Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Inkontinensia Urine general_alomedika 2023-10-12T14:36:56+07:00 2023-10-12T14:36:56+07:00
Inkontinensia Urine
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Inkontinensia Urine

Oleh :
Josephine Darmawan
Share To Social Media:

Penatalaksanaan inkontinensia urine sangat tergantung pada jenis dan penyebab inkontinensia yang dialami. Penatalaksanaan etiologi merupakan hal yang pertama kali dilakukan karena pada beberapa kasus, inkontinensia urine dapat membaik ketika etiologi pendasarnya telah teratasi.

Apabila inkontinensia urine tetap terjadi setelah etiologi diatasi, pilihan terapi mencakup modalitas nonfarmakologi, farmakologi, dan pembedahan sesuai jenis inkontinensia urine. Tata laksana yang dapat dilakukan berdasarkan jenis inkontinensia antara lain:

  • Inkontinensia stres: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan
  • Inkontinensia urgensi: modifikasi diet dan gaya hidup, menurunkan berat badan, terapi perilaku, farmakoterapi, atau pembedahan
  • Inkontinensia luapan: kateterisasi intermiten, tata laksana sesuai etiologi, latihan otot pelvis
  • Inkontinensia campuran: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan, bladder training

  • Inkontinensia fungsional: tata laksana faktor etiologi yang mendasari

Perlu diingat bahwa tujuan utama tata laksana inkontinensia urine adalah mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien. Merujuk pasien inkontinensia urine ke dokter spesialis urologi atau bidang lain yang diperlukan juga merupakan komponen penting dalam tata laksana.[4,5,7,14,22,23]

Terapi Nonfarmakologi

Terapi nonfarmakologi seperti latihan otot kandung kemih, modifikasi gaya hidup, dan modifikasi diet merupakan tata laksana yang direkomendasikan. Selain itu, penggunaan produk-produk kebersihan, seperti popok dewasa ataupun absorben lain juga dapat membantu pasien inkontinensia dalam perawatan.[4,5,7,14,22,23]

Modifikasi Gaya Hidup

Mengurangi berat badan dapat bermanfaat pada pasien inkontinensia urine. Indeks massa tubuh >30 kg/m2 merupakan faktor risiko inkontinensia stres dan urgensi. Pasien inkontinensia juga sebaiknya berhenti merokok. Merokok >20 batang per hari dapat memperburuk gejala inkontinensia urine.[5,23]

Modifikasi Diet

Peran pengurangan konsumsi kafein (seperti kopi, teh, cokelat, dan soda) dalam tata laksana inkontinensia urine masih inkonklusif. Namun, beberapa ahli merekomendasi pasien untuk mengurangi kafein untuk memperbaiki gejala urgensi dan frekuensi.

Konsumsi diet tinggi serat dapat memperbaiki gejala konstipasi. Konstipasi juga bisa menjadi penyebab inkontinensia urine. Intervensi lain untuk mengatasi konstipasi juga dapat disarankan pada pasien inkontinensia urine.[5,23]

Latihan Otot Pelvis

Latihan otot pelvis dengan senam kegel dapat melatih kekuatan otot detrusor, sehingga dapat memperbaiki fungsi kontrol miksi dan mengurangi mobilitas uretra, khususnya pada pasien kandung kemih overaktif.[4,5,7,23]

Latihan Kandung Kemih atau Bladder Training

Pasien dilatih untuk ke toilet pada waktu yang telah ditentukan, misalnya setiap 1 atau 2 jam. Hal ini tetap dilakukan meskipun pasien belum merasakan ingin berkemih. Pasien juga harus tetap menunggu hingga jadwal yang ditentukan meskipun telah merasakan ingin berkemih lebih cepat. Jadwal ke toilet kemudian dapat dijarangkan menjadi setiap 3 atau 4 jam jika klinis sudah mulai membaik.[4,5,7,23]

Stimulasi Saraf

Terapi stimulasi saraf juga dapat dilakukan pada inkontinensia urine, tetapi harus dikombinasikan dengan terapi lainnya. Terapi ini dilaporkan efektif untuk inkontinensia campuran dan inkontinensia stres. Kekurangannya adalah akses yang masih terbatas di Indonesia, durasi terapi yang panjang, dan biaya medis tinggi.

Stimulasi saraf dilakukan dengan menarget saraf aferen yang mengatur otot pelvis dan detrusor. Stimulasi saraf kebanyakan dilakukan pada saraf tibialis posterior dengan stimulasi elektrik (Posterior Tibial Nerve Stimulation atau PTNS) atau secara transkutan (T-PTNS). Stimulasi PTNS akan memberikan rangsang elektrik pada pusat miksi sakral melalui pleksus S2–S4, dilakukan dengan jarum 34-G. Rata-rata terapi PTNS harus dilakukan selama 24 bulan agar efek terapi lebih maksimal.[4,5,7,23]

Terapi Farmakologi

Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah obat antikolinergik, antidepresan, dan agonis reseptor beta 3. Selain memberikan obat-obatan untuk inkontinensia urine, riwayat konsumsi obat pasien juga harus diperhatikan, terutama bila terdapat obat yang dapat memperburuk gejala inkontinensia.[4,5,7,14,22,23]

Antikolinergik

Obat-obatan antikolinergik adalah terapi farmakologi pilihan pada inkontinensia urine. Antikolinergik dapat mengurangi kontraksi otot detrusor yang dimediasi asetilkolin, khususnya pada inkontinensia urgensi.

Beberapa obat yang sering digunakan untuk terapi inkontinensia adalah fesoterodine, oksibutinin, propiverine, solifenacin, tolterodine, darifenacin, dan trospium. Namun, pemberian obat-obat ini harus dilakukan dengan hati-hati pada pasien geriatri karena sering menimbulkan efek samping dan mengganggu fungsi kognitif.[4,5,7,14,22,23]

Tabel 1. Obat Antikolinergik pada Inkontinensia

Obat Dosis Efek samping
Fesoterodin 4–8 mg per hari Hepatotoksik, nefrotoksik
Oksibutinin

2,5–5 mg per hari peroral

2 x 3,9 mg per minggu (patch)

Konstipasi, mulut kering, retensi urine akut, sedasi, delirium
Tolterodin 2–4 mg per hari Penurunan fungsi ginjal
Darifenacin 7,5–15 mg per hari peroral Hepatotoksik
Solifenacin 5 mg per hari peroral Hepatotoksik, nefrotoksik

Antidepresan

Kombinasi obat antikolinergik dengan antidepresan serotonin-norepinefrin reuptake inhibitor (SNRI) dilaporkan memberikan efek terapi yang baik. Akan tetapi, SNRI tidak dapat digunakan sebagai terapi tunggal pada inkontinensia. Duloksetin efektif dalam memperbaiki gejala inkontinensia stres dan urgensi inkontinensia campuran.[4,5,7,23]

Agonis Beta 3

Reseptor beta 3 ditemukan pada sel otot halus detrusor. Mirabegron dapat berfungsi sebagai relaksan otot detrusor, sehingga dapat memperbaiki inkontinensia urgensi. Obat ini masih tergolong baru, sehingga penggunaannya masih terus dipelajari. Beberapa studi menunjukkan bahwa kepatuhan obat terhadap mirabegron cukup rendah karena efek samping mulut kering yang ditimbulkan cukup berat.[4,5,7,23]

Terapi Hormonal

Estrogen berperan dalam inkontinensia urine, khususnya pada wanita post-menopause. Studi menunjukkan bahwa terapi hormonal dengan estrogen atau kombinasi estrogen dan progesteron dapat memperburuk inkontinensia, sehingga tidak direkomendasikan. Namun, ada studi yang menunjukkan bahwa estrogen topikal dapat memperbaiki inkontinensia urgensi dan inkontinensia stres akibat atrofi vagina dan atrofi jaringan penyokong uretra pada wanita post-menopause.

Pemberian hormon antidiuretik desmopressin dapat memperbaiki nokturia pada pasien inkontinensia urine, tetapi tidak direkomendasikan untuk jangka panjang. Hal ini karena desmopressin dilaporkan sering menimbulkan efek-efek samping seperti hiponatremia, terutama pada pasien geriatri.[4,5,7,23]

Pembedahan

Pembedahan pada inkontinensia urine dilakukan apabila terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi gagal memberikan perbaikan, atau bila penyebab inkontinensia urine memerlukan tindakan bedah. Beberapa metode operasi yang dapat dilakukan adalah:

  • Augmentasi kandung kemih: untuk mengurangi kontraksi otot detrusor
  • Miomektomi detrusor: memotong otot detrusor, sehingga mengurangi kontraksi detrusor
  • Kolposuspensi: dapat dilakukan secara terbuka ataupun laparoskopi, merupakan modalitas pembedahan inkontinensia urine yang paling efektif dengan rata-rata perbaikan 75–90%
  • Pemasangan sling pubovaginal: mengurangi mobilitas uretra

Pembedahan yang direkomendasi pada tiap pasien dapat berbeda-beda, tergantung pada mekanisme penyebab inkontinensia urine.[4,5,7,23]

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

 

Referensi

4. Vasavada S, Carmel M, Rackley R, Kim E. Urinary Incontinence. Medscape. 2019. https://emedicine.medscape.com/article/452289-overview
5. Lucas M, Bedretdinova D, Berghams LC, et al. Guidelines on Urinary Incontinence. Eur Assoc Urol. 2015;1–75.
7. Lukacz E. Treatment of urinary incontinence in women. UpToDate. 2019. https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-urinary-incontinence-in-women
14. Clemens J. Urinary incontinence in men. UpToDate. 2018. https://www.uptodate.com/contents/urinary-incontinence-in-men
22. Greer JA, Arya LA, Smith AL. Urinary Incontinence: Diagnosis and Treatment in the Elderly. Curr Transl Geriatr Exp Gerontol Rep. 2013;2:66–75.
23. DeMaagd G, Davenport T. Management of Urinary Incontinence. P&T. 2012;37.

Diagnosis Inkontinensia Urine
Prognosis Inkontinensia Urine

Artikel Terkait

  • Pencegahan Inkontinensia Urine Terkait Kehamilan
    Pencegahan Inkontinensia Urine Terkait Kehamilan
  • Desmopressin untuk Overactive Bladder dan Nokturia
    Desmopressin untuk Overactive Bladder dan Nokturia
  • Efektivitas Senam Kegel untuk Mengatasi Inkontinensia Urine
    Efektivitas Senam Kegel untuk Mengatasi Inkontinensia Urine
Diskusi Terkait
dr. Gabriela
Dibalas 13 Maret 2023, 15:31
Efektivitas Senam Kegel untuk Mengatasi Inkontinensia Urine - Artikel SKP Alomedika
Oleh: dr. Gabriela
1 Balasan
ALO Dokter!Senam Kegel dikatakan dapat menguatkan otot dasar panggul, dimana otot dapat melemah seiringnya bertambahnya usia. Otot dasar panggul juga dapat...
Anonymous
Dibalas 21 Juli 2022, 14:29
Volume Konsumsi Cairan Harian bagi Lansia dengan Inkontinensia Urin - Gizi Klinik Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Izin bertanya dr. Khrisnugra Ramadhani, MGizi, SpGK, untuk pasien lansia yang mengalami inkontinensia urin, kira-kira baiknya berapa konsumsi cairan minimal...
dr. Nurul Falah
Dibalas 29 Oktober 2021, 12:43
Pasien dengan inkontinensia urin apakah terapi yang dapat diberikan
Oleh: dr. Nurul Falah
3 Balasan
Alo dokter, izin bertanya.Apakah ada obat sementara yang dapat diberikan pada pasien dengan inkontinensia urin untuk mengurangi gejalanya?Kapan pasien harus...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.