Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Pyrazinamide
Penggunaan pyrazinamide pada kehamilan dinyatakan sebagai kategori C oleh FDA dan kategori B2 oleh TGA. Pada ibu menyusui, pyrazinamide diekskresikan sedikit ke ASI, namun bukan merupakan kontraindikasi menyusui.[1,3,7]
Penggunaan pada Kehamilan
Pyrazinamide masuk dalam kategori C oleh FDA. Penggunaan pyrazinamide pada hewan coba memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi besar terkontrol pada wanita hamil. Pyrazinamide hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[3,8]
Pyrazinamide masuk dalam kategori B2 oleh TGA. Penggunaan pyrazinamide pada ibu hamil masih terbatas, namun belum ada laporan kejadian malformasi maupun efek berbahaya secara langsung atau tidak langsung pada janin. Studi pada hewan coba masih terbatas, namun data yang ada menunjukkan tidak ada efek berbahaya pada fetus hewan coba.[7]
Penggunaan pyrazinamide dalam regimen terapi fase intensif tuberkulosis untuk ibu hamil masih menjadi kontroversi di beberapa negara. Di Indonesia, pyrazinamide termasuk ke dalam regimen terapi fase intensif tuberkulosis untuk ibu hamil dengan pertimbangan manfaat yang melebihi risikonya yaitu abortus spontan, mortalitas perinatal, berat badan lahir rendah, dan tuberkulosis kongenital.[9,10,16,17]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Pyrazinamide dikeluarkan dalam jumlah yang minimal ke dalam air susu ibu dan tidak memberikan efek terapeutik pada bayi. Data terbatas menunjukkan adanya laporan efek samping pada bayi berupa ikterus, hepatitis, dan artralgia. Ibu tetap perlu memantau terjadinya efek samping pada bayi, tetapi konsumsi pyrazinamide bukan kontraindikasi menyusui.[1,9,10]
Penulisan pertama oleh: dr. Catherine Ranatan