Olokizumab versus Placebo or Adalimumab in Rheumatoid Arthritis
Smolen JS et al. CREDO2 GROUP investigator. New England Journal of Medicine, 2022. 387:715-26. DOI: 10.1056/NEJMoa2201302
Abstrak
Latar Belakang: Sitokin interleukin-6 terlibat dalam patogenesis rheumatoid arthritis. Olokizumab, suatu humanized antibody monoclonal yang menargetkan sitokin interleukin-6 secara langsung, sedang diuji untuk terapi rheumatoid arthritis.
Metode: Pada percobaan multisenter fase 3 terkontrol plasebo dan aktif ini, dilakukan uji klinis selama 24 minggu pada pasien rheumatoid arthritis dengan respon kurang baik terhadap methotrexate. Partisipan dialokasikan dengan rasio 2:2:2:1 untuk mendapat olokizumab subkutan dengan dosis 64 minggu setiap 2 atau 4 minggu; adalimumab 40 mg setiap 2 minggu; atau plasebo. Semua pasien tetap melanjutkan methotrexate selama masa studi.
Luaran primer yang diukur ialah respon American College of Rheumatology 20/ACR20 (perbaikan ≥20% sendi-sendi yang bengkak dan nyeri serta perbaikan ≥20% pada tiga dari lima area sendi yang terlibat) di minggu ke-12, dimana setiap dosis olokizumab diuji superioritas terhadap plasebo. Peneliti juga menguji non-inferioritas dari setiap dosis olokizumab terhadap adalimumab dalam hal persentase pasien yang menunjukkan atau mencapai respon ACR20.
Hasil: Sejumlah 464 pasien mendapatkan olokizumab setiap 2 minggu, 479 pasien mendapat olokizumab setiap 4 minggu, 462 mendapat adalimumab, dan 243 mendapat plasebo. Respon ACR20 di minggu ke-12 tercapai pada 44,4% pasien yang mendapat olokizumab setiap 2 minggu; 71,4% pasien yang mendapat olokizumab setiap 4 minggu; dan 66,9% pasien yang mendapat adalimumab.
Kedua dosis olokizumab non-inferior terhadap adalimumab dalam hal persentase pasien yang mencapai respon ACR20 di minggu ke-12. Kejadian merugikan, sebagian besar infeksi, timbul sebanyak kira-kira 70% pada pasien yang mendapatkan olokizumab. Antibodi terhadap olokizumab terdeteksi pada 3,8% pasien yang mendapat dosis setiap 2 minggu dan 5,1% pada pasien yang mendapat dosis setiap 4 minggu.
Kesimpulan: Pada pasien rheumatoid arthritis yang mendapat terapi rumatan methotrexate, penambahan olokizumab tampak superior terhadap plasebo dan non-inferior terhadap adalimumab dalam menghasilkan respon ACR20 pada minggu ke-12. Uji klinis yang lebih besar dan lebih lama masih dibutuhkan untuk mengevaluasi efikasi maupun keamanan penggunaan olokizumab pada pasien rheumatoid arthritis.
Ulasan Alomedika
Manajemen inisial pilihan pada rheumatoid arthritis adalah menggunakan methotrexate. Jika gagal atau respon tidak adekuat, maka direkomendasikan untuk menambah disease-modifying antirheumatic drug atau Janus kinase inhibitor.
Dua obat yang menargetkan reseptor interleukin-6, yakni tocilizumab dan sarilumab, saat ini sudah digunakan untuk terapi rheumatoid arthritis. Sebaliknya, inhibitor terhadap interleukin-6 ligan masih belum disahkan untuk terapi rheumatoid arthritis. Olokizumab merupakan direct inhibitor terhadap interleukin-6 ligan yang menargetkan dan menginhibisi interaksi antara interleukin-6 dengan interleukin-6 receptor dimer. Percobaan ini ditujukan untuk menguji efikasi dan keamanan olokizumab subkutan pada rheumatoid arthritis.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan uji klinis fase 3, multisenter, buta-ganda, grup paralel, dengan komparator aktif dan plasebo yang dilakukan mulai dari mei 2016 hingga november 2019 di 209 pusat kesehatan yang berlokasi di Amerika Serikat, Eropa, Inggris, Asia (Korea Selatan dan Taiwan), dan Amerika Latin.
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi penelitian mencakup pasien dewasa (> 18 tahun), terdiagnosis rheumatoid arthritis menurut kriteria American College of Rheumatology (ACR)-European Alliance of Associations for Rheumatology (EULAR) 2010. Pasien yang diikutkan adalah mereka yang berespon kurang baik terhadap methotrexate sedikitnya dalam 12 minggu terakhir dengan dosis 15-25 mg/minggu (atau ≥10 mg/minggu) dan telah mendapatkan methotrexate sedikitnya 6 minggu sebelum masa skrining.
Pasien yang diikutkan juga mengalami sedikitnya 6 sendi yang bengkak dari 66 sendi yang diperiksa, sedikitnya 6 nyeri tekan persendian dari 68 sendi yang diperiksa, dan peningkatan C-reactive protein di atas 6mg/liter.
Pengacakan:
Pasien yang memenuhi kriteria inklusi kemudian dialokasikan secara acak dengan rasio 2:2:2:1 untuk mendapat olokizumab subkutan dengan dosis 64 minggu setiap 2 atau 4 minggu, adalimumab 40 mg setiap 2 minggu, atau plasebo. Semua pasien tetap melanjutkan methotrexate.
Luaran:
Luaran primer studi ini ialah perbaikan atau pencapaian kriteria respon ACR20 di minggu ke-12, dengan setiap dosis olokizumab diuji superioritas terhadap plasebo.
Luaran sekunder ialah pengujian non-inferioritas setiap dosis olokizumab terhadap adalimumab dalam hal respon ACR 20 di minggu ke-12, persentase pasien dengan Disease Activity Score for 28 joints menurut kadar CRP (DAS28-CRP) <3,2 di minggu ke-12, penurunan skor Health Assessment Questionnaire-Disability Index (HAQ-DI), respon ACR50, dan skor Clinical Disease Activity Index (CDAI) <2,8.
Pemantauan aspek keamanan meliputi pemeriksaan kejadian merugikan yang dimulai sejak timbul pertama kali, perburukannya sejak dari pemberian dosis pertama, termasuk pendeteksian neutralizing antidrug antibody.
Penetapan margin non-inferioritas sebesar -12 poin persentase untuk pasien yang mencapai respon ACR20 di minggu ke-12, dan margin -7,5 poin persentase untuk pasien yang mencapai DAS28-CRP <3,2 di minggu ke-12.
Ulasan Hasil Penelitian
Sebanyak 1648 pasien berpartisipasi pada studi, dengan 464 pasien mendapatkan olokizumab setiap 2 minggu, 479 pasien mendapat olokizumab setiap 4 minggu, 462 mendapat adalimumab, dan 243 mendapat plasebo. Karakteristik demografi dan klinis antar grup pasien pada baseline tampak serupa.
Luaran primer menunjukkan bahwa pasien di grup olokizumab, baik yang diberikan per 2 minggu atau 4 minggu, secara signifikan mampu mencapai respon ACR20 di minggu ke-12 dengan superioritas terhadap plasebo dan non-inferior terhadap adalimumab.
Analisis luaran sekunder menunjukkan bahwa setiap dosis olokizumab tampaknya non-inferior terhadap adalimumab dalam pencapaian respon ACR20. Perbaikan DAS28-CRP <3,2 di minggu ke-12, perbaikan skor CDAI <2,8 di minggu ke-24, respon ACR50 di minggu ke-24 secara signifikan lebih baik di grup setiap dosis olokizumab maupun adalimumab jika dibandingkan dengan plasebo. Hasil yang sama tampak pula pada perbaikan fungsi fisik yang dicerminkan oleh peningkatan skor HAQ-DI.
Aspek Keamanan:
Sebanyak 1118 pasien (68%) pasien mengalami kejadian merugikan sejak dosis pertama intervensi diberikan. Kejadian merugikan yang paling sering ditemui ialah infeksi dengan mayoritas laporan nasofaringitis, infeksi saluran pernapasan bagian atas, dan infeksi saluran kemih dalam derajat ringan hingga sedang. Insiden kejadian merugikan serius tampak serupa di masing-masing grup yang dibandingkan.
Dari segi imunogenisitas, antibodi netralisasi terhadap olokizumab terdeteksi pada 3,8% pasien yang mendapat dosis setiap 2 minggu dan 5,1% pada pasien yang mendapat dosis setiap 4 minggu.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan penelitian ini terletak pada metode penelitian yang diterapkan termasuk dengan penyesuaian hasil luaran terhadap faktor variabel pengganggu. Selain itu, studi ini turut mengukur dampak imunogenisitas.
Limitasi Penelitian
Salah satu luaran sekunder yang diuji ialah perbaikan skor DAS-28-CRP. Penggunaan CRP pada hal ini kurang memadai untuk mengukur perbandingan efikasi antara olokizumab dengan adalimumab, karena inhibisi interleukin-6 ligan mengganggu produksi CRP secara langsung jika dibandingkan dengan pengaruh anti-tumor necrosis factor seperti adalimumab terhadap CRP.
Studi ini dilaksanakan dengan jumlah pasien yang masih relatif kecil dan durasi penelitian yang singkat, sehingga kurang memadai untuk menilai efikasi ataupun aspek keamanan dalam jangka panjang, termasuk karsinogenisitas obat.
Penilaian aspek keamanan studi ini belum mengikutsertakan dampak metabolik dan kardiovaskuler. Data menunjukkan bahwa agen anti-interleukin-6 receptor berkaitan dengan peningkatan kadar lipid dan aminotransferase. Hal serupa bisa saja ditemui pada agen inhibitor interleukin-6 ligan.
Aspek efikasi pada studi ini juga kurang melibatkan evaluasi imaging dari area sendi yang diperiksa.
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Meskipun olokizumab belum beredar di Indonesia, hasil studi ini mengindikasikan bahwa terapi dengan agen inhibitor interleukin-6 ligan berpotensi dimanfaatkan sebagai adjuvan methotrexate dalam terapi rheumatoid arthritis di Indonesia. Meski demikian, uji klinis lebih lanjut masih perlu dilakukan.