Teknik Swab Uretra
Teknik swab uretra adalah dengan mengambil sekret uretra dari meatus menggunakan alat dengan tujuan identifikasi patogen seperti pada infeksi gonore, klamidia, maupun uretritis lainnya. Untuk meningkatkan kemungkinan ditemukannya organisme, sampel sebaiknya diambil pada pasien yang tidak berkemih selama 2 jam.[2]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien dimulai dengan memberikan informasi mengenai teknik, tujuan, dan risiko tindakan. Hal–hal tersebut juga dilakukan untuk permintaan informed consent kepada pasien. Sampaikan bahwa pasien sebaiknya tidak berkemih selama setidaknya 2 jam sebelum pengambilan sampel.[2]
Peralatan
Beberapa alat dan bahan yang perlu dipersiapkan adalah:
- Lampu pemeriksaan
- Sarung tangan
- Label identitas pasien
- 1 paket swab specimen collection kit yang berisikan alat swab dan tabung transport
- Gelas objek[5,12]
Posisi Pasien
Prosedur swab uretra dilakukan dengan pasien berada dalam posisi supinasi atau telentang. Lampu diposisikan agar area pemeriksaan terlihat jelas.[5,12]
Prosedural
Prosedur swab uretra meliputi pengambilan sampel dan pemeriksaan hasil swab. Pemeriksaan yang umum dilakukan adalah pemeriksaan sediaan basah dan pemeriksaan berbasis laboratorium seperti kultur, nucleic acid amplification testing (NAATs), dan pewarnaan Gram.[13]
Pengambilan Sampel
Prosedur pengambilan swab uretra adalah:
Cuci tangan dan gunakan sarung tangan, pastikan identitas pasien sudah benar
- Lakukan milking atau masase uretra dari arah proksimal ke distal untuk mengeluarkan sekret
- Gunakan swab kapas untuk mengambil sekret dari ujung meatus uretra eksterna, lalu oleskan ke object glass dan dikeringkan. Preparat ini untuk diperiksa pewarnaan gram.
- Buka bungkus swab specimen collection kit, ambil swab dan masukkan swab ke dalam uretra sedalam 2–4 cm. Putar perlahan searah jarum jam selama 2–3 detik untuk mendapatkan sampel yang adekuat. Keluarkan swab secara perlahan
- Sambil memegang swab, buka tutup tabung transport yang berisi media pengawet, hindari menumpahkan isi tabung. Masukkan swab ke dalam tabung transport, patahkan gagang swab agar tabung bisa ditutup kembali
- Simpan tabung transport dalam suhu 2–30OC sampai waktunya diperiksa[2,5]
Pewarnaan Gram
Pewarnaan gram dilakukan untuk melihat jumlah sel leukosit polimorfonuklear (PMN) dan mendeteksi bakteri Neisseria gonorrhoeae berupa diplokokus gram negatif intraseluler.[5,16]
Jika ditemukan lebih dari 5 leukosit per lapang pandang, maka diagnosis uretritis dapat ditegakkan. Akan tetapi, batasan ini memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap masing-masing infeksi yaitu sebesar 80% untuk infeksi gonorrhea, 23% untuk klamidia, dan 11% untuk infeksi Ureaplasma urealyticum.[14,16,17]
Kultur
Sampel untuk kultur lebih baik diambil dari endouretral (1–2 cm dari ujung uretra) dari pada sampel yang diambil dari sekret yang sudah terlihat. Pemeriksaan ini bermanfaat untuk mendeteksi infeksi Chlamydia trachomatis dan skrining resistensi antibiotik. Akan tetapi, hasil kultur biasanya membutuhkan waktu yang lama dan tidak mempengaruhi terapi antibiotik awal.[15]
Nucleid Acid Amplification Tests (NAAT)
Pemeriksaan ini menggunakan metode polymerase chain reaction (PCR) dan dapat mendeteksi infeksi gonokokal dan nongonokokal akibat Chlamydia, Mycoplasma, Ureaplasma, dan Trichomonas vaginalis. NAAT merupakan pemeriksaan pilihan untuk mendeteksi Chlamydia trachomatis dengan sensitivitas 60–70% dan spesifisitas hampir 100%.[15]
Follow up
Pasien dengan gejala persisten atau berulang sebaiknya menjalani pemeriksaan kultur Neisseria gonorrhoeae untuk melihat apakah ada resistensi, serta evaluasi dan terapi untuk penyebab lain seperti Trichomonas vaginalis, Mycoplasma, dan Ureaplasma.
Dianjurkan pemeriksaan ulang dalam 3 bulan untuk pria yang menderita uretritis gonokokal. Minta pasien untuk melakukan abstinensia selama 1 minggu atau selama masa pengobatan hingga gejala hilang, atau menggunakan kondom jika ingin berhubungan seksual. Pasangan seksual pasien selama 60 hari terakhir sebelum gejala muncul juga harus dievaluasi dan diobati.[6,17]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli