Diagnosis Overdosis Paracetamol
Diagnosis paracetamol overdose atau overdosis paracetamol dapat ditegakkan melalui anamnesis riwayat konsumsi paracetamol dalam dosis toksik. Jika diperlukan, diagnosis bisa dipastikan dengan pemeriksaan kadar serum paracetamol. Selain itu, perlu pula dilakukan pemeriksaan fungsi hati dan ginjal karena overdosis paracetamol bisa menyebabkan gagal hati ataupun gagal ginjal.
Munculnya gejala toksisitas merupakan tanda tahap lanjut dari overdosis paracetamol, dan hanya akan ada karena sudah terjadi kerusakan pada hepar. Oleh sebab itu, ada-tidaknya gejala bukan merupakan indikator yang andal untuk menentukan apakah pasien mengalami overdosis paracetamol.[1-3]
Penilaian Tingkat Risiko
Diagnosis overdosis paracetamol dimulai dengan penilaian risiko dan perhitungan dosis yang tertelan. Komponen penilaian risiko mencakup agen yang dikonsumsi, besaran dosis yang tertelan, waktu sejak tertelan, serta faktor pasien.
Agen
Paracetamol adalah agen utama penyebab overdosis paracetamol. Selain itu, perlu diperhatikan adanya koingestan seperti alkohol, obat lain, atau bahan tambahan dalam tablet kombinasi, misalnya kafein dan pseudoefedrin dalam formulasi obat flu dan batuk.[1,3,4,9]
Dosis
Pada pasien dewasa, penghitungan dosis biasanya dilakukan dengan menilai berapa jumlah tablet yang dikonsumsi pasien, baik dari anamnesis atau dari kemasan obat yang kosong yang ada di sekitar pasien atau dapat di akses pasien.
Pada anak yang meminum paracetamol sirup, dosis yang dikonsumsi dapat dinilai sesuai dengan kekuatan sedian sirup. Jika orang tua tidak dapat memastikan jumlah yang dikonsumsi, maka perhitungan dilakukan dengan skenario terburuk, yaitu seluruh isi botol.
Jika sirup paracetamol yang dikonsumsi sesuai dengan dosis usia anak, umumnya satu botol tidak mengandung cukup paracetamol untuk menyebabkan toksisitas. Jika perhitungan dilakukan berdasarkan kemasan kosong atau obat yang hilang, diasumsikan bahwa seluruh jumlah yang hilang telah dikonsumsi.[1,3,4,9]
Waktu Sejak Tertelan
Pastikan apakah konsumsi obat dilakukan sekaligus atau bertahap dalam rentang berapa jam atau hari. Pastikan juga kapan pasien mengonsumsi obat tersebut.[1,3,4,9]
Faktor Pasien
Mengetahui berat badan pasien penting untuk menghitung dosis yang tertelan. Pengukuran langsung adalah metode terbaik. Jika tidak memungkinkan, dapat digunakan perhitungan pediatrik untuk anak-anak atau estimasi untuk orang dewasa.
Faktor-faktor medis lain yang dapat memengaruhi metabolisme dan eliminasi paracetamol juga perlu diperhitungkan dalam evaluasi risiko. Pasien dengan riwayat gangguan fungsi hati, disfungsi ginjal, kondisi malnutrisi, gangguan kesehatan mental, serta riwayat penyalahgunaan zat seperti konsumsi alkohol kronik lebih berisiko mengalami overdosis paracetamol.[15,20,21]
Contoh Kasus
1. Anak laki-laki usia 3 tahun ditemukan oleh ibunya sedang minum dari botol sirup paracetamol. Botol tersebut hampir kosong. Ibu menyatakan bahwa ia mungkin telah memberikan satu atau dua dosis dari botol ini, karena baru saja dibeli. Kandungan paracetamol dalam botol adalah 160 mg/5 mL dengan total volume 60 mL.
Oleh karena itu, berdasarkan skenario terburuk di mana anak tersebut meminum seluruh isi botol, maka total dosis paracetamol yang mungkin telah tertelan adalah 1920 mg (160/5 = 32 mg/mL × 60 = 1920 mg paracetamol). Anak usia 3 tahun memiliki berat 16 kg, sehingga dosis yang tertelan adalah 1920/16 = 120 mg/kg.
Dosis 120 mg/kg bukanlah dosis toksik karena berada di bawah 200 mg/kg, sehingga tidak diperlukan tindakan lebih lanjut untuk anak ini.
2. Perempuan usia 22 tahun mengalami overdosis sengaja dengan menelan 5 strip tablet paracetamol 500 mg. Tidak ada zat lain yang ikut tertelan. Total tablet yang dikonsumsi adalah 50 × 500 mg = 25.000 mg.
Pasien memiliki berat badan 58 kg, sehingga dosis yang tertelan adalah 25.000/58 = 430 mg/kg. Dosis ini bersifat toksik dan memerlukan pemberian antidotum, serta penilaian terhadap risiko bunuh diri.
Gejala dan Progresi Penyakit
Diagnosis overdosis paracetamol dikonfirmasi dengan menghitung dosis paracetamol yang tertelan untuk memastikan apakah dosis toksik telah dikonsumsi pasien. Pada orang dewasa, ini biasanya dilakukan dengan menghitung jumlah tablet yang dikonsumsi pasien, baik berdasarkan riwayat, kemasan obat yang kosong, atau obat yang tersedia dan dapat mereka akses.
Untuk anak yang meminum sirup paracetamol dari botol, dosis yang dikonsumsi dihitung berdasarkan isi botol. Jika orang tua tidak yakin berapa banyak yang telah diminum anak, maka perhitungan dilakukan berdasarkan skenario terburuk, yaitu seluruh isi botol. Jika sirup paracetamol tersebut sesuai dengan usia anak, biasanya kandungan paracetamol dalam satu botol tidak cukup untuk menyebabkan toksisitas.[1,3,4,9]
Perkembangan Gejala Overdosis Paracetamol
Pasien dengan overdosis paracetamol bisa asimptomatik (terutama dalam 24 jam pertama) maupun simptomatik. Sebagian besar pasien yang mengonsumsi paracetamol dalam dosis berlebihan awalnya tidak menunjukkan gejala, karena bukti klinis toksisitas organ akhir sering kali tidak muncul hingga 24-48 jam setelah konsumsi akut.[1,3,4,9]
Gejala awal overdosis paracetamol yang dapat muncul adalah mual, muntah, hiperhidrosis, malaise, serta kehilangan nafsu makan. Pada tahap lebih lanjut, dapat terjadi peningkatan enzim hati, nyeri kuadran kanan atas, dan tanda awal gagal hati. Jika tidak ditangani, fase toksisitas maksimal (72–96 jam) dapat menyebabkan ensefalopati hepatik, asidosis metabolik, koagulopati, dan gagal organ multipel.[1,4,8]
Pada anamnesis kasus overdosis paracetamol juga sangat penting untuk memperoleh informasi yang akurat tentang riwayat waktu konsumsi, jumlah, dan formulasi paracetamol yang dikonsumsi oleh pasien. Selain itu, dibutuhkan juga informasi riwayat semua obat yang dikonsumsi bersamaan dengan paracetamol.[4,9,15,20]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik overdosis paracetamol meliputi pemeriksaan kondisi umum, tanda vital, dan pemeriksaan sesuai tinjauan sistem organ. Dalam 24-48 jam pertama, tanda vital dan temuan pemeriksaan fisik bisa saja normal walaupun terjadi overdosis yang sangat signifikan. Oleh sebab itu, temuan pemeriksaan fisik yang normal tidak bisa dijadikan tolak ukur yang andal untuk mengeksklusi diagnosis overdosis paracetamol, terutama di tahap awal.[1,4,8]
Pemeriksaan Oftamologi
Pemeriksaan oftalmologi pada overdosis paracetamol biasanya tidak menunjukkan temuan yang terlalu spesifik, namun dapat mengindikasikan adanya gejala awal dari gagal hati terutama apabila pada pasien ditemukan sklera ikterik dan konjungtiva anemis.[9,14,20]
Pemeriksaan Toraks dan Abdomen
Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan adanya kelainan pada pola respirasi pasien seperti adanya takipnea dan hiperapnea, terutama pada pasien overdosis paracetamol yang mengalami asidosis laktat.[20,21]
Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan adanya nyeri tekan dan nyeri ketuk pada kuadran kanan atas dari abdomen. Selain itu, dapat ditemukan adanya hepatomegali pada pemeriksaan abdomen dengan melakukan palpasi hepar.[20-22]
Pemeriksaan Integumen dan Mukosa
Dapat ditemukan adanya ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat penumpukan pigmen empedu di kulit dan mukosa. Selain itu pada pemeriksaan integumen dapat ditemukan kondisi kulit yang pucat, dan hiperhidrosis.[20-22]
Tabel 1. Fase Klinis Overdosis Paracetamol
Fase klinis | Keluhan Pasien | Klinis Pemeriksaan Fisik | Keterangan Tambahan |
Fase 1 (hingga 24 jam setelah konsumsi paracetamol) | Pasien bisa asimptomatik, atau mengeluhkan gejala anoreksia, mual, emesis, dan hiperhidrosis. | Kulit pucat, diaforesis, malaise, dan pasien tampak kelelahan. | Konsentrasi serum transaminase bisa menunjukkan peningkatan subklinis. |
Fase 2 (18-72 jam setelah konsumsi akut paracetamol)
| Perasaan tidak nyaman maupun nyeri pada perut bagian kanan atas, mual dan muntah, serta anoreksia. | Nyeri tekan dan ketuk pada abdomen kuadran kanan atas, dan dapat ditemukan hepatomegali. | Terjadi peningkatan konsentrasi enzim hepatik dan waktu protrombin memanjang. |
Pasien juga dapat mengeluhkan palpitasi maupun penurunan produksi urin atau oliguria. | Takikardia dan hipotensi juga dapat ditemukan. | Pemeriksaan bilirubin dapat menunjukkan peningkatan signifikan | |
Bisa muncul tanda nefrotoksisitas. | |||
Fase 3 (72-96 jam setelah konsumsi akut paracetamol), sering disebut sebagai fase hepatik
| Mual dan muntah yang terus menerus, serta nyeri perut kanan atas yang berkepanjangan. | Nyeri tekan dan nyeri ketuk pada abdomen kuadran kanan atas, serta nyeri tekan pada tepi hepatik saat palpasi hepar dilakukan, sklera ikterik (+), dan kulit tampak kuning. | Nekrosis hepar dan disfungsi hepar bermanifestasi sebagai ikterus, koagulopati, hipoglikemia, dan ensefalopati hati. |
Terkadang pasien mengeluhkan mata dan kulit yang tampak kuning. | Cedera ginjal akut juga dapat terjadi pada beberapa pasien yang mengalami kondisi kritis. | ||
Kematian akibat kegagalan multiorgan dapat terjadi. | |||
Fase 4 (4 hari hingga 3 minggu setelah konsumsi akut paracetamol) | Pasien yang mengalami resolusi (penyembuhan total) 🡪 gejala klinis berkurang hingga mengalami perbaikan dan tidak terdapat lagi keluhan pada pasien. | Nyeri tekan dan nyeri ketuk pada abdomen kuadran kanan atas, serta nyeri tekan pada tepi hepatik saat palpasi hepar dilakukan, sklera ikterik (+), kulit tampak kuning, dan asites dapat ditemukan. | Pada kondisi pasien yang telah mengalami resolusi, pemulihan klinis dapat memakan waktu hingga 21 hari; namun pemulihan histologis pada organ hepar yang optimal memerlukan waktu beberapa bulan tergantung pada usia, status gizi, dan riwayat penyakit komorbid pada pasien. |
Pasien yang tidak mengalami resolusi akan berkembang menjadi gagal hati 🡪 gejala klinis semakin memberat. |
Sumber: dr.Eva Naomi, Alomedika, 2025.[1,4,8,9]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding yang dapat dipertimbangkan pada overdosis paracetamol adalah penyakit yang memiliki gambaran klinis yang hampir sama seperti sindrom hepatorenal, Wilson disease, dan hepatitis akibat infeksi virus (viral hepatitis).[8,13,20]
Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal adalah kondisi gangguan multiorgan yang memengaruhi ginjal dan hati. Kondisi ini merupakan penyebab dari cedera ginjal akut yang dapat terlihat pada pasien yang menderita penyakit hati akut atau kronis. Penyebab paling umum dari sindrom hepatorenal adalah hepatitis virus serta overdosis paracetamol maupun alkoholisme kronis.[23]
Gejala klinis sindrom hepatorenal dan overdosis paracetamol memiliki kesamaan yang identik, namun pada kondisi overdosis paracetamol penurunan fungsi ginjal jarang terjadi, dan jika terjadi biasanya penurunan fungsi ginjal tidak sesignifikan pada sindrom hepatorenal.[20,23]
Wilson Disease
Wilson disease atau yang dikenal dengan degenerasi hepatolentikular adalah penyakit resesif autosomal yang menyebabkan penumpukan tembaga berlebih di dalam tubuh. Penyakit ini terutama menyerang organ hepar dan ganglia basal otak, dan dapat juga menyerang sistem organ lain.
Penyebab dari Wilson disease adalah adanya salah satu dari beberapa mutasi pada gen ATP7B yang terdapat pada kromosom 13 yang mengendalikan protein transporter yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan kelebihan tembaga ke dalam empedu untuk diekskresikan.[20,21,24]
Hepatitis Viral
Hepatitis viral dapat didefinisikan sebagai inflamasi pada organ hepar yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis. Gejala klinis memiliki kesamaan dengan overdosis paracetamol, namun dapat dibedakan dengan tes laboratorium penanda infeksi virus hepatitis.[20,21,25]
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis overdosis paracetamol dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar serum paracetamol. Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium fungsi hati, bilirubin, waktu prothrombin, dan fungsi ginjal. Pemeriksaan pencitraan seperti ultrasonografi (USG) dapat dilakukan jika diperlukan, terutama untuk mengonfirmasi hasil temuan dari pemeriksaan fisik.[8,13,20]
Pemeriksaan Laboratorium Kadar Serum Paracetamol
Pemeriksaan laboratorium tidak diperlukan jika saat pemeriksaan klinis ternyata perhitungan dokter menunjukkan bahwa pasien tidak mengonsumsi dosis toksik.
Pemeriksaan kadar serum paracetamol mungkin bermanfaat dalam skenario klinis berikut:
- Jika tidak dapat dipastikan apa yang dikonsumsi pasien atau seberapa banyak dosis yang dikonsumsi pasien.
- Pasien dalam kondisi tidak sadarkan diri dan overdosis obat dicurigai sebagai penyebabnya
- Jika diketahui terdapat serial ingestion (obat dikonsumsi bertahap dalam beberapa jam atau hari)
Sebelum melakukan pemeriksaan kadar serum paracetamol, perlu diketahui bahwa waktu pemeriksaan merupakan faktor yang esensial, karena jika tidak diketahui maka hasil akan sulit diinterpretasikan. Secara umum, pemeriksaan kadar serum paracetamol perlu menunggu setidaknya 4 jam dari waktu setelah obat dikonsumsi.
