Pendahuluan Salmeterol
Salmeterol adalah obat asthma inhalasi adenoreseptor beta-2 selektif jangka panjang yang memiliki efek bronkodilator. Salmeterol memiliki durasi aksi yang lebih lama (± 12 jam) dibandingkan dengan adenoreseptor beta-2 selektif jangka pendek seperti salbutamol (± 4-6 jam). Metabolisme salmeterol umumnya dilakukan di hati dan diekskresikan melalui feses dan urine.[1,2]
Salmeterol umumnya diberikan pada pasien asthma kronik atau pasien asthma yang membutuhkan dua terapi rumatan. Selain itu, salmeterol juga dapat diberikan sebagai terapi rumatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan profilaksis untuk asthma yang diinduksi olahraga.
Di Indonesia, salmeterol tersedia dalam bentuk inhalasi oral serbuk kering dan aerosol. Salmeterol hanya memiliki sediaan kombinasi dengan fluticasone propionate.[1,3,4]
Efek samping salmeterol yang paling ditakutkan adalah bronkokonstriksi paradoksal pada pasien asthma yang dapat menyebabkan kematian. Oleh sebab itu, salmeterol tidak boleh diberikan sebagai monoterapi dan dapat diberikan bersamaan dengan kortikosteroid fluticasone propionat untuk menurunkan risiko.
Salmeterol juga tidak diperbolehkan pada pasien dengan hipersensitivitas salmeterol, riwayat reaksi efek samping berbahaya akibat salmeterol, serta status asthmatikus akut dan episode akut asthma atau PPOK.[1,5]
Tabel 1. Deskripsi Singkat Salmeterol
Perihal | Deskripsi |
Kelas | Bronkodilator[4] |
Subkelas | â2-agonis kerja lama[4] |
Akses | Resep[5] |
Wanita hamil | FDA: Kategori C[5] TGA: Kategori B3[6] |
Wanita menyusui | Salmeterol dapat digunakan pada wanita menyusui karena bioavailabilitas yang rendah pada serum maternal setelah penggunaan obat[7] |
Anak-anak | Dapat digunakan pada anak usia ≥ 4 tahun[4,5] |
Infant | Keamanan dan efikasi belum diketahui pada bayi |
FDA | Approved[5] |
Blackbox Warning | Penggunaan salmeterol sebagai monoterapi dilarang[5] |