Farmakologi Lidocaine
Farmakologi lidocaine adalah dengan memblokade kanal natrium, sehingga mencegah konduksi impuls. Lidocaine memiliki bagian lipofilik atau cincin aromatik yang dihubungkan dengan bagian hidrofilik melalui rantai amide. Bagian lipofilik ini meningkatkan potensi dan durasi, serta mempengaruhi mekanisme kerja lidocaine. Lidocaine biasanya tersedia dalam bentuk garam, yaitu lidocaine HCl. Selain itu, lidocaine kerap kali dikombinasikan dengan epinefrin untuk memperpanjang durasi anestesi lokal.[3,4]
Farmakodinamik
Farmakodinamik lidocaine adalah melalui inhibisi kanal sodium. Pada keadaan normal, kanal ion sodium pada membran neuron berada dalam kondisi istirahat. Ketika mendapatkan stimulasi, kanal ion tersebut menjadi aktif. Akibatnya, sejumlah besar ion sodium masuk ke dalam sel dan memicu depolarisasi. Peningkatan voltage membran neuron yang drastis ini akan mengembalikan kanal ion sodium ke kondisi istirahat sehingga menyebabkan repolarisasi.[11]
Lidocaine akan masuk ke dalam sitoplasma dalam bentuk yang belum diubah atau disebut uncharged form. Penetrasi ini dipelopori oleh ujung lipofilik dari lidocaine. Setelah sampai di sitoplasma, lidocaine mengalami protonasi. Bentuk terprotonasi inilah yang akan berikatan dengan kanal sodium dari sisi sitoplasma.[4]
Sebagai Anestesi Lokal
Lidocaine bekerja dengan menghambat aktivasi kanal sodium sehingga menstabilkan membran neuron. Akibatnya, tidak terjadi potensial aksi dan konduksi impuls saraf menjadi terganggu.[2,3]
Mekanisme kerja lidocaine bergantung pada dosis dan waktu. Semakin besar dosis yang diberikan, maka semakin banyak kanal sodium yang terinhibisi. Efek inhibisi ini bersifat reversibel dan akan semakin berkurang seiring bertambahnya waktu. Selain itu, mekanisme kerja lidocaine juga dipengaruhi oleh pH. Jaringan yang sedang meradang memiliki pH rendah sehingga efek lidocaine terhambat.[2,3]
Afinitas lidocaine terhadap kanal ion sodium yang aktif lebih tinggi dibandingkan dengan kanal yang tidak aktif. Oleh karena itu, neuron dalam keadaan terstimulasi lebih mudah terkena efek lidocaine.[2,3]
Selain itu, neuron berdiameter kecil lebih mudah diblok oleh lidocaine. Saraf yang paling sensitif terhadap lidocaine adalah saraf otonom, diikuti saraf C tidak bermielin yang menghantarkan rasa sakit, saraf Aʎ bermielin yang menghantarkan rasa sakit dan temperatur, dan yang terakhir saraf Aɣ, Aα, Aβ yang menghantarkan impuls tekanan, sentuhan, propioseptif, dan sinyal motorik.[2,3]
Sebagai Antiaritmia
Selain anestesi lokal, lidocaine juga digunakan sebagai antiaritmia golongan 1B. Efek ini juga didapatkan melalui inhibisi kanal ion sodium. Inhibisi ini meningkatkan threshold eksitasi sel jantung dan menurunkan otomatisasi. Selain itu, lidocaine juga menstabilkan membran sel jantung sehingga menurunkan durasi potensial aksi.[12]
Lidocaine lebih mudah menghambat sel dengan potensial aksi yang panjang, yaitu sel purkinje dan ventrikel. Oleh karena itu, lidocaine lebih efektif untuk mengatasi aritmia ventrikel daripada aritmia atrium.
Lidocaine juga lebih mudah mempengaruhi kanal yang memiliki aktivitas tinggi. Akibatnya, depresi aktivitas jantung yang terjadi bersifat selektif dan hanya menimbulkan sedikit perubahan pada elektrokardiogram normal. Meskipun demikian, penggunaan lidocaine secara intravena tidak sepenuhnya bebas dari efek samping kardiovaskular.[12,13]
Farmakodinamik Lainnya
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lidocaine juga bekerja pada kanal ion lainnya seperti kalium atau sodium, pada enzim misalnya adenylyl cyclase, carnitine-acylcarnitine translocase, dan pada reseptor misalnya N-methyl-D-aspartate (NMDA), G protein coupled, 5-HT3, neurokinin-1 atau reseptor substansi P. Mekanisme-mekanisme kerja tersebut menambah efek blok kanal ion sodium. Sayangnya, penelitian saat ini masih belum dapat menggambarkan dengan jelas mengenai mekanisme-mekanisme tambahan tersebut.[2,3]
Farmakokinetik
Farmakokinetik lidocaine bekerja dengan cepat dan didistribusikan berikatan dengan protein.
Absorpsi
Absorpsi lidocaine sangat baik. Apabila diberikan secara intravena, onset kerja adalah 45-90 detik, dengan durasi 10–20 menit. Apabila digunakan secara infiltrasi pada jaringan, onset kerja 1--5 menit.
Onset kerja lidocaine jeli adalah <5 menit dengan durasi 20–30 menit. Onset sediaan tetes mata adalah 20 detik-5 menit dengan durasi 5–30 menit.
Absorpsi lidocaine sangat baik melalui traktus gastrointestinal, membran mukosa, kulit yang luka, tempat injeksi, dan juga otot. Absorpsi tidak begitu baik pada kulit yang intak.[10,14-16]
Distribusi
Lidocaine didistribusikan berikatan dengan protein sebanyak 60–80%. Distribusi volume lidocaine adalah 0,7–2,7 L/kg.
Lidocaine dapat melewati sawar plasenta, sawar darah-otak, dan masuk ke dalam ASI.[10,14-16]
Metabolisme
Lidocaine dimetabolisme secara cepat menjadi metabolit aktif monoethyl glycine xylidine (MEGX) dan glycine xylidine (GX).
Lidocaine menginhibisi enzim CYP1A2, CYP2D6, CYP3A4.[10,14-16]
Eliminasi
Lidocaine sebagian besar diekskresikan melalui urine dengan <10% dalam bentuk tidak berubah. Waktu paruh eliminasi adalah bifasik, dengan awalnya pada 7–30 menit, kemudian 1,5-2 jam.[14]
Resistensi
Kejadian kegagalan anestesi adalah 4–13%. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh teknik yang salah, dosis obat yang kurang, atau resistensi terhadap anestesi lokal. Resistensi didefinisikan sebagai efek analgesik yang tidak adekuat meskipun teknik dan dosis yang digunakan sudah tepat.
Beberapa laporan kasus menyatakan tidak tercapainya efek anestesi sensorik atau motorik pada pasien yang menjalani anestesi spinal dengan lidocaine. Namun, pasien-pasien tersebut merespons anestesi lidocaine dengan teknik infiltrasi. Fenomena ini disebut sebagai resistensi relatif terhadap lidocaine.[17]
Mekanisme terjadinya resistensi anestesi lokal masih belum jelas. Diperkirakan resistensi ini berhubungan dengan genetik. Jika ayah yang mengalami resistensi anestesi lokal, anaknya dapat mengalami hal serupa.[18]
Selain itu, penyakit genetik seperti sindrom Ehler-Danlos tipe III juga dilaporkan berhubungan dengan efek anestesi lokal yang tidak adekuat. Suatu penelitian yang melibatkan delapan subyek dengan sindrom Ehler-Danlos tipe III menyatakan bahwa subjek memiliki durasi analgesik yang lebih singkat dibandingkan populasi normal. Hal ini diperkirakan terjadi akibat keabnormalan jaringan ikat longgar di sekitar pembuluh darah superfisial.[19]
Mutasi pada kanal ion sodium merupakan salah satu hipotesis yang saat ini dipercaya menyebabkan resistensi anestesi lokal. Meskipun demikian, belum ada penelitian yang berhasil menggambarkan hubungan keduanya dengan jelas. Variasi pada kanal ion sodium juga dapat menyebabkan beberapa orang membutuhkan waktu lebih lama untuk mendapatkan efek anestesi.[20]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri