Pengunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Cotrimoxazole
Penggunaan cotrimoxazole pada kehamilan dan menyusui tidak disarankan. Penggunaan pada kehamilan dapat menyebabkan kernikterus pada neonatus, sedangkan penggunaan pada menyusui dikontraindikasikan.
Penggunaan pada Kehamilan
FDA memasukkan cotrimoxazole dalam kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[5]
TGA memasukkan sulfamethoxazole dalam kategori C, sedangkan trimetoprim dalam kategori B3. Karena sediaan cotrimoxazole yang ada di Indonesia pasti mengkombinasikan keduanya, maka obat dianggap masuk dalam kategori C. Arti dari kategori ini adalah cotrimoxazole masuk dalam golongan obat yang karena efek farmakologisnya telah menyebabkan atau diduga menyebabkan efek berbahaya pada janin manusia atau neonatus tanpa menyebabkan malformasi. Efek ini mungkin reversibel.[8]
Dosis tertinggi yang tidak menyebabkan sumbing pada tikus adalah sulfamethoxazole 512 mg/kg atau trimetoprim 192 mg/kg bila diberikan secara terpisah.[5]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Cotrimoxazole dikeluarkan pada ASI dan dikontraindikasikan pada ibu menyusui. Pada 20 ibu periode postpartum yang segera diberikan trimetoprim oral, kadar puncak ASI terjadi 3 jam setelah dosis. Pada 14 wanita yang menerima dosis harian 320 mg, kadar puncak ASI rata-rata 2,4 mg/L. Pada 6 wanita lain yang menerima dosis harian 480 mg, kadar puncak ASI rata-rata 4 mg/L.[5,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Junita br Tarigan