Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Azoospermia general_alomedika 2023-04-05T14:28:06+07:00 2023-04-05T14:28:06+07:00
Azoospermia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Azoospermia

Oleh :
dr.Sofie A. Mandasari
Share To Social Media:

Diagnosis azoospermia perlu dicurigai pada laki-laki yang mengeluhkan infertilitas. Analisis sperma dapat dengan mudah menegakkan diagnosis. Pasien juga mungkin memerlukan pemeriksaan hormonal dan pemeriksaan penunjang lainnya untuk mengidentifikasi etiologi azoospermia.[1,3,4]

Anamnesis

Pada laki-laki dengan infertilitas, perlu ditanyakan mengenai faktor risiko yang dapat mempengaruhi fertilitas seperti gaya hidup, riwayat kanker testis, penyakit komorbid, infeksi urogenital, riwayat operasi, dan paparan terhadap gonadotoksin.[3-5]

Riwayat Infertilitas

Pasien azoospermia umumnya datang akibat infertilitas. Pada anamnesis, tanyakan usia pasangan dan berapa lama waktu yang telah dilalui untuk mencoba hamil. Tanyakan juga riwayat dan durasi penggunaan kontrasepsi.[3-5]

Riwayat Seksual

Evaluasi riwayat seksual, termasuk adanya gangguan ereksi, libido, penggunaan pelumas, dan frekuensi masturbasi. Tanyakan juga riwayat perkembangan seksual dan onset pubertas.[3-5]

Riwayat Penyakit

Evaluasi adanya riwayat penyakit yang meningkatkan risiko azoospermia, seperti kriptorkismus, hernia, trauma testis, torsio testis, dan orchitis mumps. Tanyakan juga riwayat infeksi urogenital, termasuk infeksi menular seksual.

Faktor lain adalah riwayat operasi yang meningkatkan risiko obstruksi urogenital. Ini mencakup orchidopexy, herniorrhaphy, dan orchiectomy, serta operasi retroperitoneal, pelvis, inguinal, scrotum, atau perineal.[3-5]

Paparan Gonadotoksin

Azoospermia juga bisa berkaitan dengan paparan gonadotoksin. Obat yang bersifat gonadotoksik antara lain sulfasalazin, kolkisin, allopurinol, cimetidine, kemoterapi, dan steroid anabolik. Paparan radiasi dan panas juga meningkatkan risiko azoospermia.[3-5]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan inspeksi habitus pasien. Persebaran rambut abnormal, ginekomastia, dan postur eunochoid mengindikasikan adanya defisiensi testosteron dan gangguan hormonal seperti hiperprolaktinemia, abnormalitas rasio estrogen dan testosteron, disfungsi adrenal, atau sindrom genetik.

Pasien yang memiliki ekstremitas panjang dan tidak proporsional dengan anggota tubuh lainnya menunjukkan keterlambatan penutupan epifisis akibat defisiensi testosteron pada masa pubertas.[1,3-5]

Pemeriksaan Genital

Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan genital. Pada inspeksi, perlu diperhatikan kurvatura penis, hipospadia, dan adanya luka operasi pada area urogenital.

Pada palpasi skrotum dilakukan pemeriksaan ada tidaknya testis, ukuran, konsistensi dan kesimetrisan testis kanan dan kiri. Ukuran testis dewasa normal adalah 4x3 cm atau sekitar 20 ml. Pasien dengan volume testis yang kecil berpotensi mengalami gangguan spermatogenesis. Pada pasien dengan azoospermia non-obstruktif, biasanya volume testis kecil, tidak lebih dari 15 ml.

Selanjutnya, dilakukan palpasi epididimis untuk melihat adanya pembesaran, indurasi dan kista. Palpasi dilanjutkan ke korda spermatikus untuk memeriksa ada tidaknya vas deferens dan varikokel.

Untuk memeriksa varikokel derajat rendah perlu dilakukan manuver Valsava. Untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus ejakulatorius, dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk memeriksa ada tidaknya kista di garis tengah prostat yang mengarah pada diagnosis kista duktus Mullerian. Adanya indurasi, dan nyeri tekan pada prostat mengarah pada diagnosis prostatitis.[1,3-5]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari azoospermia adalah kelainan sperma lainnya. Kelainan ini mencakup oligospermia, astenozoospermia, dan teratozoospermia.[12]

Oligospermia

Oligospermia merupakan kondisi dimana hasil analisis semen menunjukkan <15 juta spermatozoa/mL. Oligospermia dapat disebabkan oleh infeksi, ejakulasi retrograde, dan kelainan genetik berupa delesi kromosom Y. Oligospermia juga bisa disebabkan oleh konsumsi obat seperti alpha blockers, finasteride, dan antiandrogen.[12]

Astenozoospermia

Pada astenozoospermia, analisis semen menunjukkan <32% spermatozoa motil. Serupa dengan azoospermia dan oligospermia, astenozoospermia dapat disebabkan oleh merokok, konsumsi alkohol berlebih, dan obat gonadotoksik. Pekerjaan yang menyebabkan trauma berulang pada pelvis, misalnya supir atau menaiki kuda, dapat meningkatkan risiko astenozoospermia.[12]

Teratozoospermia

Pada teratozoospermia, analisis semen menunjukkan <4% bentuk spermatozoa yang normal. Penyebabnya serupa dengan kelainan sperma lain, termasuk varikokel, obesitas, dan paparan zat gonadotoksik.[12]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk azoospermia berupa analisis semen, pemeriksaan kadar hormon, pencitraan, biopsi testis, dan pemeriksaan genetik.

Analisis Semen

Analisis semen merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting dilakukan untuk mengevaluasi kondisi infertilitas pada pria. Analisis semen dapat menunjukkan seberapa banyak sperma yang sehat. Menurut WHO, penting untuk membedakan antara:

  • Oligozoospermia: < 15 juta spermatozoa/ml
  • Asthenozoospermia: < 32% spermatozoa motil
  • Teratozoospermia: < 4% serma dengan bentuk normal[11]

Tabel 1. Batas Bawah Hasil Analisis Semen

Parameter Batas Bawah
Volume semen (mL) 1.4 (1.3-1.5)
Jumlah sperma total (106 per ejakulat) 39 (35-40)
Konsentrasi sperma (106 per mL) 16 (15-18)
Motilitas total (PR+NP, %) 42 (40-43)
Motilitas progresif (PR, %) 30 (29-31)
Vitalitas (spermatozoa yang hidup, %) 54 (50-56)
Morfologi sperma (bentuk normal, %) 4 (3,0-4,0)
Konsensus Lainnya
pH >7,2
Leukosit peroksidase positif (106 per mL) <0,1
Tes Antibodi terhadap Spermatozoa
Tes MAR (spermatozoa motil dengan dengan partikel ikatan, %) Tidak ada nilai referensi evidence-based

Tes immunobead (spermatozoa motil dengan bound beads, %) Tidak ada nilai referensi evidence-based

Fungsi Kelenjar Aksesorius  
Zinc seminal (µmol/ejakulat) >2,4
Fruktosa seminal (µmol/ejakulat) >13
Glukosidase netral seminal (µmol/ejakulat) >20

MAR = mixed antiglobulin reaction; NP = non-progressive; PR = progressive (a+b motility).

(Sumber: WHO Manual for the Laboratory Examination and Processing of Human Semen, edisi 6, 2021.)

Jika analisis semen normal sesuai dengan kriteria WHO, tes tunggal sudah cukup. Jika hasilnya tidak normal pada setidaknya 2 kali pengecekan, maka diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan andrologi lebih lanjut.[5,11]

Sampel semen dikumpulkan setelah menghindari aktivitas seksual (abstinensia) selama minimal 48 jam hingga maksimal 7 hari. Diambil dua sampel untuk evaluasi awal, dengan interval tidak boleh kurang dari 1 minggu atau lebih dari 3 minggu.[4]

Pada kasus azoospermia, analisis semen dapat memiliki volume ejakulasi normal dan azoospermia setelah sentrifugasi. Metode yang direkomendasikan adalah sentrifugasi semen pada 3.000 g selama 15 menit dan pemeriksaan mikroskopis menyeluruh dengan optik kontras fase pada pembesaran ×200. Semua sampel dapat diwarnai dan diperiksa ulang secara mikroskopis.[4,5,11]

Evaluasi Kadar Hormon

Pemeriksaan kadar hormon dalam serum dapat membantu untuk membedakan diagnosis banding dari azoospermia. Follicle-stimulating hormone (FSH) dan testosteron merupakan hormon yang penting dalam spermatogenesis. Testosteron diproduksi oleh sel-sel Leydig di bawah stimulasi luteinizing hormone (LH). Kadar testosteron intratestikular normal sangat penting untuk pematangan sperma.

Sebaliknya, FSH terutama berperan untuk meningkatkan produksi sperma dan bekerja sama dengan testosteron intratestikular untuk meningkatkan proliferasi sel. FSH memiliki hubungan berbanding terbalik dengan kuantitas spermatogonia.

Pada pasien dengan hipogonadisme primer, dapat ditemukan kadar FSH dan LH dengan atau tanpa testosteron rendah. Hipogonadisme hipogonadotropik merupakan penyebab azoospermia non-obstruktif dengan insiden tidak lebih dari 2% dari semua laki-laki infertil. Kemungkinan penyebabnya termasuk sindrom Kallmann, hipogonadisme yang diinduksi androgen, neoplasma otak, radiasi, dan trauma.

Sementara itu, pasien dengan azoospermia obstruktif menunjukkan kadar FSH dan testosteron normal. Hormon lain juga dapat dinilai, termasuk inhibin B, prolaktin, estradiol, 17-hydroxyprogesterone, dan sex hormone-binding globulin (SHBG).[1,2,5]

Pencitraan

Sebagai pemeriksaan tambahan setelah dilakukan pemeriksaan fisik, pencitraan dapat dilakukan untuk menentukan penyebab dan tipe azoospermia. Pada umumnya modalitas pencitraan yang digunakan adalah ultrasonografi skrotum, dan ultrasonografi transrektal.

Ultrasonografi skrotum diindikasikan untuk kasus prostatitis, vesikulitis, kalsifikasi testis (mikrolitiasis), ataupun massa testis. Ultrasonografi skrotum juga dapat membantu menentukan volume testis, karakteristik epididimis, dan adanya varikokel yang tidak meyakinkan dengan pemeriksaan fisik, misalnya pada pasien obesitas.[1,3,4]

Ultrasonografi transrektal (TRUS) diindikasikan pada pasien azoospermia dengan hipospermia (volume ejakulasi < 1,5 mL) dan pH asam jika diduga ada obstruksi. TRUS dapat mendeteksi kelainan vesikula seminalis dan kista prostat yang dapat menghalangi duktus ejakulatorius dan mengakibatkan azoospermia.[3,4]

Biopsi Testis

Biopsi testis dapat membedakan jenis azoospermia dan menyingkirkan diagnosis banding antara azoospermia non-obstruktif dan azoospermia obstruktif.

Pemeriksaan histopatologi dapat membedakan adanya gangguan terhadap spermatogenesis yang menandakan penyebab azoospermia non-obstruktif. Tanda-tanda yang dapat ditemukan mencakup sertoli cell-only, maturasi sperma terhambat, hipospermatogenesis, dan hialinisasi tubular. Jika tidak terdapat gangguan pada spermatogenesis, menandakan penyebab azoospermia obstruktif.[3,4]

Pemeriksaan Genetik

Pemeriksaan genetik diindikasikan untuk pasien infertil dengan kecurigaan kelainan kromosom. Temuan kariotipik abnormal yang paling umum pada laki-laki azoospermia adalah sindrom Klinefelter yang terdeteksi pada sekitar 10% kasus. Selain itu, terdapat pula mikrodelesi kromosom Y, baik AZF a, b, atau c, yang berhubungan dengan gangguan spermatogenesis.[3,5]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr.Della Puspita Sari

Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta

Referensi

1. Sharma M, Leslie SW. Azoospermia. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK578191/
2. Wu X, Lin D, Sun F, Cheng CY. Male infertility in humans: An update on non-obstructive Azoospermia (NOA) and Obstructive Azoospermia (OA). Advances in Experimental Medicine and Biology. 2021;:161–73.
3. Andrade DL, Viana MC, Esteves SC. Differential diagnosis of Azoospermia in men with infertility. Journal of Clinical Medicine. 2021;10(14):3144.
4. Harzif AK, Wiweko B. Penanganan Konsensus Infertilitas. Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas - Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (HIFERI-POGI). 2019
5. Salonia A, Minhas S. EAU Guidelines on Sexual and Reproductive Health. European Association of Urology. 2022
11. WHO. WHO laboratory manual for the examination and processing of human semen Sixth edition. 2021
12. Duarsa GWK, Soebadi DM, Taher A, et al, Panduan penanganan infertilitas pria, Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015.

Epidemiologi Azoospermia
Penatalaksanaan Azoospermia

Artikel Terkait

  • Perbedaan IVF dan IUI
    Perbedaan IVF dan IUI
  • Jenis Pengobatan Infertilitas
    Jenis Pengobatan Infertilitas
  • Suplementasi Asam Folat dan Zinc untuk Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Sperma
    Suplementasi Asam Folat dan Zinc untuk Meningkatkan Jumlah dan Kualitas Sperma
  • Efikasi Tamoxifen pada Infertilitas Pria
    Efikasi Tamoxifen pada Infertilitas Pria
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:09
Pemberian VAR dan SAR pada pasien terduga rabies
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, selamat sore. Saya ingin bertanya apakah pemberian VAR/SAR dapat diberikan pada pasien dengan risiko tinggi rabies yang kejadian tergigit hewan...
dr.fandi sukowicaksono
Dibalas 09 Mei 2025, 22:03
Apakah USG kehamilan dapat mendeteksi riwayat kehamilan sebelumnya yang tidak diketahui?
Oleh: dr.fandi sukowicaksono
3 Balasan
Alo Dokter. ini cerita pasien saya kemarin.mr X usia 26 th datang konsultasi sendiri , menceritakan kejadian saat usg kehamilan anak pertama istrinya dengan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.