Pengawasan Klinis Heparin
Pengawasan klinis heparin terdiri dari pengawasan perdarahan dan pemeriksaan laboratorium untuk melihat target terapi.[10,16]
Farmakodinamik heparin bervariasi antar individu sehingga diperlukan pengawasan klinis secara ketat, baik itu dengan pemeriksaan activated partial thromboplastin time (aPTT) maupun activated clotting time (ACT). aPTT mengukur aktivitas jalur koagulasi intrinsik dan umum melalui pengukuran waktu pembekuan dari aktivasi faktor XII sampai pembentukan klot fibrin.
Meskipun aPTT banyak digunakan untuk mengawasi efek antikoagulasi heparin, penggunaannya tidak ideal pada penggunaan heparin dosis tinggi. Oleh karena itu, pengawasan dosis heparin selama percutaneous coronary intervention (PCI) dengan aPTT tidak sesuai karena dosis heparin yang diberikan merupakan dosis tinggi, sedangkan waktu yang diperlukan untuk memeriksa aPTT adalah +30 menit. Hal ini dapat menyebabkan terlambatnya pelaksanaan PCI.
Pengukuran ACT banyak digunakan pada laboratorium kateterisasi jantung karena hasilnya lebih cepat didapatkan. ACT mengukur waktu yang diperlukan untuk terjadinya proses pembekuan setelah terpapar aktivator jalur intrinsik. Pengawasan heparin dosis tinggi dapat dilakukan menggunakan ACT karena hasilnya linear sesuai dengan dosis yang diberikan.
Meskipun demikian, alat untuk memeriksa ACT cukup mahal dan nilai antara alat pemeriksa ACT berbeda-beda. Selain itu, pengawasan berkala darah rutin, seperti kadar hemoglobin dan trombosit, dan juga darah samar feses dapat dilakukan untuk memastikan tidak ada perdarahan yang terjadi.[10,16]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini