Indikasi Pembuatan Visum et Repertum
Indikasi visum et repertum atau VeR adalah ketika dokter diminta oleh penyidik untuk memberikan keterangan ahli tentang pemeriksaan medis terhadap manusia, baik hidup maupun mati, atau bagian tubuh manusia.[2,3]
Kasus–kasus tindak pidana seperti pembunuhan, penganiayaan dan pemerkosaan merupakan contoh kasus di mana penyidik membutuhkan bantuan tenaga ahli, seperti dokter ahli forensik maupun dokter umum, untuk memberikan keterangan medis tentang kondisi korban.[2,3,5,6]
Hal ini dilakukan untuk membantu penyidik untuk mengungkapkan suatu kasus. Keterangan dokter yang dimaksud tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et repertum.[2,3,6]
Visum et repertum dapat digunakan tidak hanya dalam pemeriksaan pidana, tetapi juga pada kasus perdata, misalnya untuk perkara permohonan pengesahan perubahan status kelamin, klaim atas asuransi, dan pembuktian status anak.[2]
Landasan Hukum Visum et Repertum
Pada KUHAP istilah Visum et Repertum tidak disebutkan. Akan tetapi, KUHAP merupakan salah satu dasar hukum dalam pembuatan visum et repertum. Landasan hukum lain sebagai rujukan dalam pembuatan visum et repertum adalah Staatsblad Tahun 1937 No. 350 dan sumpah jabatan dokter.[2]
Kedudukan Visum et Repertum sebagai salah satu alat bukti diperkuat dalam Pasal 184 KUHAP yakni sebagai alat bukti surat dan memiliki kekuatan yang sama dengan alat bukti lainnya. Maka dari itu, VeR harus dibuat dengan akurat dan cermat oleh dokter yang bersangkutan, sehingga isi VeR dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan.[2]
Tugas Dokter Terkait Visum et Repertum
Tugas bantuan dokter pada bidang kedokteran forensik diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 133:
- Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya
- Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat[1,2]
Pihak Yang Berwenang Menjadi Penyidik Menurut Hukum
Pihak yang berwenang meminta keterangan ahli adalah penyidik dan penyidik pembantu sebagaimana bunyi pasal 7 ayat (1) butir h dan pasal 11 KUHAP. Penyidik yang dimaksud di sini adalah penyidik sesuai dengan pasal 6 ayat (1) butir a yakni penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu.
Adapun pangkat terendah yang harus dimiliki oleh penyidik Polri tersebut adalah Pembantu Letnan Dua sesuai dengan Peraturan Pemerintah no. 27 tahun 1983. Pengecualian di sektor kepolisian yang tidak memiliki pejabat polisi dengan pangkat Pembantu Letnan Dua Polisi atau lebih, maka komandan sektor kepolisian yang berpangkat Bintara (Brigadir) akan menjabat sebagai penyidik.
Untuk pegawai negeri sipil, pangkat terendah yang harus dimiliki adalah Pengatur Muda Tingkat 1 (golongan II/B) atau yang disamakan dengan itu.[1,2]
Penolakan Visum et Repertum oleh Keluarga
Pencabutan permintaan visum et repertum bedah mayat pada prinsipnya tidak dibenarkan. Akan tetapi, kadang kala dijumpai hambatan dari keluarga korban yang keberatan untuk dilaksanakan otopsi, misalnya karena alasan larangan agama dan adat.
Bila timbul keberatan dari pihak keluarga, maka harus dijelaskan kembali tentang maksud dan tujuan diadakannya bedah mayat/otopsi (Pasal 134 KUHAP). Apabila keluarga tetap menolak, penyidik dapat menerapkan sanksi pidana sesuai Pasal 222 KUHP.[4]
Bilamana permintaan VeR terpaksa harus dibatalkan, pelaksanaan pencabutan/penarikan kembali VeR tersebut hanya diberikan oleh Komandan Kesatuan paling rendah tingkat Polsek dan untuk kota besar hanya Polrestabes.
Permintaan tersebut harus diajukan tertulis resmi dengan menggunakan formulir pencabutan dan ditandatangani oleh pejabat/petugas yang berhak di mana pangkatnya satu tingkat di atas peminta setelah terlebih dahulu membahasnya secara mendalam.[4]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli