Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) general_alomedika 2023-10-10T15:26:26+07:00 2023-10-10T15:26:26+07:00
Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan
Share To Social Media:

Diagnosis acute respiratory distress syndrome (ARDS) pada umumnya dapat ditegakkan bila penyebab kardiogenik dan etiologi lain yang dapat menyebabkan hipoksemia akut telah disingkirkan, Diagnosis juga bisa dilakukan berdasarkan kriteria Berlin yang memandang onset, rasio PaO2/FIO2 pada penggunaan ventilator atau SpO2/FIO2 pada penggunaan high flow nasal cannula (HFNC), dan gambaran radiologi.[1-3]

Anamnesis

Anamnesis pada pasien ARDS umumnya dilakukan untuk mencari faktor penyebab. Keluhan utama pada pasien ARDS adalah dispnea dan hipoksemia akut. Onset umumnya dalam 12-48 jam atau beberapa hari setelah faktor penyebab terjadi. Beberapa faktor penyebab yang harus ditanyakan adalah trauma, sepsis, overdosis obat, transfusi, dan tersedak.

Dispnea umumnya ditemukan pada saat ekspirasi pada fase awal dan dapat mengalami perburukan menjadi dispnea saat istirahat hingga gasping. Kegagalan multiorgan juga dapat terjadi pada fase awal. Pasien yang dapat melewati fase awal dengan baik pada umumnya akan mengalami perbaikan oksigenasi dan ventilasi.

Pada fase lanjut, pasien yang masih mengalami hipoksemia persisten dan bergantung dengan ventilator pada umumnya akan mengalami gagal napas. Hal ini umumnya terjadi setelah 10 hari. Fungsi paru juga semakin memburuk, ditandai dengan penurunan komplians paru, peningkatan dead space, dan hipertensi pulmonal.[1-3]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien ARDS dapat menunjukkan kelainan terkait respirasi, seperti takipnea dan peningkatan usaha napas dengan penggunaan otot bantu napas. Tanda klinis umum pasien dapat berbeda sesuai derajat keparahan ARDS, seperti sianosis, takikardia, dan penurunan status mental. Ronkhi dapat ditemukan pada auskultasi dada.

Suhu pasien dapat terukur hipertermik maupun hipotermik. ARDS juga dapat disertai dengan syok yang menyebabkan hipotensi dan akral dingin akibat vasokonstriksi perifer. Pada pasien dengan sepsis, pemeriksaan fisik perlu mencari sumber infeksi, seperti pada luka operasi, pemasangan drain, ulkus dekubitus, infus intravena, maupun sumber infeksi lainnya.[1-3]

Diagnosis Banding

Dua diagnosis banding utama dari ARDS adalah edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik.[1-3]

Edema Paru Kardiogenik

Edema paru kardiogenik adalah kondisi yang disebabkan oleh gagal jantung. Cara membedakannya dengan ARDS adalah dengan melihat riwayat medis pasien.

Pasien dengan edema paru kardiogenik biasanya memiliki riwayat penyakit jantung atau hipertensi. Pemeriksaan fisik dapat mengungkapkan tanda-tanda seperti edema tungkai, terbatasnya mobilitas dinding dada, dan suara napas yang abnormal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) juga dapat membantu dalam diagnosis.[1-3]

Edema Paru Non-Kardiogenik

Edema paru non-kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pneumonia, aspirasi, atau keracunan. Pembeda utamanya adalah dengan mengevaluasi riwayat medis dan gejala pasien. Radiografi toraks dan analisis gas darah akan membantu dalam membedakan antara ARDS dan edema paru non-kardiogenik.[1-3]

Emboli Paru

Emboli paru terjadi ketika trombus, yang biasanya terbentuk di kaki, terlepas dan masuk ke pembuluh darah paru dan menyumbat aliran darah. Kondisi ini dapat menghasilkan gejala mirip ARDS, seperti sesak napas, nyeri dada, dan takikardia. Diagnosis emboli paru dapat dilakukan dengan CT pulmonary angiography (CTPA) atau VQ scan, yang akan menunjukkan adanya trombus di pembuluh darah paru.[1-3]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien ARDS adalah pemeriksaan laboratorium, terutama analisis gas darah, dan pencitraan radiologi, terutama rontgen toraks.

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium utama dalam penegakan diagnosis ARDS adalah pemeriksaan analisis gas darah (AGD). Pemeriksaan AGD dilakukan untuk memenuhi salah satu Kriteria Berlin dalam penegakan diagnosis ARDS, yaitu rasio PaO2/FIO2. Rasio PaO2/FIO2 juga digunakan untuk mengetahui derajat keparahan penyakit. Selain itu, pada analisis gas darah, dapat ditemukan kondisi hipoksemia dan alkalosis respiratorik.

Untuk menyingkirkan diagnosis banding edema paru, pemeriksaan brain natriuretic peptide (BNP) atau NT-proBNP dapat dilakukan. Pemeriksaan hematologi juga dapat menunjukkan kelainan lainnya, seperti leukopenia, leukositosis, maupun trombositopenia pada pasien sepsis, serta peningkatan kadar berbagai sitokin.[1-3,9-12]

Pencitraan

Pada rontgen toraks akan ditemukan opasitas bilateral yang tidak dapat didefinisikan sebagai efusi, kolaps, atau nodul pada pencitraan radiologi. Temuan ini juga dapat terlihat pada pencitraan dengan computed tomography (CT).

Infiltrat bilateral dapat simetris maupun tidak simetris dan dapat dipengaruhi oleh penyakit yang mendasari terjadinya ARDS. Infiltrat ini dapat ditemukan bertambah buruk dalam waktu yang singkat, biasanya mencapai kondisi parah dalam tiga hari. Infiltrat dapat berbentuk difus dengan tampilan ground glass.

Selain pencitraan dada dengan rontgen atau CT, pemeriksaan lain, seperti echocardiography dapat diperlukan. Pemeriksaan echocardiography dilakukan untuk menilai dan menyingkirkan kemungkinan edema paru yang disebabkan oleh kelainan jantung. Selain itu, echocardiography juga dapat memberikan informasi mengenai adanya disfungsi ventrikel kanan yang dapat menjadi pertimbangan penentuan kuantitas penggunaan cairan dalam penatalaksanaan ARDS.[1-3,9-12]

Kriteria Penegakan Diagnosis

Kriteria yang digunakan dalam penegakan diagnosis ARDS adalah Kriteria Berlin yang telah dipakai sejak 2012. Namun, modifikasi Kigali juga digunakan untuk melengkapi Kriteria Berlin, terutama sejak mulainya Pandemi COVID-19. Penggunaan rasio SpO2/FIO2 mulai banyak digunakan sebagai penilaian kriteria oksigenasi karena tidak invasif dan tersedia luas bila dibandingkan dengan rasio PaO2/FIO2. [1,10-13]

Tabel 1. Kriteria Berlin

Onset Onset akut dalam 1 minggu
Etiologi Gagal napas yang tidak dapat dijelaskan oleh kelainan fungsi jantung atau overload cairan
Pencitraan Opasitas bilateral pada rontgen atau CT thorax yang tidak dapat dijelaskan oleh efusi, kolaps, atau nodul
Oksigenasi Hipoksemia akut dengan PaO2/FIO2 <300 mmHg pada penggunaan ventilator dengan PEEP setidaknya 5 cmH2O

Sumber: dr. Michael Sintong Halomoan, Alomedika, 2023.[10]

Tabel 2. Modifikasi Kigali

Onset Sama dengan Kriteria Berlin
Etiologi Sama dengan Kriteria Berlin
Pencitraan Opasitas bilateral pada rontgen, CT, atau USG thorax yang tidak dapat dijelaskan oleh efusi, kolaps, atau nodul
Oksigenasi Hipoksemia akut dengan SpO2/FIO2 <315 mmHg tanpa aturan PEEP tertentu

Sumber: dr. Michael Sintong Halomoan, Alomedika, 2023.[1]

Derajat ARDS dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu:

  • ARDS ringan dengan rasio PaO2/FIO2 201 - 300 mmHg
  • ARDS sedang dengan rasio PaO2/FIO2 101 - 200 mmHg
  • ARDS berat dengan rasio PaO2/FIO2 ≤100 mmHg[1,10-13]

 

Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan

Referensi

1. Matthay MA, Zemans RL, Zimmerman GA, Arabi YM, Beitler JR, Mercat A, Herridge M, Randolph AG, Calfee CS. Acute respiratory distress syndrome. Nature reviews Disease primers. 2019 Mar 14;5(1):18.
2. Diamond M, Peniston HL, Sanghavi DK, et al. Acute Respiratory Distress Syndrome. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2023. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK436002/?report=reader
3. Harman, EM. Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/165139-overview
9. Meyer NJ, Gattinoni L, Calfee CS. Acute respiratory distress syndrome. The Lancet. 2021 Aug 14;398(10300):622-37.
10. Grasselli G, Calfee CS, Camporota L, Poole D, Amato MB, Antonelli M, Arabi YM, Baroncelli F, Beitler JR, Bellani G, Bellingan G. ESICM guidelines on acute respiratory distress syndrome: definition, phenotyping and respiratory support strategies. Intensive Care Medicine. 2023 Jun 16:1-33.
11. Fujishima S. Guideline-based management of acute respiratory failure and acute respiratory distress syndrome. Journal of Intensive Care. 2023 Dec;11(1):1-9.
12. Rakhmatullah R, Sudjud RW. Diagnosis dan Tatalaksana ARDS. Majalah Anestesia & Critical Care. 2019;37(2):58-68.
13. Vercesi V, Pisani L, van Tongeren PS, Lagrand WK, Leopold SJ, Huson MM, Henwood PC, Walden A, Smit M, Riviello ED, Pelosi P. External confirmation and exploration of the Kigali modification for diagnosing moderate or severe ARDS. Intensive Care Medicine. 2018 Apr;44:523-4.

Epidemiologi Acute Respiratory D...
Penatalaksanaan Acute Respirator...

Artikel Terkait

  • Intubasi dan Ventilasi pada Pasien ARDS dengan COVID-19
    Intubasi dan Ventilasi pada Pasien ARDS dengan COVID-19
  • Ventilasi Mekanik pada Acute Respiratory Distress Syndrome
    Ventilasi Mekanik pada Acute Respiratory Distress Syndrome
  • Manfaat Posisi Pronasi pada Pasien COVID-19 Gejala Ringan Sedang
    Manfaat Posisi Pronasi pada Pasien COVID-19 Gejala Ringan Sedang
  • Patogen Penyebab Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
    Patogen Penyebab Ventilator-Associated Pneumonia (VAP)
  • Pedoman Penanganan Distres Pernapasan Akut 2024 – Ulasan Guideline Terkini
    Pedoman Penanganan Distres Pernapasan Akut 2024 – Ulasan Guideline Terkini

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr. Nurul Falah
Dibalas 19 Juli 2021, 11:12
Indikasi pemberian agen antifibrotik dapat diberikan pada pasien COVID-19 dengan ARDS - Paru Ask the Expert
Oleh: dr. Nurul Falah
1 Balasan
Alo DR. dr. Harsini, Sp.P(K), FISR, izin bertanya dokter.Bagaimana indikasi pemberian agen antifibrotik pada pasien ARDS yang dipicu COVID-19? Apakah...
Anonymous
Dibalas 19 Juli 2021, 11:40
Tata laksana pneumonia dan ARDS akibat COVID-19 - Paru Ask the Expert
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo DR. dr. Harsini, SpP(K), FISRSaya ingin bertanya dok, pada kondisi seperti saat ini di mana banyak ICU dan kamar biasa di rumah sakit pun penuh, bila...
Anonymous
Dibalas 23 Juni 2021, 14:19
Weaning ventilasi mekanik - Anestesi Ask the Expert
Oleh: Anonymous
1 Balasan
 Alo, dr. Andrian, Sp.AnUntuk pasien yang menggunakan ventilasi mekanik tetapi sudah menunjukkan pernapasan spontan, kira-kira apakah ekstubasi dapat...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.