Pengawasan Klinis Faktor VII
Pengawasan klinis yang perlu dilakukan pada pengguna faktor VII adalah pengawasan risiko kejadian thrombotik, terutama pada pasien-pasien dengan riwayat disseminated intravascular coagulation atau DIC, riwayat penyakit aterosklerotik lanjut, crush injury, dan septikemia.[2,6]
Thrombosis
Pasien yang mendapatkan faktor VII perlu dipantau untuk mendeteksi tanda dan gejala thrombosis. Bila hasil laboratorium mengonfirmasi terjadinya koagulasi intravaskular atau bila ada gejala klinis thrombosis, dosis sebaiknya dikurangi atau dihentikan sesuai kondisi klinis pasien.[2,6]
Angina pektoris dan takikardia pernah dilaporkan pada pasien yang mendapat terapi faktor VII. Di antara pasien yang mendapat >2.400 episode terapi, ada 2 kasus infark miokard yang dilaporkan. Satu pasien memiliki riwayat penyakit kardiovaskular, sedangkan satu pasien memiliki berat badan berlebih dan mendapat transfusi masif dan terapi faktor koagulasi lain untuk menangani perdarahan intraabdominal dan syok.[1]
Reaksi Hipersensitivitas
Pasien yang mendapat terapi faktor VII perlu diberikan edukasi mengenai tanda dan gejala hipersensitivitas, seperti urtikaria, gatal, rasa tidak nyaman di dada, wheezing, hipotensi, dan anafilaksis. Bila ada tanda dan gejala reaksi hipersensitivitas, terapi harus dihentikan. Pemberian terapi pada pasien ini selanjutnya harus menilai manfaat dan risiko yang akan dialami oleh pasien.[2]
Terbentuknya Antibodi Faktor VII
Pasien dengan defisiensi faktor VII harus diperiksa prothrombin time (PT) dan aktivitas koagulan faktor VIIa-nya sebelum dan sesudah pemberian. Jika aktivitas faktor VII tidak berhasil mencapai level yang diharapkan atau jika PT tidak terkoreksi atau jika timbul gejala perdarahan tidak terkontrol setelah terapi dengan dosis yang direkomendasikan, kecurigaan terbentuknya antibodi perlu dipertimbangkan.[2]
Pemeriksaan Laboratorium
Hingga saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium untuk memonitor efek faktor VII. Indikator terbaik untuk menentukan efektivitas adalah berhentinya perdarahan dan tercapainya kondisi hemodinamik yang stabil.[7]
Parameter laboratorium seperti prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), dan aktivitas koagulan faktor VII plasma (FVII:C) dapat memberikan hasil berbeda tergantung pada penggunaan reagen.[2]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur