Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Teknik Pemeriksaan Penciuman general_alomedika 2023-03-27T08:57:47+07:00 2023-03-27T08:57:47+07:00
Pemeriksaan Penciuman
  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Pemeriksaan Penciuman

Oleh :
dr. Immanuel Natanael Tarigan
Share To Social Media:

Teknik pemeriksaan penciuman atau pemeriksaan fungsi penghidu dapat dibedakan menjadi teknik objektif dan subjektif. Teknik objektif biasanya hanya digunakan untuk keperluan riset karena membutuhkan peralatan yang lebih kompleks, contohnya metode olfactory evoked potentials atau functional magnetic resonance imaging. Teknik subjektif lebih umum dilakukan di praktik klinis sehari-hari, yaitu meliputi skrining awal, pemeriksaan kuantitatif, dan pemeriksaan kualitatif.[1,9,10]

Persiapan Pasien

Sebelum melakukan pemeriksaan penciuman, dokter perlu melakukan anamnesis yang rinci terlebih dahulu untuk menggali semua faktor yang dapat menyebabkan gangguan olfaktori. Dokter dapat menanyakan riwayat trauma kepala, penyakit sinonasal, infeksi saluran napas atas, riwayat penyakit neurodegeneratif atau tumor otak, dan kebiasaan merokok.[4]

Dokter juga dapat melakukan pemeriksaan fisik hidung sederhana seperti rinoskopi anterior dan posterior untuk melihat ada tidaknya polip nasal, deviasi septum, hipertrofi konka, atau massa tumor yang dapat mengganggu konduksi olfaktori.[4]

Untuk pemeriksaan penciuman, pastikan tindakan dilakukan di ruang dengan ventilasi udara yang baik, tidak berbau, dan berkondisi tenang. Pasien tidak diperbolehkan untuk merokok, menggosok gigi, memakan apapun, atau meminum cairan lain selain air putih minimal 15–60 menit sebelum tes. Dokter melakukan pemeriksaan setelah mencuci tangan dengan air tanpa sabun dan menggunakan sarung tangan tidak berbau.[9,10]

Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan untuk pemeriksaan penciuman meliputi penutup mata bagi pasien, sarung tangan tidak berbau bagi dokter, dan instrumen tes sesuai jenis yang ingin digunakan. Instrumen yang dikenal luas dan sering digunakan adalah Sniffin’ Sticks, University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT), instrumen The Connecticut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC), dan instrumen Odor Stick Identification Test for Japanese (OSIT-J).

Bila tidak memiliki instrumen-instrumen tersebut, dokter dapat menyediakan peralatan yang sederhana, misalnya botol yang berisi kopi, coklat, atau parfum. Namun, peralatan dasar ini biasanya hanya bisa digunakan untuk skrining awal guna mendeteksi ada tidaknya gangguan olfaktori secara sederhana dan tidak dapat menganalisis kuantitas atau kualitas olfaktori seperti instrumen-instrumen di atas.[2-4]

Posisi Pasien

Pasien diminta duduk berhadapan dengan pemeriksa. Pasien juga diharuskan untuk menutup mata atau menggunakan penutup mata yang telah disediakan.

Prosedural

Pemeriksaan penciuman subjektif meliputi skrining awal, pemeriksaan kuantitatif, dan  pemeriksaan kualitatif.

Skrining Awal

Skrining awal dapat dilakukan dengan bahan sederhana seperti kopi, coklat, dan parfum. Namun, skrining berbahan sederhana ini hanya bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya gangguan penghidu dan tidak dapat menilai kuantitas dan kualitas gangguan penghidu. Skrining dilakukan pada masing-masing lubang hidung secara terpisah untuk mengetahui ada tidaknya lateralisasi.

Saat ini juga sudah terdapat berbagai instrumen skrining yang lebih efektif, misalnya University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT), Odor Stick Identification Test (OSIT) dari Jepang, dan Sniffin’ Sticks.[2]

Pemeriksaan Kuantitatif

Pemeriksaan kuantitas penciuman bertujuan untuk menilai ambang batas (threshold) penciuman seseorang. Pemeriksaan ini dapat mengkuantifikasi derajat keparahan gangguan penciuman, contohnya hiposmia atau anosmia. Instrumen yang sering digunakan adalah The Connecticut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC) threshold test dan Sniffin’ Sticks threshold test.[2]

Instrumen pemeriksaan kuantitatif biasanya menggunakan larutan n-butanol sebagai odoran. Instrumen berisi larutan n-butanol dengan berbagai konsentrasi yang berbeda dan bertujuan untuk menilai konsentrasi paling rendah (bau paling lemah) yang mana yang masih dapat dihidu oleh pasien. Setiap instrumen memiliki sistem skoring tersendiri untuk menentukan derajat hiposmia.[2-4]

Pemeriksaan Kualitatif

Pemeriksaan kualitatif bertujuan untuk menilai gangguan persepsi bau (dysosmia). Dysosmia dapat berupa parosmia (pasien memiliki persepsi bau yang berbeda dari bau sebenarnya) atau phantosmia (pasien mencium bau yang tidak ada atau halusinasi). Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan Sniffin’ Sticks.[2]

Cara Melakukan Pemeriksaan dengan Sniffin’ Sticks

Sniffin’ Sticks merupakan salah satu tes penghidu yang paling sering digunakan di seluruh dunia. Instrumen ini terdiri dari pena-pena berukuran 14 cm yang berisi 4 ml odoran dan/atau pelarut. Secara total, terdapat 16 triplet (48 pena) untuk tes threshold (T), 16 triplet (48 pena) untuk tes diskriminasi (D), dan 16 pena untuk tes identifikasi (I). Jadi, totalnya adalah 112 pena.[4,9,10]

Pemeriksaan Threshold:

Setiap triplet untuk pemeriksaan threshold (T) terdiri dari satu pena dengan n-butanol (warna merah) dan 2 pena yang hanya berisi pelarut (warna hijau dan biru). Setiap triplet memiliki konsentrasi n-butanol yang berbeda (triplet nomor 1 memiliki konsentrasi paling tinggi, lalu konsentrasi triplet nomor selanjutnya menurun). Langkahnya adalah:

  • Mata pasien ditutup, lalu pena diberikan 2 cm di depan lubang hidung kiri atau kanan selama 3–4 detik. Interval antar pena adalah 3 detik, sedangkan interval antar triplet adalah 30 detik.
  • Dokter memberikan pena dengan konsentrasi tertinggi (pena merah dari triplet nomor 1) terlebih dahulu, lalu memberikan pena biru dan hijaunya. Pasien diminta menyebutkan mana yang berbau. Bila salah, perpanjang durasi antar pena karena kemungkinan ada gangguan pembersihan mukosiliaris.
  • Dokter lalu memberikan triplet secara berurutan dari yang berkonsentrasi rendah ke yang berkonsentrasi tinggi (menuju nomor triplet yang lebih kecil), misalnya triplet nomor 16, lalu 14, lalu 12, dan seterusnya hingga ditemukan jawaban benar yang pertama.
  • Catat semua jawaban benar sebagai (+) di tabel Sniffin’ Sticks dan (-) bila salah.
  • Urutan pena merah, biru, dan hijau harus selalu diacak agar pasien tidak tahu.
  • Bila ditemukan dua jawaban benar berturut-turut, balik arah pemeriksaan (turning point pertama) dengan memberi triplet yang berkonsentrasi lebih rendah hingga pasien salah menjawab lagi.
  • Setelah mendapatkan satu jawaban salah, balik lagi arah pemeriksaan (turning point kedua) dengan memberikan triplet yang berkonsentrasi lebih tinggi.
  • Bila menemukan dua jawaban benar berturut-turut, balik lagi arah pemeriksaan (turning point ketiga) dengan memberikan triplet berkonsentrasi lebih rendah.
  • Lakukan seterusnya hingga mencapai 7 titik balik arah (turning points) dan tabel Sniffin’ Sticks terisi dari kiri ke kanan.
  • Skor T dihitung dari angka rerata 4 turning points terakhir dalam tabel tersebut.
  • Bila pasien tidak dapat menghidu sejak triplet pertama (nomor 1) maka nilai T pasien tersebut adalah 1[9,10]

