Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Etiologi Rabies general_alomedika 2022-12-09T11:27:24+07:00 2022-12-09T11:27:24+07:00
Rabies
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Etiologi Rabies

Oleh :
dr. Putri Kumala Sari
Share To Social Media:

Etiologi rabies adalah virus neurotropik dari subgrup virus rabies, genus Lyssavirus, famili Rhabdoviridae, ordo Mononegavirales.[1,5]

Virus Rabies

Virus rabies berbentuk peluru berukuran 130-300 nm dengan diameter 70 nm. Struktur virus terdiri atas 2 komponen utama yaitu amplop lipoprotein dan inti ribonukleoprotein (RNP) berbentuk heliks. Di dalam RNP, RNA genom terbungkus nukleoprotein. Pada nukleokapsid virus terdapat Negri bodies, yang dapat terdeteksi di sitoplasma neuron pasien yang terinfeksi.[3-5]

Susunan protein dan genom RNA menentukan struktur virus rabies. Virus rabies memiliki genom RNA untai tunggal negatif dan tidak bersegmen yang mengkode 5 protein, yaitu nucleoprotein (N), phosphoprotein (P), matrix protein (M), glycoprotein (G) dan polymerase (L). Glikoprotein G berperan penting dalam timbulnya imunitas oleh induksi vaksin dan dalam identifikasi serologi virus rabies.[3]

Virus rabies dapat bertahan dengan pemanasan suhu 56°C selama 30 menit, dan pada suhu 100°C selama 2-3 menit. Sedangkan pada suhu 4°C (kering beku), virus dapat bertahan selama bertahun-tahun. Virus rabies dapat bertahan dalam air liur selama 24 jam. Virus rabies dapat menjadi inaktif atau non-infeksius melalui desikasi, paparan ultraviolet, paparan x-ray, pengaruh keadaan asam dan basa, serta zat pelarut lemak (ether, kloroform, Na deoksikolat, deterjen, dan air sabun).[3,5]

Transmisi Virus

Virus rabies ditransmisikan melalui kontak langsung antara luka terbuka atau membran mukosa manusia (mata, hidung, mulut) dengan jaringan atau cairan hewan terinfeksi, yaitu air mata, jaringan saraf (otak), saliva, dan cairan saluran napas. Sementara itu, darah, urine, dan feses hewan tidak bersifat infeksius.[1,3,5]

Hingga saat ini belum ada laporan transmisi antar-manusia, kecuali transplantasi organ yang terinfeksi. Rabies tidak ditransmisikan melalui benda-benda yang terkontaminasi seperti pakaian atau sprei.[3]

Hewan karier (pembawa virus) dapat bervariasi antar daerah. Hewan yang berisiko tinggi mentransmisikan rabies di Indonesia antara lain anjing, kera, rubah, serigala, luwak, kucing, rakun, sigung, singa gunung, kijang, dan kelelawar.[1,3-5]

Terdapat 2 mode transmisi virus rabies dari hewan ke manusia, yaitu melalui gigitan (bite) dan bukan gigitan (non-bite).[3,4]

Gigitan

Transmisi virus dapat terjadi melalui gigitan mamalia baik domestik (hewan jinak seperti peliharaan atau ternak) maupun liar. Gigitan dari hewan tanpa ada provokasi mengindikasikan bahwa hewan tersebut kemungkinan besar mengidap rabies.[1,3,4]

Risiko rabies melalui gigitan hewan terinfeksi tergantung pada jenis hewan yang menggigit, lokasi gigitan, dan keparahan luka. Maka dari itu, diperlukan penanganan yang tepat pada kasus gigitan mamalia. Gigitan kelelawar biasanya menimbulkan luka yang sangat kecil sehingga sering terabaikan.[3]

Bukan Gigitan

Transmisi virus bukan gigitan atau non-bite antara lain kontaminasi luka terbuka, abrasi, paparan mukosa, cakaran, jilatan, inhalasi aerosol virus, ingesti virus, transmisi transplasenta, dan transplantasi organ.[2-5]

Faktor Risiko

Faktor risiko pada rabies dikategorikan sebagai berikut:

  • Kategori I (risiko ringan), yaitu menyentuh atau memberi makan hewan tersangka rabies, atau jilatan hewan pada kulit utuh
  • Kategori II (risiko sedang), yaitu gigitan hewan tersangka rabies pada kulit terbuka, terdapat luka goresan kecil atau lecet tanpa perdarahan
  • Kategori III (risiko tinggi), yaitu gigitan atau cakaran hewan tersangka rabies yang menimbulkan luka transdermal, jilatan hewan pada kulit yang rusak, kontaminasi selaput lendir oleh air liur hewan, atau kontak dengan kelelawar

Risiko rabies meningkat jika:

  • Mamalia yang menggigit telah diketahui mengidap rabies
  • Paparan terjadi di daerah endemi rabies
  • Hewan terlihat sakit atau menunjukkan perilaku abnormal
  • Hewan menggigit secara tiba-tiba tanpa ada pemicu
  • Hewan tidak divaksinasi[2]

Individu dengan risiko tinggi terpapar rabies antara lain pekerja laboratorium yang memeriksa virus rabies, individu yang dikarenakan pekerjaan atau aktivitasnya sering berinteraksi dengan mamalia yang berpotensi rabies, dan individu yang bepergian ke daerah endemi rabies.[3,5]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Sunita

Referensi

1. United Kingdom Health Security Agency. Guidelines on managing rabies post-exposure. 2021. https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/1037545/Guidelines_on_rabies_post-exposure_treatment___September_2021.pdf
2. World Health Organization. Rabies. 2021. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/rabies
3. Centers For Disease Control And Prevention. Rabies. 2020. https://www.cdc.gov/rabies/about.html
4. Koury R, Warrington SJ. Rabies. [Updated 2021 Nov 9]. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448076/
5. Gompf SG. Rabies. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/220967-overview

Patofisiologi Rabies
Epidemiologi Rabies

Artikel Terkait

  • Protokol Profilaksis Rabies
    Protokol Profilaksis Rabies
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 25 Maret 2025, 13:23
Penggunaan vaksin anti rabies Verorab dan Rabivax selang seling apakah diperbolehkan?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dokter. Bagaimana penggunaan 2 jenis VAR yang ada di Indonesia, yakni Verorab dan Rabivax? Apakah bisa dipergunakan selang seling? Apabila vaksin-1...
Anonymous
Dibalas 01 Desember 2024, 00:42
Vaksin Rabies Post-Exposure bolehkan diberikan pada pasien sedang gastroenteritis akut
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin konsul dok laki-laki 25 tahun datang dengan lemas mual muntah dan mencret sejak 1 hari ini. Saat dilakukan observasi di igd, pasien baru...
Anonymous
Dibalas 21 September 2024, 22:01
Apakah luka cakaran kucing di alis perlu vaksin rabies?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Ijin bertanya sejawat semua, Saya ada pasien anak usia 8tahun, terkena cakaran kucing di alis sebelah kiri. Datang meminta vaksin rabies. Apakah memang kasus...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.