Epidemiologi Sindrom Turner
Epidemiologi sindrom Turner secara global menunjukkan prevalensi yang hampir sama, mengingat sindrom Turner hanya dapat terjadi pada wanita. Prevalensi sebenarnya masih belum diketahui, karena banyak pasien dengan fenotipe ringan mungkin tetap tidak terdiagnosis atau baru terdiagnosis di akhir masa dewasa. Morbiditas dan mortalitas disebabkan oleh peningkatan risiko malformasi kardiovaskular.[1,2,10-16]
Global
Prevalensi sindrom Turner secara global hampir sama di berbagai etnis dan negara. Namun saat ini prevalensi bayi perempuan lahir dengan sindrom Turner makin menurun. Hal itu mungkin disebabkan karena beberapa ibu yang mengetahui dirinya mengandung janin dengan sindrom Turner melalui pemeriksaan USG atau amniocentesis, memilih untuk mengakhiri kehamilan.[1,10]
Cui et al menyatakan bahwa berdasarkan jumlah studi sitogenetik di Cina, kejadian sindrom Turner diperkirakan antara 25 hingga 210 per 100.000 wanita. Menurut penelitian dari 1999 hingga 2004, kejadian sindrom Turner pada 119.158 kelahiran adalah 1/1.180 atau 0,85%. Angka kejadian orang Cina (0,90% atau 1/1.111) lebih tinggi daripada orang Melayu (0,72% atau 1/1.389) dan India (0,38% atau 1/2,632).
Insiden sindrom Turner telah meningkat menurut sebuah penelitian di Denmark, dan diketahui jumlah pasien yang bertahan hidup dengan sindrom Turner terus meningkat selama penelitian itu.[2]
Backeljauw menyatakan bahwa sindrom Turner terjadi pada sekitar 1 dari 2000-2500 kelahiran. Penelitian tersebut berdasarkan data skrining genetik epidemiologis dan bayi baru lahir dari Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat. Prevalensi sebenarnya dari sindrom Turner tetap sulit untuk dipastikan karena pasien dengan fenotipe yang lebih ringan mungkin tetap tidak terdiagnosis.[10]
Vorsanova et al menemukan kasus sindrom Turner yang tidak terdeteksi sebelumnya. Penelitian dilakukan pada tahun 2016 terhadap 4.021 anak perempuan di Moskow dengan gangguan perkembangan saraf seperti cacat intelektual, autism dan/atau epilepsi serta kelainan kongenital. Usia subjek penelitian berkisar antara 4 bulan hingga 18 tahun.
Hasilnya dari 4.021 individu tersebut, 111 anak atau 2,8% mengalami sindrom Turner. Dari 111 kasus sindrom Turner tersebut, bentuk mosaikisme sebanyak 76 anak dan non mosaik sebanyak 35 anak, yaitu 27 anak dengan kariotipe 45,X dan 8 anak menunjukkan penataan ulang struktural.[11]
Indonesia
Jumlah penderita sindrom Turner yang terdata di FKUI-RSCM bagian endokrinologi anak hanyalah sebanyak 54 orang. Diperkirakan masih sangat banyak penderita sindrom Turner yang belum terdeteksi. Ikatan Dokter Anak Indonesia pada tahun 2010 mengatakan bahwa berdasarkan sensus penduduk di Indonesia pada 2010, jumlah perempuan seluruhnya adalah sebanyak 118 juta. Berdasarkan ekstrapolasi tingkat prevalensinya, dapat diperkirakan penderita sindrom Turner di Indonesia sebesar 59.000 orang. Penderita sindrom Turner yang ada di Indonesia mayoritas memiliki perawakan pendek.[12,14]
Arimbawa et al pada tahun 2008 melakukan penelitian pada 20 kasus yang diambil dari perkumpulan sindrom Turner Jakarta dan catatan medik pasien yang berkunjung ke Poliklinik Endokrin Anak RSCM dari tahun 1997-2006. Dari 20 kasus yang berhasil dikumpulkan, 17 diantaranya dengan kariotipe 45,X, sisanya mosaik.
Karakteristik subjek penelitian yaitu, rerata usia saat didiagnosis adalah 7,75 tahun (rentang 0-15 tahun), rerata berat lahir 2590 gram dan yang memiliki perawakan pendek sebanyak 18 pasien. Terdapat 8 pasien dengan kelainan penyerta yaitu 4 anak kelainan jantung, 3 gangguan telinga dan 1 orang dengan hipertensi. Tujuh pasien dari 20 orang mengalami pubertas terlambat. Rerata kadar follicle stimulating hormon (FSH) dari 16 pasien adalah 82,94 IU/liter (rentang 13,8-188 IU/liter).[12]
Nawawi pada tahun 2009 melakukan penelitian pada pasien yang terdiagnosis kelainan kromosom seks di Center for Biomedical Research (Cebior) Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang. Jumlah subjek penelitian sebanyak 17 orang pasien.
Hasilnya dua orang pasien dengan kariotipe 45,X menunjukkan ciri fisik yang sesuai dengan sindrom Turner. Sebelas pasien dengan kariotipe mosaik Turner, empat orang ditemukan memiliki fenotip yang sesuai dengan sindrom Turner, sementara yang lain memiliki kondisi yang sangat beragam.[13]
Mortalitas
Mortalitas sindrom Turner dikaitkan dengan manifestasi klinis, namun kelainan kardiovaskular merupakan manifestasi penyebab kematian yang utama. Pada gadis sindrom Turner yang memiliki kelainan kardiovaskular ditambah dengan kelainan ginjal dan hipertensi dapat menyebabkan peningkatan risiko dilatasi dan diseksi aorta.
Mortalitas meningkat untuk semua kelompok kariotipe, tetapi lebih tinggi terjadi pada pasien dengan non mosaik 45,X dibandingkan pasien dengan mosaik 46,X (misalnya 45,X/46,XX).
Anomali kardiovaskular kongenital menyebabkan mortalitas sebesar 8%. Aneurisma aorta dikaitkan dengan peningkatan terbesar angka kematian kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular non kongenital yang paling sering adalah penyakit jantung koroner dan stroke pada pasien yang lebih tua, yang menyebabkan mortalitas sebesar 41%.
Fuchs et al melakukan review retrospektif pada pasien sindrom Turner di Mayo Clinic Rochester dari tahun 1950-2017 dan menemukan bahwa penyakit penyebab mortalitas tertinggi yang diketahui etiologinya pada sindrom Turner adalah kelainan kardiovaskular.
Sebanyak 317 pasien dengan sindrom Turner yang diamati, kematian terjadi pada 46 pasien (14%), dan usia rata-rata pada saat kematian adalah 53±17 tahun. Penyebab kematian adalah penyakit jantung (n=10, 22%), keganasan (n=5, 11%), perdarahan saluran cerna (n=4, 9%; usia 41, 47, 53, dan 62 tahun), sirosis (n =2,4%; usia 49 dan 71 tahun), gagal ginjal stadium akhir (n=1,2%; usia 49 tahun), dan tidak diketahui (n=24, 52%).[15]
Lara et al melakukan penelitian terkait dengan hubungan hypoplastic left heart syndrome (HLHS) dengan sindrom Turner dari tahun 1999-2007 di Texas. Hasil penelitian dari 542 pasien HLHS yang mengalami sindrom Turner sebanyak 11 pasien (2%). Selama masa penelitian 10 dari 11 pasien HLHS meninggal, 6 pasien meninggal sebelum operasi dan 5 pasien telah menjalani stage 1 palliation (S1P). Dari 5 yang telah menjalani S1P, 3 pasien meninggal setelah S1P, 2 bertahan melewati S2P, dan salah satunya meninggal pada usia 19 bulan.[16]
Surerus et al melakukan penelitian untuk melihat kelainan yang banyak terjadi pada janin dengan sindrom Turner. Penelitian dilakukan terhadap janin dengan kariotipe 45X dari tahun 1999 hingga 2002. Ditemukan sebanyak 53 janin dengan kariotipe 45X diperiksa secara ekokardiografi. Kelainan jantung sebanyak 33/53 (62,2%) janin.
Diagnosis paling banyak koarktasio aorta pada 24/53 (45,3%) janin, diikuti HLHS pada 7/53 (13,2%) janin. Terminasi kehamilan dilakukan pada 45/53 (84,9%) janin dan kematian intrauterin terjadi pada 6 kasus. 2 dari 4 janin dengan kariotipe mosaik saat ini masih hidup.[17]