Pemeriksaan Diskriminasi:

Setiap triplet pena pada pemeriksaan diskriminasi (D) terdiri dari 2 pena dengan odoran yang sama (warna biru dan merah) dan 1 pena dengan odoran yang berbeda (warna hijau). Mata pasien ditutup, urutan pena diacak, dan interval antar pena serta antar triplet disamakan seperti pemeriksaan T. Pasien diminta menyebutkan pena dengan bau yang berbeda untuk setiap triplet. Setiap jawaban benar diberi 1 skor D.[9,10]

Pemeriksaan Identifikasi:

Identifikasi (I) dilakukan hanya dengan 16 pena (bukan 16 triplet) dan masing-masing pena memiliki odoran yang berbeda. Mata pasien tidak perlu ditutup dan interval antar pena adalah 30 detik. Setiap selesai menghidu sebuah pena, pasien diminta menjawab satu pertanyaan dengan 4 pilihan ganda. Setiap jawaban benar diberi 1 skor I.[9,10]

Skor Total TDI:

Skor total TDI merupakan skor olfaktori global yang didapat dengan penjumlahan ketiga skor sebelumnya. Skor ≤15 dinyatakan sebagai anosmia, skor 16–29 dinyatakan sebagai hiposmia, dan skor ≥30 dinyatakan sebagai normosmia. Namun, panduan terbaru mendefinisikan normosmia bila skor TDI melebihi persentil ke-10 dari distribusi nilai normal pada studi populasi, sesuai gender dan usia pasien.[4,9,10]

Tabel 1. Nilai Normal Ambang Batas dan Diskriminasi Bau pada Pemeriksaan Sniffin’ Sticks Berdasarkan Gender dan Usia

  Perempuan   Laki-laki  
Ambang Batas Diskriminasi Ambang Batas Diskriminasi

Usia 5–15 tahun

rerata (SD)

       
6,59 (2,23) 11,75 (1,77) 7,22 (2,59) 12,41 (1,77)
Persentil 5 3,13 8 4 8
  10 4,3 9 4 10
  25 5 11 5 12
  50 6 12 6,75 13
  75 8 13 9 14
  90 9,35 14 12 14
  95 12,3 14 12 15

Usia 16–35 tahun

rerata (SD)

       
9,39 (2,56) 13,68 (1,62) 9,24 (2,99) 13,48 (1,73)
Persentil 5 5,51 11 4,75 10
  10 6,5 11 6 11
  25 7,5 13 7 12
  50 9 14 8,75 14
  75 11,25 15 11,5 15
  90 12,5 16 13,75 16
  95 14 16 14,8 16

Usia 36–55 tahun

rerata (SD)

       
9,08 (3,09) 13,49 (1,56) 8,43 (3,47) 13,1 (1,88)
Persentil 5 4,25 11 2,75 10
  10 5,5 12 3,75 11
  25 6,75 13 6,25 12
  50 8,75 14 8,5 13
  75 11 15 10,5 14
  90 13,6 15 13,02 15
  95 15,3 16 14,91 16

Usia >55 tahun

rerata (SD)

       
7,44 (3,51) 12,06 (2,31) 7,15 (3,59) 12,2 (2,57)
Persentil 5 1,55 7 1,04 5,95
  10 2.,75 9 2,25 9
  25 5,5 11 4,44 11
  50 7,25 12 7,5 13
  75 9 14 9,25 14
  90 12,6 14,8 11,68 15
  95 14,7 15 14,36 16

Sumber: Immanuel, 2020.[10]

Cara Melakukan Pemeriksaan Penciuman Lainnya

Beberapa pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah uji dari The Connecticut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC). Uji ini dilakukan dengan menggunakan larutan butanol 4% yang diencerkan dalam air steril (1:3) hingga didapatkan 8 pengenceran. Uji dilakukan secara terpisah pada hidung kanan dan kiri. Pasien diminta menutup hidung yang tidak diperiksa lalu diminta menghidu 2 tabung yang bentuknya sama tetapi salah satunya berisi butanol.[4,11]

Pasien diminta menentukan tabung mana yang berisi odoran. Bila pasien tidak berhasil menjawab, maka pasien diberikan tabung dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Ambang batas (threshold) penciuman pada lubang hidung tersebut didapat bila pasien dapat menjawab benar 5 kali berturut-turut. Setelah itu, untuk tes identifikasi, pasien diminta menghidu kopi, vanila, coklat, talc, sabun, oregano, dan naphthalene.[4,11]

Uji University of Pennsylvania Smell Identification Test (UPSIT) juga sering digunakan. Uji ini tersedia dalam bentuk 4 buku yang masing-masing terdiri dari 10 halaman. Pada setiap halaman, terdapat odoran dengan label “scratch & sniff”. Pasien diminta untuk menggosok label tersebut dengan ujung pensil, kemudian menentukan aroma yang dihidu berdasarkan 4 pilihan yang terdapat pada halaman tersebut.[12,13]

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi

1. Xian LLS, Nallaluthan V, et al. Examination Techniques of the First Cranial Nerve: What Neurosurgical Residents Should Know. Malays J Med Sci. 2020 Oct;27(5):124-129. doi: 10.21315/mjms2020.27.5.12. Epub 2020 Oct 27. PMID: 33154708; PMCID: PMC7605834.
2. Simmen D, Briner HR. Olfaction in rhinology – methods of assessing the sense of smell. Rhinology. 2006;44(2):98-101.
3. Hummel T, Landis BN, Hüttenbrink KB. Smell and taste disorders. GMS Curr Top Otorhinolaryngol Head Neck Surg. 2011;10:Doc04. doi:10.3205/cto000077
4. Huriyati E, Nelvia T. Gangguan Fungsi Penghidu dan Pemeriksaannya. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014;3:1–7. https://doi.org/10.25077/jka.v3i1.16
9. Niklassen AS, Ovesen T, et al. Danish validation of sniffin' sticks olfactory test for threshold, discrimination, and identification. Laryngoscope. 2018;128(8):1759-1766. doi:10.1002/lary.27052
10. Rumeau C, Nguyen DT, Jankowski R. How to assess olfactory performance with the Sniffin' Sticks test(®). Eur Ann Otorhinolaryngol Head Neck Dis. 2016;133(3):203-206. doi:10.1016/j.anorl.2015.08.004
11. Veyseller B, Ozucer B, et al. Connecticut (CCCRC) Olfactory Test: Normative Values in 426 Healthy Volunteers. Indian J Otolaryngol Head Neck Surg. 2014;66(1):31-34. doi:10.1007/s12070-013-0632-z
12. Morley JF, Cohen A, et al. Optimizing olfactory testing for the diagnosis of Parkinson’s disease : item analysis of the university of Pennsylvania smell identification test. npj Parkinson's Disease. 2018:4;2. https://doi.org/10.1038/s41531-017-0039-8
13. Fornazieri MA, Doty RL, et al. A new cultural adaptation of the University of Pennsylvania Smell Identification Test. Clinics (Sao Paulo). 2013;68(1):65-68. doi:10.6061/clinics/2013(01)oa10

Kontraindikasi Pemeriksaan Penci...
Komplikasi Pemeriksaan Penciuman

Artikel Terkait

  • Efikasi Kortikosteroid sebagai Tata Laksana Anosmia karena COVID-19
    Efikasi Kortikosteroid sebagai Tata Laksana Anosmia karena COVID-19
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 03 November 2023, 14:01
Bagaimana penanganan anosmia dan aguesic di faskes 1?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Izin diskusi dokter. Kami dapat pasien riwayat ISPA 5 hari lalu minggu yang lalu. Batuk pilek saat ini sembuh, namun tiba tiba penciuman dan perasa pasien...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.