Farmakologi Erythromycin
Farmakologi erythromycin atau eritromisin berkaitan dengan efek kerja primernya sebagai bakteriostatik. Erythromycin merupakan antibiotik golongan makrolida yang memiliki efek antiinflamasi dan imunomodulasi, dan termasuk agonis motilin.
Farmakodinamik
Erythromycin berdifusi ke dalam tubuh bakteri melalui membran sel bakteri, dan secara reversibel mengikatkan diri pada molekul ribosom RNA 23S di dalam subunit 50S ribosom bakteri. Proses ikatan ini akan menginhibisi aktivitas enzim peptidil transferase, sehingga mengganggu proses translokasi asam amino selama berlangsungnya translasi dan berkumpulnya protein.
Kerja erythromycin dalam bentuk garam estolat dapat sebagai bakteriostatik maupun bakterisidal, tergantung pada konsentrasi obat di lokasi infeksi, dan suseptibilitas organisme terhadap obat ini. Pada mekanisme kerja inhibisi sintesis protein, erythromycin hanya menghentikan pertumbuhan bakteri, dan bukan menghancurkannya. Erythromycin biasa digunakan sebagai terapi pertusis dan difteri.[1,9]
Farmakokinetik
Erythromycin diabsorpsi di duodenum dan penyerapan obat lebih cepat pada kondisi perut kosong. Konsentrasi puncak dicapai dalam waktu 1–4 jam setelah mengonsumsi obat. Erythromycin melintasi sawar darah otak dan plasenta. Kemudian dimetabolisme di hepar, serta diekskresikan melalui cairan empedu dan sedikit di urin.
Absorpsi
Absorpsi erythromycin terjadi terutama di duodenum. Pemberian bersama atau tanpa makanan tidak begitu memengaruhi tingkat absorpsi erythromycin. Bioavailabilitas obat berkisar antara 15–45%, variabilitas ini dipengaruhi oleh kerentanan erythromycin terhadap asam lambung. Konsentrasi puncak obat tercapai dalam waktu sekitar 1–4 jam.[6,9]
Distribusi
Setelah diabsorpsi, erythromycin berdifusi secara cepat, terutama ke dalam cairan tubuh. Sekitar 80–90% erythromycin akan berikatan dengan protein.
Erythromycin didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh, termasuk ke dalam cairan spinal sebanyak 2–13%, dan dapat melintasi sawar darah-otak. Pada meningitis, terjadi peningkatan difusi erythromycin melalui sawar darah-otak, yang kemungkinan disebabkan karena jaringan inflamasi lebih mudah dipenetrasi. Erythromycin juga dapat menembus plasenta, dan didistribusikan ke dalam air susu ibu (ASI).[6,10]
Metabolisme
Sebagian besar dosis obat dimetabolisme di hepar, melalui proses demetilasi oleh enzim sitokrom P450, terutama CYP3A4. Erythromycin akan mengalami hidrolisis menjadi bentuk salah satu bentuk metabolitnya, yaitu anhydro erythromycin (AHE).
AHE bersifat inaktif terhadap mikroba, tetapi dapat menghambat oksidasi obat pada hepar. Oleh sebab itu, AHE dianggap berperan penting pada interaksi obat erythromycin.[6,9]
Eliminasi
Erythromycin terkonsentrasi di hepar dan sebagian besar diekskresikan ke dalam cairan empedu. Hanya kurang dari 5% dosis obat yang dikonsumsi per oral, diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk metabolit aktif. Waktu paruh erythromycin pada pasien dengan fungsi ginjal normal diperkirakan 1,5–2 jam.[9,10]
Resistensi
Resistensi erythromycin dapat terjadi akibat modifikasi pada molekul 23S rRNA yang berada dalam subunit ribosomal 50S. Modifikasi ini mengakibatkan erythromycin tidak dapat berikatan dengan ribosom, dan bakteri dapat terus melanjutkan proses sintesis protein.[9,10]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra