggunaan zat adalah:

  1. Gangguan tidur yang prominen dan berat
  2. Didapatkan bukti-bukti berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik, atau pemeriksaan laboratorium bahwa: (1) Gejala gangguan tidur timbul segera setelah intoksikasi zat atau setelah putus zat atau paparan obat; (2) Zat/obat yang terlibat bisa menimbulkan gangguan tidur
  3. Gangguan tidur yang ditemukan tidak bisa dijelaskan dengan gangguan selain akibat induksi zat. Keterlibatan gangguan tidur lain, selain akibat penggunaan zat, ditunjukkan oleh: Onset gejala mendahului paparan/penggunaan zat; gejala bertahan selama beberapa waktu yang substansial (misalnya 1 bulan) setelah penggunaan zat dihentikan; atau ada bukti lain yang menunjukkan adanya gangguan tidur yang tidak terkait dengan penggunaan zat (misalnya riwayat gangguan tidur berulang)
  4. Gangguan tidak hanya terjadi ketika terjadi delirium
  5. Gangguan menyebabkan distress yang signifikan atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi lainnya[2]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ

Referensi

1. Karna B, Sankari A, Tatikonda G. Sleep Disorder. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK560720/
2. APA. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.) TR (Text revision). Arlington VA: American Psychiatric Publishing; 2022.
5. Holder S, Narula NS. Common Sleep Disorders in Adults: Diagnosis and Management. American Family Physician 2022;105.
7. Falup‑Pecurariu C, Diaconu Ștefania, Țînț D, Falup‑Pecurariu O. Neurobiology of sleep (Review). Exp Ther Med 2021;21:272.
9. Kaur H, Spurling BC, Bollu PC. Chronic Insomnia. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526136/
11. Garg H. Sleep History Taking and Examination. International Journal of Head and Neck Surgery 2019;10:9–17. https://www.ijhns.com/doi/IJHNS/pdf/10.5005/jp-journals-10001-1363
17. Bassetti CLA, Adamantidis A, Burdakov D, Han F, Gay S, Kallweit U, et al. Narcolepsy — clinical spectrum, aetiopathophysiology, diagnosis and treatment. Nat Rev Neurol 2019;15:519–39.
18. NINDS. Narcolepsy Fact Sheet. National Institure of Neurological Disorders and Stroke, 2021. https://www.ninds.nih.gov/Disorders/Patient-Caregiver-Education/Fact-Sheets/Narcolepsy-Fact-Sheet
19. Anderson D. Narcolepsy: A clinical review. Journal of the American Academy of Physician Assistants 2021;34:20–5.
20. Attard KP, Adams RJ, Vakulin A, Reynolds AC. Sleep and Help Seeking Behaviours in Australia: A Narrative Review. OBM neurobiol 2019;3:1–1. https://www.lidsen.com/journals/neurobiology/neurobiology-03-02-029

Epidemiologi Gangguan Tidur
Penatalaksanaan Gangguan Tidur

Artikel Terkait

  • Studi Literatur - Bahaya Blue Light
    Studi Literatur - Bahaya Blue Light
  • Hindari Penghentian Diazepam secara Tiba-Tiba
    Hindari Penghentian Diazepam secara Tiba-Tiba
  • Olahraga sebagai Terapi untuk Insomnia
    Olahraga sebagai Terapi untuk Insomnia
  • Efektivitas dan Keamanan Obat Antidepresan untuk Insomnia
    Efektivitas dan Keamanan Obat Antidepresan untuk Insomnia
  • Perbandingan Lemborexant dengan Obat Insomnia Lain
    Perbandingan Lemborexant dengan Obat Insomnia Lain

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 01 Februari 2025, 08:46
Terapi insomnia dan ansietas pada pasien usia kerja
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo Dokter, mhn arahan dan step terapi mengenai pasien usia kerja 30-35 thn dg kecenderungan insomnia dan ansietas....jika mungkin ada gangguan psikotik,...
Anonymous
Dibalas 18 Desember 2024, 07:45
Terapi farmakologis untuk pasien insomnia
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dokter,Jika alprazolam atau lorazepam single msh blm memberikan efek yg dirasa maksimal utk pasien....terapi farmakologis apa lg yg bs kita berikan y...
Anonymous
Dibalas 17 Mei 2024, 21:56
Kesulitan tidur pada pasien survivor CKB
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Alo dokter,Mhn arahan utk pasien ini :Nama : Nn. JUsia : 31 thnStatus : singleOccupation : bukan passion diaNona ini pnya kesulitan tidur, overthinking,...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.