Farmakologi Eritropoietin Beta
Farmakologi eritropoietin beta adalah agen stimulasi eritropoiesis dengan mekanisme farmakodinamik yang sama dengan eritropoietin endogen. Eritropoietin beta dapat diberikan secara subkutan dan intravena, dengan konsentrasi maksimum eritropoietin beta yang diadministrasikan melalui rute injeksi subkutan dapat dipertahankan lebih lama dibanding melalui rute intravena. Saat ini jalur eliminasi eritropoietin beta diduga didominasi oleh jalur nonrenal.
Farmakodinamik
Eritropoietin beta sebagai agen stimulasi eritropoiesis (sama seperti eritropoietin alfa walaupun memiliki faramokinetik yang berbeda) , memiliki farmakodinamik yang sama dengan eritropoietin endogen, yaitu dengan menstimulasi pembelahan dan diferensiasi sel progenitor eritroid. Pada permukaan sel punca hematopoiesis, terdapat reseptor CD34+ yang berikatan dengan eritropoietin dan mengaktivasi gen yang mendorong proliferasi sel darah merah dan mencegah apoptosis.[2]
Farmakokinetik
Absorbsi eritropoietin beta dapat dilakukan melalui jalur injeksi subkutan dan intravena. Konsentrasi maksimum plasma eritropoietin beta dapat dipertahankan lebih lama melalui rute subkutan. Eritropoietin beta sendiri termasuk dalam agen eritropoiesis kerja pendek. Eliminasi utama melalui jalur nonrenal.
Absorbsi
Eritropoietin beta dapat diberikan melalui rute injeksi subkutan maupun intravena.[5]
Distribusi
Rata-rata konsentrasi maksimum plasma pada eritropoietin beta dapat dipertahankan lebih lama bila diadministrasikan secara subkutan dibanding intravena.[5,8]
Metabolisme
Eritropoietin beta, sebagai epoetin kerja pendek, waktu paruhnya adalah sekitar 8 jam dengan metode administrasi intravena. Namun bila diberikan secara subkutan, waktu paruh dapat memanjang menjadi 16.1, dan pada pasien gagal ginjal (gagal ginjal akut maupun penyakit ginjal kronis)yang menjalani dialisis, waktu paruhnya adalah 11.2.[5,10]
Ekskresi
Rute eliminasi dari eritropoietin beta saat ini belum diketahui secara pasti, namun studi menunjukkan bahwa rute eliminasi utamanya adalah melalui jalur nonrenal, gangguan fungsi hati juga tidak mempengaruhi metabolisme dan proses eliminasi eritropoietin beta didalam tubuh.[5]
Resistensi
Resistensi terhadap agen stimulasi eritropoiesis (contohnya eritropoietin beta) dilaporkan terjadi pada pasien penyakit ginjal kronis.dengan penyebab utama terjadinya resistensi adalah penurunan availabilitas besi didalam darah. Tandanya adalah dengan ditemukannya kadar serum ferritin <100 µg/l, saturasi transferrin<20%, dan tingginya proporsi sel darah merah hipokromik (>10%).[3]