Penggunaan pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Ticagrelor
Penggunaan ticagrelor pada kehamilan tidak disarankan, karena studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin. Sementara itu, ticagrelor belum diketahui apakah diekskresikan di ASI, sehingga penggunaan pada ibu menyusui juga tidak disarankan. Ticagrelor digunakan jika manfaat lebih tinggi daripada risiko.[7,8]
Penggunaan pada Kehamilan
Food and Drug Administration (FDA) memasukkan ticagrelor dalam kategori C. Artinya, studi pada binatang percobaan memperlihatkan adanya efek samping terhadap janin, namun belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin.[7]
Sementara, Therapeutic Goods Administration (TGA) memasukkan ticagrelor dalam kategori B1. Artinya, obat ini telah dikonsumsi oleh sejumlah wanita hamil, juga wanita usia reproduktif, dan tidak menunjukkan peningkatan frekuensi malformasi, atau dampak buruk, baik langsung maupun tidak langsung pada fetus.[8]
Pada studi toksikologi reproduksi, tikus coba yang diberikan ticagrelor pada fase organogenesis dalam dosis 20-300 mg/kg/hari. 20 mg/kg/hari dianggap setara dengan 90 mg dua kali sehari pada manusia dengan berat badan 60 kg. Efek buruk pada janin ditemukan pada dosis 300 mg/kg/hari (16,5 kali dosis normal), mencakup osifikasi inkomplit dari sternebrae, dislokasi sendi pelvis, dan misaligned sternebrae.[7]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Tidak didapatkan data yang cukup mengenai keamanan penggunaan ticagrelor pada ibu menyusui. Secara umum, konsumsi ticagrelor pada ibu menyusui tidak disarankan. Pertimbangan terkait rasio manfaat dan risiko diperlukan sebelum memutuskan memberi ticagrelor pada ibu, menghentikan menyusui, atau tidak memberikan ticagrelor pada ibu.[7,8]