Jika pemeriksaan kadar serum paracetamol tidak tersedia dan dari perhitungan klinis dokter meyakini bahwa pasien sudah mengonsumsi dosis toksik, maka pengobatan dengan N-acetyl-cysteine (NAC) harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil pemeriksaan kadar serum paracetamol.[1,4,8]
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Kadar Serum Paracetamol:
Hasil pemeriksaan kadar serum paracetamol harus diinterpretasikan dengan mempertimbangkan kapan dosis obat terakhir dikonsumsi. Mengetahui hasil kadar paracetamol yang di atas nilai ambang semata tidak akan cukup untuk menentukan apakah konsumsi toksik telah terjadi jika tidak disertai informasi mengenai kapan dosis terakhir dikonsumsi pasien.
Melakukan plotting hasil pada nomogram dapat membantu dalam pengambilan keputusan perawatan. Ada beberapa nomogram perawatan yang tersedia, di mana yang paling terkenal adalah Nomogram Rumack-Matthew, tetapi nomogram lain atau nomogram Rumack-Matthews yang dimodifikasi juga telah divalidasi.
Penggunaan diagram ini dilakukan dengan melakukan plotting pada grafik di jam dari 4-24 jam pasca konsumsi paracetamol. Jika hasil kadar serum paracetamol berada di atas garis, maka pengobatan dengan NAC harus diberikan. Nomogram Rumack-Matthew dapat memprediksi kemungkinan terjadinya toksisitas mulai pada 4-24 jam setelah konsumsi paracetamol.[4,8]
Keterbatasan dari nomogram ini adalah alat ini belum divalidasi untuk konsumsi tunggal paracetamol, belum divalidasi sebelum 4 jam atau setelah 24 jam konsumsi paracetamol (meskipun garis nomogram dapat diekstrapolasikan melewati 24 jam), serta setiap laboratorium dan negara menggunakan unit serum paracetamol yang berbeda-beda (mcg/ml, mg/L, atau mmol/L) sehingga satuan harus dipastikan sebelum dilakukan plotting.[1,4,8]
Pemeriksaan Laboratorium Lainnya
Pada pemeriksaan parameter laboratorium lain dapat ditemukan abnormalitas marker fungsi hati seperti alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase (AST), serta abnormalitas bilirubin, ureum, dan kreatinin.[1,4,8]
Tabel 3. Pemeriksaan Laboratorium pada Overdosis Paracetamol
Jenis Pemeriksaan | Hasil |
Aminotransferase: ALT dan AST | Mengalami peningkatan |
Bilirubin | Meningkat terutama pada overdosis paracetamol dengan gejala klinis ikterus |
Ureum | Mengalami peningkatan, terutama pada kasus overdosis paracetamol dengan acute kidney injury |
Kreatinin | Mengalami peningkatan, terutama pada kasus overdosis paracetamol dengan acute kidney injury |
Waktu prothrombin (profil koagulasi) | Memanjang |
Lipase dan amilase | Mengalami peningkatan terutama pada pasien overdosis paracetamol dengan gejala klinis nyeri abdomen |
Glukosa darah | Menurun hingga hipoglikemia |
Kadar salisilat | Dilakukan pemeriksaan bila terdapat kecurigaan pada pasien dengan kekhawatiran penggunaan obat bersamaan |
Sumber: dr. Eva Naomi, Alomedika, 2025.[8,11,20-22]
Pemeriksaan Pencitraan
Pemeriksaan pencitraan seperti ultrasonografi (USG) abdomen pada pasien dengan overdosis paracetamol dapat dilakukan untuk mengonfirmasi hasil temuan fisik seperti adanya hepatomegali maupun nyeri tekan pada abdomen kuadran bagian atas.[4,8]
Pemeriksaan Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi melalui prosedur biopsi dilakukan terutama apabila pasien overdosis paracetamol dengan fase klinis keempat yang tidak mengalami resolusi dan berkembang menuju gagal hati yang fatal. Prosedur biopsi umumnya akan dilakukan dengan biopsi jarum halus. Hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya nekrosis sentrilobular pada hepar.[1,4,8]