Diagnosis Tumor Pituitari
Diagnosis tumor pituitari dapat dicurigai bila ada manifestasi klinis yang menunjukkan disfungsi endokrin ataupun desakan massa tumor. Pencitraan seperti CT scan kepala dan MRI otak juga dapat membantu mengonfirmasi diagnosis.[1,5,8]
Anamnesis
Keluhan pasien berhubungan dengan disfungsi endokrin dan efek massa tumor pada struktur di sekelilingnya. Beberapa hal yang dapat ditemukan pada anamnesis adalah gangguan penglihatan akibat penekanan tumor pada struktur saraf optik, nyeri kepala nonspesifik (biasanya retroorbita atau bitemporal), dan nyeri trigeminal.[1,5,8]
Selain itu, dokter mungkin menemukan diplopia dan/atau ptosis akibat tekanan tumor pada sinus kavernosus dan gangguan rasa lapar atau rasa haus jika ada pembesaran ekstensif ke hipotalamus.[1,5,8]
Panhipopituitarisme dapat terjadi akibat defisiensi hormon hipofisis anterior. Pada orang dewasa, defisiensi gonadotropin dapat menyebabkan infertilitas, oligomenorrhea atau amenorrhea, penurunan libido, dan disfungsi ereksi. Sementara itu, pada anak-anak, defisiensi gonadotropin menyebabkan pubertas terlambat dan gangguan pertumbuhan. Defisiensi growth hormone (GH) mengakibatkan fatigue dan kenaikan berat badan pada orang dewasa.[5,8]
Defisiensi thyroid stimulating hormone (TSH) bisa menyebabkan kenaikan berat badan, fatigue, intoleransi terhadap cuaca dingin, dan konstipasi. Defisiensi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dapat menimbulkan gejala fatigue, arthralgia, penurunan berat badan, hipotensi, dizziness, mual, muntah, dan nyeri perut.[5,8]
Hipersekresi hormon-hormon yang dihasilkan hipofisis akan menimbulkan gejala klinis sesuai dengan jenis hormon. Prolaktinoma, yaitu adenoma yang mensekresi prolaktin, menyebabkan infertilitas, penurunan libido, osteoporosis, amenorrhea dan galactorrhea pada wanita, serta ginekomastia dan disfungsi ereksi pada pria.[5,7,8]
Adenoma yang mensekresi GH dapat menimbulkan gejala klinis akromegali, seperti nyeri kepala, kenaikan ukuran cincin dan sepatu, arthritis, carpal tunnel syndrome, dan keringat berlebih. Adenoma yang mensekresi ACTH (Cushing disease) mengakibatkan kenaikan berat badan, kelemahan otot, gangguan suasana hati, mudah memar, dan fraktur multiple. Sementara itu, adenoma yang mensekresi TSH dapat menyebabkan gejala hipertiroid, seperti penurunan berat badan dan palpitasi.[5,7,8]
Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik pasien tumor pituitari bervariasi, tergantung pada efek desakan massa dan jenis hormon yang dihasilkannya.[5,8]
Sekitar 40–60% pasien akan mengalami gangguan penglihatan, yang paling sering bermanifestasi sebagai hemianopia bitemporal, yang diikuti oleh hemianopia homonim. Diplopia dan oftalmoplegia dapat terjadi jika ada keterlibatan N. III, IV, dan VI, terutama pada kasus tumor invasif.[5,8]
Tumor yang nonfungsional dapat mengakibatkan tanda dan gejala hipopituitarisme. Hipopituitarisme kronis dapat menyebabkan kelemahan secara umum, hipotensi, dan hipotermia.[1,7]
Pada tumor yang mensekresi GH (akromegali), pasien mungkin mengalami hipertensi, skin tag, dan perubahan struktur wajah (coarse facial features) berupa pembesaran ukuran lidah, hidung, dan bibir serta penonjolan dahi. Selain itu, ada pembesaran ukuran tangan dan kaki serta prognathism. Gigantisme dapat ditemukan jika kelebihan GH terjadi sebelum penutupan epifisis, yang biasanya terjadi di akhir pubertas.[5,7]
Pada tumor yang mensekresi ACTH (Cushing disease), tampak bentuk wajah yang bulat, plethora di wajah, penumpukan lemak di area supraklavikular dan dorsoservikal, ekimosis, serta striae ungu pada abdomen dan axilla. Ada juga komorbiditas berupa hipertensi, diabetes mellitus, dan osteoporosis.[5,7]
Pada tumor yang mensekresi TSH, dokter mungkin menemukan palpitasi, aritmia, penurunan berat badan, tremor, dan struma.[5]
Pada kasus tumor yang mensekresi prolaktin, pasien wanita dapat menunjukkan tanda galactorrhea. Sementara itu, pasien pria dapat menunjukkan tanda disfungsi ereksi, ginekomastia, galactorrhea (jarang), dan testis kecil serta lunak pada palpasi.[1,5]
Diagnosis Banding
Diagnosis banding tumor pituitari adalah tumor intrakranial lain yang menyebabkan penekanan struktur-struktur di sekitar sella turcica dan menimbulkan gejala yang mirip.
Craniopharyngioma
Craniopharyngioma adalah tumor disontogenik yang jinak secara histologis tetapi bersifat agresif. Lesi cenderung menginvasi struktur di sekitarnya dan mengalami rekurensi setelah reseksi. Craniopharyngioma paling sering timbul di pituitary stalk, sehingga perluasan tumor dapat memberi efek penekanan lokal yang menimbulkan gejala serupa dengan tumor pituitari.[9]
Diagnosis craniopharyngioma dapat ditegakkan dengan pemeriksaan histologi dan radiologi. Hallmark radiologis craniopharyngioma adalah adanya kista terkalsifikasi di sella atau suprasella.[9]
Meningitis Tuberkulosis (TB)
Tuberkuloma akibat meningitis TB dapat terlokalisasi di regio sella atau hipotalamus, sehingga menimbulkan gejala kompresi lokal yang mirip dengan tumor pituitari. Nyeri kepala nonspesifik yang merupakan gejala prodromal meningitis TB juga dapat dijumpai pada tumor pituitari.[1,10]
CT scan kepala dan MRI otak pada meningitis TB umumnya menunjukkan hidrosefalus, penebalan, edema, dan/atau infark di daerah meningeal basilar, serta tuberkuloma.[10]
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum, pemeriksaan penunjang tumor pituitari adalah pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar hormon yang meningkat, pemeriksaan radiologi berupa CT scan kepala dan MRI otak, serta histopatologi tumor.
Prolaktin Serum
Pemeriksaan prolaktin serum sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang dicurigai memiliki massa sella atau suprasella. Jika ada peningkatan prolaktin, pertimbangkan kemungkinan penyebab lain sebelum melakukan pemeriksaan radiologi lanjutan. Prolaktin dapat meningkat pada kehamilan, kondisi menyusui, stimulasi puting, trauma dinding dada, hipotiroidisme, gagal ginjal, serta penggunaan obat-obatan seperti antipsikotik, antidepresan, opiat, dan antiemetik.[1,6]
Pada tumor pituitari, hiperprolaktinemia dapat terjadi akibat prolaktinoma atau akibat penekanan tumor pada hipotalamus. Nilai prolaktin serum >200 µg/L pada pasien dengan makroadenoma (ukuran tumor >10 mm) bersifat diagnostik untuk prolaktinoma. Namun, jika prolaktin serum <200 µg/L, kondisi tersebut merupakan hiperprolaktinemia sekunder akibat kompresi hipotalamus.[1,5]
Insulin-like Growth Factor 1 (IGF-1)
Pada tumor yang mengakibatkan akromegali, terjadi peningkatan GH. Akan tetapi, pemeriksaan GH yang dilakukan sekali saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosis karena kadar GH dapat berfluktuasi secara signifikan. Pemeriksaan endokrin terbaik untuk mendiagnosis akromegali adalah insulin-like growth factor 1 (IGF-1), yang mencerminkan konsentrasi GH dalam 24 jam terakhir.[1]
Tes Toleransi Glukosa Oral
Pemeriksaan definitif untuk mendiagnosis akromegali adalah tes toleransi glukosa oral (OGTT). Jika nilai GH tidak menurun hingga <1 µg/L setelah konsumsi 50–100 gram glukosa, hasil dinyatakan positif. Sebanyak 200 µg thyrotropin-releasing hormone (TRH) dapat diberikan untuk meningkatkan akurasi pemeriksaan. Kadar GH >2 µg/L setelah pemberian glukosa dan TRH sangat sugestif ke arah akromegali.[1,5]
Dexamethasone Suppression Test
Prinsip tes ini adalah penurunan sekresi ACTH oleh pituitari karena pemberian glukokortikoid eksogen. Pasien diberi dexamethasone dengan dosis 0,5 mg sebanyak 4 kali dengan interval 6 jam. Dalam kondisi supresi normal, kortisol serum akan menurun hingga <138 nmol/L.[1]
Jika nilai kortisol meningkat secara abnormal, berikan 100 µg corticotropin-releasing factor (CRF) untuk membedakan Cushing disease dan penyebab hiperkortisolisme lainnya seperti sindrom Cushing. Pada adenoma pituitari, sekresi kortisol meningkat di atas baseline.[1]
Pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan Hormon Tiroid
Tumor pituitari yang mengakibatkan hipersekresi TSH cukup jarang ditemui. Pada tumor jenis tersebut, pasien mengalami peningkatan T3 dan T4. Pasien mengalami kondisi hipertiroid dan struma yang disertai TSH yang normal atau meningkat.[1,5]
Pemeriksaan Hormon Gonadotropin (LH/FSH)
Nilai estradiol atau testosteron rendah yang disertai LH/FSH yang rendah atau normal bersifat sugestif terhadap hipogonadisme hipogonadotropik. Namun, pemeriksaan ini tidak dapat diinterpretasikan secara akurat pada pasien wanita yang mengonsumsi kontrasepsi hormonal.[5]
Magnetic Resonance Imaging (MRI) Otak
MRI otak dan regio sella dengan irisan tipis multiplanar (aksial, koronal, sagital) sangat penting untuk menegakkan diagnosis. MRI otak merupakan modalitas pemeriksaan pilihan untuk mendiagnosis kelainan pituitari karena memiliki enhancement kontras jaringan lunak yang baik.[1,11]
MRI otak dapat dengan mudah melihat hubungan antara lesi, kiasma optikum, dan jaras penglihatan. MRI sebelum dan sesudah pemberian kontras gadolinium disarankan untuk memastikan tidak ada lesi yang terlewat, membedakan massa dan aneurisma, serta menilai ada tidaknya perdarahan pada massa.[1,5]
Menurut studi Paterno et al., MRI intraoperatif (iMRI) bermanfaat untuk mengevaluasi sejauh apa tumor direseksi selama prosedur. Penggunaan iMRI diharapkan dapat menghindari reseksi inkomplit adenoma pituitari dengan mengidentifikasi sisa tumor.[1]
Computed Tomography Scan (CT Scan)
Mayoritas adenoma pituitari terdeteksi secara insidental pada CT scan. CT scan otak dan regio sella umumnya cukup spesifik dan dapat mendeteksi kalsifikasi tumor, tetapi tidak sedetail MRI. Namun, hasil CT scan dan MRI dapat saling melengkapi.[1,5,11]
Pemeriksaan Histologi
Tumor pituitari dapat menunjukkan karakteristik histologi yang beragam sesuai jenis tumornya. Berikut merupakan temuan pemeriksaan histologi beberapa tumor pituitari.
Tumor yang Mensekresi Prolaktin (Prolaktinoma):
Prolaktinoma terbentuk dari sel-sel berukuran sedang dengan sitoplasma chromophobic atau sedikit acidophilic. Nukleus berbentuk oval dan terletak sentral. Ada nukleoli kecil yang kadang dapat ditemukan. Sekitar 10–20% kasus menunjukkan mikrokalsifikasi.[2]
Tumor yang Mensekresi Growth Hormone:
Densely granulated adenoma ditandai oleh sel-sel tumor eosinofilik dengan sitoplasma yang memiliki banyak granul. Nukleus umumnya oval, terletak sentral, dengan nukleoli yang menonjol. Sparsely granulated adenoma terbentuk dari sel-sel tumor yang lebih kecil, dengan sitoplasma chromophobic dan nukleus eksentrik. Ada struktur eosinofilik paranuklear (fibrous bodies) pada sitoplasma.[2]
Tumor yang Mensekresi Adrenocorticotropic Hormone (ACTH):
Umumnya, adenoma yang mensekresi ACTH bersifat basofilik dan tampak positif pada pewarnaan periodic acid–Schiff (PAS). Sitoplasma sel-sel tumor sangat granular, dengan nukleus besar berkromatin kasar dan nukleolus yang menonjol. Dokter dapat menjumpai pleomorphism nukleus. Sel-sel tumor memiliki batas sitoplasma yang sangat jelas dan sering membentuk formasi papiler.[2]
Klasifikasi Tumor Pituitari
Tumor pituitari dapat diklasifikasikan menurut afinitas pewarnaan sitoplasma sel, ukuran, aktivitas endokrin, dan pola pertumbuhan. Namun, saat ini, klasifikasi berdasarkan afinitas pewarnaan (acidophilic, basophilic, dan chromophobic) tidak lagi digunakan karena dianggap kurang bermanfaat secara klinis.[1,11]
Klasifikasi tumor pituitari saat ini melibatkan karakteristik histologis, imunositokima, dan hasil studi elektromikroskopi serta menekankan pentingnya produksi hormon, komposisi selular, dan sitogenesis.[1,11]
Secara anatomis, tumor pituitari diklasifikasikan berdasarkan ukuran temuan radiologi, yakni mikroadenoma (diameter <10 mm) dan makroadenoma (diameter ≥10 mm). Sebagian besar adenoma pituitari adalah mikroadenoma. Berikut grade adenoma pituitari secara radioanatomis:
Stage I: mikroadenoma tanpa perluasan ke sella
Stage II: makroadenoma, dapat meluas ke atas sella
Stage III: makroadenoma dengan perluasan ke dasar sella atau suprasella
Stage IV: destruksi sella[1,11]
Berdasarkan aktivitas biologisnya, tumor pituitari dapat diklasifikasikan menjadi:
- Adenoma jinak
- Adenoma invasif: sekitar 35% dari seluruh neoplasma pituitari, dapat menginvasi duramater, tulang kranium, atau sinus sfenoidalis
- Karsinoma: sekitar 0,1–0,2% dari seluruh tumor pituitari[11]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur