Farmakologi Ipratropium Bromida
Secara farmakologi, ipratropium bromida menyebabkan efek bronkodilatasi lokal tanpa efek sistemik. Ipratropium bromida tidak mengganggu bersihan mukosiliar pada saluran napas maupun volume dan viskositas dari sekresi saluran napas.
Farmakodinamik
Ipratropium bromida menyebabkan efek bronkodilatasi yang bersifat lokal, spesifik, dan tidak memberikan efek sistemik. Dalam suatu uji yang bertujuan untuk melihat seberapa jauh ipratropium bromida dapat melawan bronkospasme yang diprovokasi, didapatkan kesimpulan bahwa obat ini secara efektif mampu melawan agen kolinergik, memberikan sedikit proteksi terhadap agen serotonin atau histamin, serta memberikan proteksi moderat terhadap propranolol dan beberapa alergen.[4,9,10]
Ipratropium bromida menembus membran mukosa nasal dan gastrointestinal hanya secara minimal, sehingga menurunkan risiko efek antikolinergik sistemik, seperti efek pada sistem saraf, mata, kardiovaskular, hingga gastrointestinal.[4,9,10]
Ipratropium bromida tidak memengaruhi bersihan mukosiliar pada saluran napas atau volume dan viskositas dari sekresi saluran napas. Obat ini juga tidak memberikan efek perubahan ukuran pupil, daya akomodasi, hingga tajam penglihatan pada mata.[4,9,10]
Studi ventilasi/perfusi menunjukkan bahwa ipratropium bromida tidak memberikan efek klinis yang signifikan terhadap pertukaran gas oksigen di paru maupun perubahan tekanan oksigen dalam pembuluh darah arteri.[4,9,10]
Pada penggunaan sesuai dosis rekomendasi, ipratropium bromida tidak menyebabkan efek klinis yang signifikan pada frekuensi nadi dan tekanan darah. Pemberian secara intravena pada 10 orang relawan dengan dosis tertinggi hanya memberikan rerata peningkatan denyut nadi sebanyak 50 kali per menit dan perubahan tekanan darah <20 mmHg, baik tekanan sistolik maupun diastolik.[4,9,10]
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ipratropium bromida menghasilkan efek klinis yang lebih lambat daripada obat golongan agonis beta-2, tetapi memiliki efek kerja lebih panjang daripada obat tersebut.
Beberapa studi menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara respons klinis yang diberikan oleh ipratropium bromida terhadap pasien yang mengalami asma, baik asma yang disebabkan oleh atopi maupun bukan atopi. Namun, obat antikolinergik ini memberikan efek yang lebih baik daripada agonis beta-2 pada pasien dengan bronkitis kronis dan emfisema.[4,9,10]
Farmakokinetik
Efek bronkodilatasi maksimal dicapai dengan dosis 20–40 µg atau 80 µg. Pemberian lebih dari dosis tersebut tidak menunjukkan peningkatan respons klinis.[4,9,10]
Absorbsi
Sebagian besar dosis ipratropium bromida yang dihirup akan tertelan dan sebanyak 30% dari dosis oral yang dikonsumsi akan diserap. Obat ini dapat masuk ke sirkulasi darah melalui jalur pembuluh darah dalam saluran napas di paru atau melalui saluran gastrointestinal.[4,9,10]
Onset kerja ipratropium bromida dicapai dalam 15 menit. Seperti obat agonis beta-2, ipratropium bromida mencapai efek klinis maksimal dalam 1,5–2 jam setelah pemberian dan memberikan efek klinis selama 4–6 jam setelah pemberian. Efek bronkodilatasi maksimal dicapai dengan dosis 20–40 µg atau 80 µg. Pemberian yang melebihi dosis tersebut tidak menunjukkan peningkatan respons klinis.[4,9,10]
Distribusi
Volume distribusi ipratropium bromida adalah 338 L. Obat ini memiliki kemampuan sangat terbatas untuk berikatan dengan albumin plasma atau α1-acid glycoprotein. Ikatan dengan protein hanyalah sebesar 0–9%. Studi autoradiografi terhadap tikus menunjukkan bahwa ipratropium bromida tidak dapat menembus sawar darah otak (blood-brain barrier).[4,9,10]
Metabolisme
Ipratropium bromida akan dimetabolisme menjadi 8 metabolit di hati. Metabolit ini hampir tidak memiliki efek antikolinergik pada percobaan in vitro. Secara parsial, obat ini akan dimetabolisme menjadi produk-produk hidrolisis ester yang inaktif, asam tropik, dan tropan.[4,9,10]
Eliminasi
Waktu paruh ipratropium bromida dicapai pada 3,2–3,8 jam setelah pemberian melalui semua rute. Eliminasi ipratropium bromida terutama melalui urine dan feses.[4,9,10]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur