Indikasi Penanganan Dislokasi Temporomandibular Joint
Indikasi penanganan dislokasi temporomandibular joint (TMJ) adalah pada penderita dislokasi TMJ, yang bertujuan untuk mengembalikan processus condylaris ke posisi normal di dalam fossa glenoidea. Indikasi tindakan ini dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu penanganan dislokasi TMJ akut, kronis, dan persisten.[1]
Dislokasi Temporomandibular Joint Akut
Penanganan dislokasi TMJ akut adalah penanganan kasus baru yang pertama kali. Biasanya dilakukan dengan pendekatan konservatif, di mana semakin dini penanganan dilakukan maka semakin besar keberhasilannya. Penanganan dislokasi TMJ akut yang segera dan berhasil akan memberikan prognosis yang baik, yaitu tidak akan terulang di masa depan.[1,2]
Pendekatan Konservatif Intraoral
Teknik yang paling umum dilakukan pada kondisi ini adalah metode intraoral, yaitu metode Hippocrates dan metode wrist pivot. Kedua metode ini memberikan tingkat keberhasilan yang baik, nyeri yang minimal, dan waktu yang relatif cepat. Tingkat keberhasilan metode intraoral mencapai 96,7%.[1,2]
Pendekatan Konservatif Ekstraoral
Pada dislokasi TMJ unilateral, metode ekstraoral dapat menjadi pilihan. Namun, metode ini lebih menyakitkan dan memakan waktu lebih lama jika dibandingkan dengan dua teknik sebelumnya. Tingkat keberhasilan metode ekstraoral juga jauh lebih rendah, yaitu 54,5%. Oleh karena itu, pilihan menggunakan teknik ekstraoral hanya dilakukan pada kasus yang memiliki potensi pasien menggigit atau memiliki riwayat infeksi kronis, misalnya pasien dengan demensia atau hepatitis. [1,2]
Pendekatan Konservatif Medikamentosa
Pendekatan konservatif medikamentosa dilakukan dengan obat-obatan seperti analgetika, antiinflamasi, tranquilizer, dan sedatif. Indikasi utama pada pemberian obat-obatan dalam penanganan dislokasi TMJ adalah untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot. Dasar pemikirannya adalah, ketika nyeri dan spasme otot hilang, maka mandibula akan tereposisi secara otomatis.[3]
Golongan analgesik yang sering digunakan untuk penanganan dislokasi TMJ adalah paracetamol, aspirin, asam mefenamat, ibuprofen dan metampiron. Golongan antiinflamasi contohnya dexamethasone dan metilprednisolon. Golongan tranquilizer seperti chlorpromazine dan promethazine. Sedangkan, contoh golongan sedatif adalah diazepam dan fenobarbital.[3]
Dislokasi Temporomandibular Joint Kronis
Insidensi dislokasi TMJ kronis atau berulang berkisar 22%. Pada kasus ini, dibutuhkan metode kombinasi konservatif dan minimal invasif. Metode minimal invasif yang dapat dipilih adalah teknik injeksi botulinum, injeksi autologus, dan proloterapi/skleroterapi. Secara jangka panjang, metode minimal invasif seringkali tidak efektif sehingga biasanya tetap memerlukan pendekatan invasif.[1,4]
Pendekatan Minimal Invasif Injeksi Botulinum
Pengamatan dan evaluasi pada teknik injeksi botulinum melaporkan tidak ada dislokasi TMJ berulang selama 5 bulan pasca penanganan. Namun, penggunaan botulinum sebagai pilihan penanganan dislokasi TMJ perlu memperhatikan dengan seksama indikasinya, karena memiliki sifat toksin yang cukup tinggi.[5]
Pendekatan Minimal Invasif Injeksi Autologus
Pada penanganan dislokasi TMJ kronis dengan teknik injeksi autologus, diasumsikan mobilitas processus condylaris akan berkurang dalam waktu lama sehingga dapat mencegah dislokasi berulang. Tingkat keberhasilan perawatan ini sekitar 80%, tetapi memiliki risiko efek samping terbentuknya fibrosis.[1]
Pendekatan Minimal Invasif Proloterapi/Skleroterapi
Dilaporkan 91% pasien dislokasi TMJ kronis yang dilakukan proloterapi/skleroterapi tidak mengalami dislokasi TMJ berulang selama 6 bulan pasca perawatan.[1,6]
Dislokasi Temporomandibular Joint Persisten
Sebesar 30% dari total dislokasi TMJ yang datang ke dokter/dokter gigi menunjukkan gejala dislokasi persisten. Jika dislokasi persisten terjadi selama lebih dari 3 atau 4 minggu, maka pendekatan konservatif tidak akan memberikan hasil yang efektif.[1]
Pendekatan Invasif
Pada dislokasi TMJ persisten, pendekatan invasif perlu dilakukan misalnya:
- Represif: pembukaan kapsul artikular
- Eminektomi: pemotongan eminensia artikularis
- Kondilektomi: pemotongan kondilus
- Osteotomi: pengurangan tulang
- Protesis: pembuatan kondilus artificial atau tiruan[1]