Penatalaksanaan Overdosis Paracetamol
Penatalaksanaan paracetamol overdose atau overdosis paracetamol dapat dilakukan dengan pemberian antidotum N-acetyl-cysteine (NAC). Pada pasien overdosis paracetamol yang mendapat NAC dalam 8 jam setelah konsumsi akut paracetamol, kesintasan telah dilaporkan mencapai hampir 100%, dengan catatan selama tidak ada koingestan lain yang bisa menyebabkan kejang atau gangguan kesadaran.
Prinsip penanganan pasien toksikologi adalah: resusitasi, dekontaminasi, pemberian antidotum, disposisi, dan pengobatan suportif. Selain penanganan konsumsi toksik, pada pasien overdosis yang berkaitan dengan membahayakan diri sendiri (self-harm), penilaian psikiatri juga diperlukan setelah pasien menjalani stabilisasi.[1,2,4]
Resusitasi pada Pasien dengan Instabilitas Hemodinamik
Prinsip tata laksana kegawatan dengan stabilisasi keadaan umum adalah penilaian terhadap patensi jalan napas pasien, pernapasan pasien, dan hemodinamik pasien. Patensi jalan napas pasien harus dipastikan oleh klinisi, lakukan pemberian oksigen suplemental bila diperlukan sesuai dengan indikasi. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, definitive airway seperti intubasi harus dilakukan.[4,8]
Pada pasien yang datang dengan kondisi hemodinamik tidak stabil dapat dilakukan pemberian cairan resusitasi yang sesuai dengan indikasi dan kebutuhan cairan pasien. Apabila pasien mengalami henti jantung, prosedur resusitasi jantung paru dapat dilakukan.[1,4,8]
Dekontaminasi
Terapi didasarkan pada perhitungan dosis obat yang tertelan. Jika dalam perhitungan dokter telah diketahui bahwa pasien tidak mengonsumsi dosis toksik paracetamol (kurang dari 200 mg/kg) dan tidak ada koingestan lain, maka pasien bisa dipulangkan. Pemeriksaan psikiatri perlu dilakukan jika overdosis diketahui sebagai upaya self-harm.
Dekontaminasi overdosis paracetamol harus selalu hanya dilakukan pada pasien yang sadar dan mampu meminum karbon aktif, dan jika pasien tidak mengonsumsi koingestan yang dapat menyebabkan kejang atau gangguan kesadaran karena ada risiko cedera paru dari aspirasi karbon aktif. Menginduksi muntah dan bilas lambung tidak direkomendasikan pada pasien overdosis paracetamol.[1,4,5,8,9]
Karbon Aktif
Karbon aktif sudah jarang digunakan sebagai terapi farmakologis untuk kondisi overdosis paracetamol, namun karbon aktif dapat diberikan bila pasien datang dalam 2 jam setelah konsumsi paracetamol dosis toksik, yakni >10 g atau > 200 mg/kg, untuk mengurangi absorpsi obat lebih lanjut.[1,4,9]
Karbon aktif dapat diberikan dengan dosis 50 g dalam 200 ml air untuk pasien dewasa dan untuk pasien anak dapat diberikan larutan karbon aktif 1 g/kgBB hingga maksimal 50 g. Pemberian karbon aktif hanya boleh dilakukan pada pasien overdosis paracetamol yang memiliki kesadaran penuh dan memiliki refleks menelan yang baik.
Rute pemberian harus dengan diminum, bisa dicampur dengan minuman manis atau es krim pada anak-anak. Pemberian melalui selang nasogastrik tidak dianjurkan karena risiko aspirasi. Jika NAC tidak tersedia, maka karbon aktif bisa dipertimbangkan untuk diberikan pada pasien yang datang dengan sudah mengonsumsi paracetamol dosis toksik hingga maksimal 4 jam setelah konsumsi.
Cardinal rule dari pemberian karbon aktif adalah manfaat harus melebihi risiko seperti aspirasi. Oleh sebab itu, karbon aktif tidak boleh diberikan pada pasien yang tidak mengonsumsi dosis toksik, mengalami penurunan GCS, atau mengonsumsi koingestan yang berisiko menyebabkan gangguan kesadaran dan kejang seperti alkohol.[1,4,8,9]
Rangsang Muntah dan Bilas Lambung Tidak Dianjurkan
Rangsang muntah dan bilas lambung tidak direkomendasikan pada kasus overdosis paracetamol karena paracetamol bisa diabsorbsi oleh karbon aktif dan memiliki antidotum yaitu N-acetyl-cysteine (NAC).
Bilas lambung hanya dipertimbangkan dalam keadaan tertentu. Misalnya: jika pasien datang dalam waktu 2 jam setelah konsumsi di fasilitas yang tidak memiliki akses ke karbon aktif dan tidak dapat dirujuk ke fasilitas dengan infus NAC dalam waktu 8 jam setelah konsumsi, serta bilas lambung diyakini dapat dilakukan dengan aman. Namun, prosedur ini tidak boleh dilakukan pada anak <6 tahun atau pasien yang tidak dapat melindungi jalan napasnya karena risiko aspirasi yang tinggi.[27,28]
Antidotum
N-acetyl-cysteine (NAC) merupakan antidotum pilihan untuk kondisi overdosis paracetamol, karena NAC bertindak mencegah pengikatan NAPQI ke makromolekul hepar.[1,4,8]
N-acetyl-cysteine (NAC)
N-acetyl-cysteine (NAC) merupakan terapi pilihan untuk semua pasien overdosis paracetamol dengan konsumsi dosis melebihi 200 mg/kg atau melebihi 10 g atau kadar serum paracetamol di atas treatment line pada nomogram paracetamol. NAC sepenuhnya memberikan efek protektif terhadap toksisitas paracetamol di hepar, terlebih jika diberikan dalam waktu 8 jam setelah konsumsi akut paracetamol.[1,3,9]
NAC memiliki farmakodinamik yang mencegah pengikatan NAPQI ke makromolekul hepar, bertindak sebagai pengganti glutathione, berperan sebagai prekursor sulfat, dan mereduksi NAPQI kembali menjadi paracetamol.[3,4,8,9]
Indikasi Pemberian NAC Pada Kasus Overdosis Paracetamol:
Terdapat beberapa indikasi pemberian N-acetyl-cysteine (NAC) pada kasus overdosis paracetamol, yaitu:
- Dosis paracetamol yang dikonsumsi lebih besar dari 200 mg/kg atau 10 g, dengan waktu konsumsi sekitar atau lebih dari 8 jam yang lalu
- Kadar serum paracetamol yang berada dalam kisaran toksik menurut nomogram paracetamol seperti nomogram Rumack-Matthew
- Kadar APAP (N-acetyl-p-aminophenol) yang lebih besar dari 10 mcg/mL dengan waktu konsumsi yang tidak diketahui
- Hasil pemeriksaan laboratorium (terutama parameter fungsi hati) yang tidak normal yang membuktikan adanya potensi cedera pada organ hepar.
NAC dapat diberikan baik secara intravena (IV) maupun oral. Bentuk IV telah terbukti mengurangi lamanya rawat inap di rumah sakit dan mungkin lebih dapat ditoleransi oleh pasien karena NAC sediaan oral memiliki bau dan rasa yang menyengat.[1,3,4,8,9]
Dosis N-acetyl-cysteine (NAC) Intravena:
N-acetyl-cysteine (NAC) intravena untuk kondisi overdosis paracetamol dapat diberikan dengan dosis sebagai berikut:
- Fase loading dose: NAC IV diberikan dosis 150 mg/kg, diberikan dalam 200 ml larutan infus normal saline atau D5W (dekstrosa 5%) selama 1 jam.
- Fase maintenance dose: setelah fase loading dose, NAC diberikan dalam dosis pemeliharaan yaitu 50 mg/kg, diberikan dalam 500 ml larutan infus normal saline atau D5W selama 4 jam.
- Fase maintenance dose lanjutan: dosis pemeliharaan berikutnya adalah NAC diberikan dengan dosis 100 mg/kg, yang diberikan dalam 1000 ml larutan infus normal saline atau D5W selama 16 jam.[1,3,4,8,9]
Selain dosis tersebut, ada pula regimen 2 bag yang telah divalidasi dan merupakan rekomendasi terkini dalam pedoman klinis di Australia dan Selandia Baru:
- Infus inisial: NAC 200 mg/kg (maksimal 22 g) dalam glukosa 5% atau cairan salin normal 500 ml (pada anak 7 ml/kg hingga maksimal 500 ml) diberikan IV selama 4 jam
- Infus kedua: NAC 100 mg/kg (maksimal 11 g) dalam glukosa 5% atau cairan salin normal 1000 ml (pada anak 14 ml/kg hingga maksimal 1000 ml) diberikan IV selama 16 jam.[27]
Dosis N-acetyl-cysteine (NAC) Oral:
N-acetyl-cysteine (NAC) oral untuk kondisi overdosis paracetamol dapat diberikan dengan dosis sebagai berikut:
- Fase loading dose: NAC oral diberikan dengan dosis 140 mg/kg, diberikan segera setelah overdosis.
- Fase maintenance dose: setelah loading dose, dosis pemeliharaan NAC oral adalah 70 mg/kg, diberikan setiap 4 jam selama selama 72 jam.[1,3,4,8,9]
Efek Samping N-acetyl-cysteine (NAC):
NAC dapat sedikit meningkatkan INR hingga 1,3. Jika peningkatan ini bersifat stabil, maka ini bukan merupakan tanda awal dari gagal hati.
NAC juga bisa menyebabkan reaksi anafilaktoid, yaitu aktivasi langsung sel mast secara non-imun yang dapat menyebabkan urtikaria, hipotensi, dan gejala mirip anafilaksis, terjadi pada 10-50% kasus dan lebih mungkin terjadi pada pasien dengan paparan paracetamol yang lebih rendah. Biasanya, reaksi ini terjadi setelah pemberian kantong pertama NAC. Tata laksana reaksi anafilaktoid ini adalah:
- Hentikan infus
- Berikan loratadine 10 mg (2,5 mg jika <12 kg, 5 mg jika <30 kg) per oral. NAC dapat dilanjutkan kembali setelah gejala mereda dengan setengah laju infus selama 30 menit, kemudian dikembalikan ke protokol normal.
Reaksi anafilaksis sejati jarang terjadi, tetapi ada laporan kasus yang mengonfirmasi kejadian ini. Jika terjadi anafilaksis, maka pasien harus ditangani sesuai dengan pedoman anafilaksis yang berlaku.[27]
Kapan Menghentikan Infus N-acetyl-cysteine (NAC):
Dua jam sebelum penyelesaian infus NAC, periksa ALT/AST, INR, dan konsentrasi paracetamol (pada pasien dengan konsentrasi awal paracetamol yang tinggi, yaitu lebih dari dua kali lipat garis nomogram 150 mg pada 4 jam atau yang mengonsumsi formula paracetamol lepas lambat) untuk menentukan apakah NAC perlu dilanjutkan.
Pada pasien dengan tanda-tanda kerusakan hati (ALT/AST >50 IU/L atau peningkatan >20 IU/L di atas nilai dasar dan/atau INR yang meningkat) atau kadar paracetamol serum yang tetap tinggi atau meningkat (>10 mg/L), NAC harus dilanjutkan, dan diperlukan konsultasi dengan ahli toksikologi klinis. Infus NAC dapat dilanjutkan dengan laju 100 mg/kg.[27]
Terapi Suportif
Terapi suportif diperlukan bagi pasien overdosis paracetamol dengan kondisi kritis, seperti syok hipovolemik dan pasien dengan komplikasi berat seperti gagal hati akut yang disertai dengan penurunan kesadaran hingga koma yang membutuhkan perawatan di ruang Intensive Care Unit (ICU). Manajemen suportif dapat berupa pemberian cairan dan elektrolit, penggunaan ventilator bila terjadi gagal napas, serta pemberian vasopressor bila dibutuhkan.[27,28]
Hepatotoksisitas dan Gagal Hati
Sebagian besar pasien yang ditangani dengan tepat tidak akan mengalami cedera hati. Sebagian kecil pasien dapat mengalami hepatotoksisitas, dengan gejala awal yang meliputi mual, muntah, nyeri perut, dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas.
Sebagian besar pasien akan pulih sepenuhnya dengan terapi NAC dalam waktu 3-4 hari, dengan hanya sebagian kecil yang berkembang menjadi gagal hati fulminan. NAC dilanjutkan hingga kadar AST/ALT menurun dan INR kembali normal.
Pemeriksaan untuk memantau fungsi hati dan menilai prognosis harus dilakukan secara berkala pada semua pasien dengan hepatotoksisitas. Pemeriksaan mencakup elektrolit, urea, kreatinin, tes fungsi hati, INR, kadar gula darah, dan analisis gas darah vena.
Transplantasi hati perlu dipertimbangkan jika salah satu dari kriteria berikut terpenuhi:
- INR > 3,0 setelah 48 jam atau > 4,5 pada waktu kapan pun
- Oliguria atau kreatinin > 200 µmol/L
- Asidosis dengan pH < 7,3 setelah resusitasi atau laktat > 3 mmol/L
- Hipotensi sistolik dengan tekanan darah < 80 mmHg meskipun telah dilakukan resusitasi
- Hipoglikemia
Trombositopenia berat
- Ensefalopati
- Gangguan kesadaran yang tidak berhubungan dengan konsumsi sedatif.[27]