Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Patofisiologi Pertusis general_alomedika 2023-06-07T15:40:00+07:00 2023-06-07T15:40:00+07:00
Pertusis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan
  • Panduan E-Prescription

Patofisiologi Pertusis

Oleh :
dr. Putri Kumala Sari
Share To Social Media:

Patofisiologi pertusis diawali dengan masuknya bakteri melalui saluran pernapasan. Bakteri akan menempel ke sel epitel bersilia di traktus repiratorius antara nasofaring dan paru, dimana bakteri kemudian bermultiplikasi secara lokal. Bordetella pertussis menghasilkan toksin yang dapat melumpuhkan silia dan menyebabkan inflamasi pada traktus respiratorius sehingga mengganggu mekanisme pengeluaran atau pembersihan sekresi pulmonal.[2,4]

Infeksi Bordetella pertussis

B. pertussis tidak masuk ke aliran darah sehingga akan negatif jika dilakukan pemeriksaan kultur darah. B. pertussis secara umum juga tidak menginvasi sel mukosa, namun toksin yang dihasilkan B. pertussis, yakni pertussis toxin, dermonecrotic toxin, adenylate cyclase toxin, dan tracheal cytotoxin, beraksi secara lokal dan sistemik sehingga memunculkan manifestasi klinis pada pertusis.

Toksin dan protein B. pertussis memungkinkan bakteri untuk mengganggu sistem imun secara luas, termasuk menghambat respon komplemen, fagosit, serta sel T dan sel B sehingga keberadaan B. pertussis dalam saluran pernapasan terhindar dari mekanisme pertahanan tubuh. Respon imun terhadap satu atau lebih dari produk aktif atau antigen B. pertussis akan menghasilkan imunitas terhadap infeksi yang dapat bertahan hingga 4-20 tahun.[1,2,4]

Perjalanan Penyakit

Masa inkubasi penyakit berkisar antara 5-10 hari, namun dapat juga berlangsung hingga 21 hari. Setelah masa inkubasi, infeksi pertusis akan berkembang melalui 3 fase, yaitu fase kataral, fase paroksismal, dan fase konvalesen.[1,2]

Fase Kataral

Fase kataral merupakan fase awal penyakit dimana toksin pertusis telah menyebabkan inflamasi sehingga mulai memunculkan gejala pada penderita. Gejala pada fase awal ini non-spesifik dan hanya seperti infeksi saluran pernapasan atas pada umumnya. Fase kataral berlangsung 1-2 minggu dan merupakan fase yang paling infeksius (tingkat penularan tinggi).[1,2]

Fase Paroksismal

Fase paroksismal terjadi setelah fase kataral dan berlangsung selama 1-6 minggu (pada beberapa kasus hingga 10 minggu). Gejala klasik pertusis muncul pada fase ini, yaitu whooping cough.

Whooping cough adalah batuk keras dan kuat dengan pengeluaran udara yang cepat dari paru-paru sehingga batuk terkesan pendek-pendek/terputus-putus, yang kemudian diikuti oleh inspirasi kuat dengan suara whooping yang keras dan bernada tinggi akibat udara melewati saluran pernapasan sempit yang tersumbat mukus kental.

Whooping cough terjadi secara paroksismal akibat efek toksin pertusis atau pengentalan mukus di trakeobronkial yang susah dikeluarkan. Episode paroksismal biasa terjadi pada malam hari dan dapat dipicu oleh stimulus seperti menangis, tertawa, makan, ataupun lingkungan (suhu dingin, suara bising).[1,4]

Fase Konvalesen

Fase konvalesen terjadi setelah fase paroksismal dan berlangsung selama 2-3 minggu. Pada fase ini terjadi pemulihan secara bertahap dalam 2-3 minggu. Namun, gejala batuk paroksismal dapat kambuh kembali jika terjadi infeksi saluran pernapasan lain saat fase ini.[2,4]

Keparahan Penyakit

Seiring dengan progresi penyakit, frekuensi dan keparahan penyakit akan meningkat. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit antara lain usia pasien, respon imun pasien, dan luasnya persebaran sistemik bakteri.

Pada bayi, dimana penyakit cenderung berat, bakteri dari traktus respiratorius atas masuk ke traktus respiratorius bawah, kemudian menyebabkan nekrosis bronkitis, kerusakan alveolus luas, perdarahan intra-alveolus, edema fibrinosa, infiltrat alveolar yang kaya akan makrofag, limfangiektasia, bronkopneumonia neutrofilik, dan trombi fibrin. Pada kasus yang lebih berat, patologi tersebut dapat menyebabkan hipertensi pulmonal, gagal napas, hingga kematian.

Hipertensi pulmonal terjadi akibat efek tidak langsung dari pertussis toxin (PT) melalui induksi limfositosis (hiperleukositosis), dimana total leukosit mencapai lebih dari 1×105 sel/mm3. Leukosit yang sangat tinggi tersebut menyebabkan agregasi limfosit dalam pembuluh pulmonal sehingga meningkatkan resistensi vaskular paru. Pada infant, sistem limfoid juga dapat terdampak.[2,7]

Penularan Penyakit

Pertusis merupakan penyakit yang sangat menular. Penularan penyakit terjadi antar-manusia melalui droplet aerosol dari batuk atau bersin penderita. Penderita bersifat infeksius sejak pertama kali muncul gejala hingga 3 minggu setelah muncul gejala batuk.

80-90% individu yang terpapar dapat tertular atau terinfeksi pertusis. Paparan penyakit terjadi melalui kontak langsung, tinggal bersama, atau kontak dengan sekresi oral maupun saluran pernapasan dari penderita.

Transmisi vertikal dari ibu ke anak juga dapat terjadi pada ibu yang tidak vaksin pertusis atau vaksinasi belum lengkap. Durasi infeksius penderita dapat diperpendek dengan pemberian terapi antibiotik dini.[1-3,5]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Maria Rossyani

Referensi

1. M. Lauria and C. P. Zabbo, Pertussis, Treasure Island (FL): StatPearls Publishing, 2022, PMID: 30085550.
2. Centers For Disease Control And Prevention. Pertussis (Whooping Cough). 2022. https://www.cdc.gov/pertussis/clinical/index.html
3. World Health Organization, Pertussis. 2023. https://www.who.int/health-topics/pertussis#tab=tab_1
4. Decker MD, Edwards KM. Pertussis (Whooping Cough). J Infect Dis. 2021 Sep 30;224(12 Suppl 2):S310-S320. doi: 10.1093/infdis/jiaa469. PMID: 34590129; PMCID: PMC8482022.
5. Public Heath England. Guidelines for the Public Health Management of Pertussis in England. 2018. https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/762766/Guidelines_for_the_Public_Health_management_of_Pertussis_in_England.pdf
7. Bocka JJ. Pertussis. 2023. https://emedicine.medscape.com/article/967268-overview

Pendahuluan Pertusis
Etiologi Pertusis
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 11 Desember 2022, 11:18
Apakah masih diperlukan vaksinasi DPT jika sedang mengalami pertusis?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alodok,izin bertanya TS, seorang anak usia 5 tahun dengan diagnosa Pertussis, dengan riwayat belum pernah immunisasi DPT, apakah masih diperlukan vaksinasi...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.