Pendahuluan Gout
Gout adalah gangguan metabolik yang mengakibatkan akumulasi asam urat berlebih dalam darah/ hiperurisemia secara kronis, sehingga terjadi akumulasi dan pembentukan kristal asam urat secara abnormal di ruang intraartikular. Kristal asam urat ini juga bisa mengalami akumulasi dalam urine yang kemudian menyebabkan batu ginjal.
Pada sendi, kristal asam urat dapat menimbulkan inflamasi hingga fokus berbentuk tophi subkutan. Populasi penduduk berusia 40 tahun ke atas, perempuan pasca menopause, penderita obesitas, diabetes melitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik lebih berisiko untuk menderita hiperurisemia dan gout. Asam urat berlebih bersifat pro-oksidan sehingga memicu inflamasi dalam pembuluh darah maupun dalam saluran kemih dan meningkatkan risiko batu ginjal, gagal ginjal, dan penyakit kardiovaskular.[1-4]
Gout ditandai dengan peradangan berulang yang biasanya terjadi pada sendi metatarsal ibu jari, tumit kaki, sendi lutut, dan sendi siku. Keluhan gout dapat berupa nyeri monoartikular, radang dan kemerahan pada sendi yang terpengaruh, serta keterbatasan gerak sendi. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan tanda radang pada sendi yang terkena. Pemeriksaan penunjang dapat menunjukkan adanya kristal monosodium urat dan peningkatan kadar asam urat dalam darah.[1-3]
Tata laksana penyakit ini terdiri dari terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Terapi non farmakologis adalah cukup hidrasi, membatasi konsumsi makanan berlemak, makanan olahan, dan membatasi makanan yang mengandung purin tinggi.
Terapi farmakologis dibagi menjadi dua fase, yakni terapi fase akut dan fase kronik. Terapi farmakologis untuk fase akut bertujuan meredakan inflamasi dengan pemberian kolkisin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen, atau kortikosteroid seperti prednison. Terapi fase kronik bertujuan untuk menurunkan kadar asam urat dalam darah dengan xanthine oxidase inhibitor, uricase, atau uricosurics. Obat yang sering digunakan adalah allopurinol.[1-3]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan