Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Etiologi Strongyloidiasis general_alomedika 2022-10-20T11:54:39+07:00 2022-10-20T11:54:39+07:00
Strongyloidiasis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan
  • Panduan e-Prescription

Etiologi Strongyloidiasis

Oleh :
dr. Michael Sintong Halomoan
Share To Social Media:

Etiologi strongyloidiasis adalah cacing spesies Strongyloides stercoralis. Cacing ini dapat hidup dan berkembang biak di luar inang, dan di dalam inang sebagai parasit. Strongyloides stercoralis bisa menyebabkan autoinfeksi, yaitu kemampuan untuk menginfeksi ulang tubuh inangnya.

Morfologi

Strongyloides stercoralis dapat hidup dan berkembang biak di luar inang (free-living) dan di dalam inang sebagai parasit. Parasit betina dapat ditemukan dalam mukosa usus halus anterior, khususnya pada duodenum dan jejenum atas, dan mencapai ukuran 2–2,5 mm x 50 μm.

Bagian anterior cacing berbentuk bulat, dibandingkan bagian posteriornya yang lebih lancip. Parasit betina dapat diidentifikasi dari adanya esofagus filariform panjang, kira-kira sepertiga dari panjang tubuh, dan ekor bersudut tumpul.[6,9]

Telur

Parasit betina dapat menghasilkan 30–50 telur/hari. Telur Strongyloides stercoralis memiliki bentuk oval berdinding tipis dengan panjang 50–58 μm dan lebar 30–34 μm. Telur cacing mengalami perkembangan embrio sebagian pada dua sampai delapan tingkat perkembangan sel. Telur pada betina yang bersifat parasit maupun free-living tidak berbeda.[6]

Larva

Larva rhabditiform yang menetas dalam usus memiliki ukuran panjang 180–240 μm dan lebar 15 μm, serta memiliki esofagus rhabditiform sepanjang sepertiga anterior tubuh. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada larva free-living maupun parasit. Larva infektif memiliki ukuran yang berbeda dengan grade larva lainnya dengan panjang 600 μm dan lebar 15 mcm. Larva infektif disebut juga larva filariform dengan panjang 44% dari tubuh.[6,9]

Siklus Hidup

Siklus hidup Strongyloides stercoralis lebih rumit dari cacing lain, karena cacing ini memiliki dua siklus hidup yang berbeda, yaitu free-living dan parasit.

Free-Living

Pada siklus free-living, larva rhabditiform yang keluar melalui tinja dapat menjadi larva filariform infektif atau cacing dewasa free-living. Cacing dewasa jantan dan betina akan menghasilkan telur, kemudian larva rhabditiform menetas dan menjadi larva filariform infektif atau larva L3. Larva filariform menembus kulit manusia untuk memulai siklus parasit dan bermigrasi ke usus kecil.[1,6,9]

Siklus Parasitik

Larva L3 diyakini bermigrasi melalui aliran darah ke paru-paru, menyebabkan host batuk dan larva ditelan untuk masuk ke saluran cerna. Namun, ada juga bukti bahwa larva L3 dapat bermigrasi langsung ke usus melalui jaringan ikat.

Betina hidup dalam epitel usus kecil dan melalui partenogenesis menghasilkan telur yang selanjutnya menetas menjadi larva rhabditiform. Larva rhabditiform dapat ditularkan melalui tinja atau dapat menyebabkan autoinfeksi.[1,6,9]

Autoinfeksi

Dalam autoinfeksi, larva rhabditiform menjadi larva filariform infektif, yang dapat menembus mukosa usus (autoinfeksi internal) atau kulit daerah perianal (autoinfeksi eksternal). Pada kedua kasus autoinfeksi, larva filariform dapat menyebar ke seluruh tubuh.

Autoinfeksi Strongyloides stercoralis dapat menjadi indikator infeksi persisten selama bertahun-tahun pada orang yang belum pernah berada di daerah endemis dan hiperinfeksi pada orang dengan penurunan imunitas.[1,6,9]

Taksonomi

Klasifikasi taksonomi Strongyloides stercoralis adalah:

  • Kingdom: Animalia
  • Filum: Nematoda
  • Kelas: Secernentea
  • Ordo: Rhabditida
  • Famili: Strongyloididae
  • Genus: Strongyloides
  • Spesies: Strongyloides stercoralis[10,11]

Faktor Risiko

Faktor risiko strongyloidiasis, serupa dengan soil transmitted helminths (STH) lainnya, seperti askariasis. Secara umum, terdapat tiga faktor risiko, yaitu kontaminasi tanah oleh feses manusia, lingkungan yang mendukung siklus reproduksi Strongyloides stercoralis, dan terjadinya kontak antara kulit host dengan tanah yang terkontaminasi.

Selain itu, faktor risiko juga meliputi sanitasi yang tidak baik dalam rumah tangga, kegiatan beternak, tidak menggunakan alas kaki, serta tinggal dalam lingkungan dengan kelembapan tinggi. Penggunaan jamban bersama juga diketahui merupakan faktor risiko infeksi STH.[12]

Infeksi Berat Strongyloidiasis

Biasanya, strongyloidiasis tidak bergejala, tetapi dapat terjadi infeksi berat, yaitu sindrom hiperinfeksi dan strongyloidiasis diseminata. Salah satu faktor risiko utama terjadinya infeksi berat adalah pengobatan dengan kortikosteroid, misalnya dexamethasone. Sindrom hiperinfeksi pernah dilaporkan terjadi pada pasien imunokompeten yang menjalani terapi kortikosteroid, termasuk terapi jangka pendek, yaitu 6–17 hari.

Infeksi human T-cell leukemia virus type 1 (HTLV-1), yang menyebabkan leukemia sel T juga dihubungkan dengan koinfeksi Strongyloides. Faktor risiko lainnya adalah pada pasien yang mendapatkan obat antikanker, misalnya doxorubicin atau chlorambucil, atau agen biologi, misalnya infliximab dan rituximab.[12,13]

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

1. CDC. Strongyloidiasis. Resources for Health Professional. 2022. https://www.cdc.gov/parasites/strongyloides/health_professionals/index.html
6. WGO Review Team. Management of Strongyloidiasis. World Gastroenterology Global Guidelines, 2018. http://www.worldgastroenterology.org/UserFiles/file/guidelines/management-of-strongyloidiasis-english-2018.pdf
9. Requena-Méndez A, Buonfrate D, Gomez-Junyent J, Zammarchi L, Bisoffi Z, Muñoz J. Evidence-Based Guidelines for Screening and Management of Strongyloidiasis in Non-Endemic Countries. Am J Trop Med Hyg. 2017;97(3):645–652. doi:10.4269/ajtmh.16-0923
10. Viney ME, Lok JB. The Biology of Strongyloides spp. WormBook, 2015. http://dx.doi.org/10.1895/wormbook.1.141.2
11. 9. Myers P, Espinosa R, Parr CS, Jones T, Hammond GS, and Dewey TA. Strongyloides Stercoralis. The Animal Diversity Web. 2019. https://animaldiversity.org/accounts/Strongyloides_stercoralis/classification/
12. Krolewiecki A, Nutman TB. Strongyloidiasis: A Neglected Tropical Disease. Infect Dis Clin North Am. 2019 Mar;33(1):135-151. doi: 10.1016/j.idc.2018.10.006.
13. Chandrasekar PH. Strongyloidiasis. Medscape. 2022 https://emedicine.medscape.com/article/229312-overview#a3

Patofisiologi Strongyloidiasis
Epidemiologi Strongyloidiasis
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 14 jam yang lalu
Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau Aquabides berapa ml ya dok ?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Maaf dok, izin bertanya bila ada pasien gonore. Lalu mau diberikan Injeksk Ceftriaxon.  Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau...
Anonymous
Dibalas 1 jam yang lalu
Salbutamol dan metilprednisolon tablet
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, izin bertanya ada pasien bumil minum salbutamol hanya 3 tablet berturut-turut dan metilprednisolon 4mg 1 tablet saat asthmanya kambuh. Pasien UK...
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.