Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Urtikaria general_alomedika 2022-11-23T11:19:09+07:00 2022-11-23T11:19:09+07:00
Urtikaria
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan
  • Pasien Dewasa - Panduan e-Prescription
  • Pasien Anak - Panduan e-Prescription

Penatalaksanaan Urtikaria

Oleh :
dr. Nurul Falah
Share To Social Media:

Dalam banyak kasus, penatalaksanaan tidak diperlukan untuk urtikaria, karena lesi kulit sering membaik dalam beberapa hari. Menghindari pemicu, jika diketahui, merupakan pendekatan penanganan terbaik. Farmakoterapi lini pertama untuk urtikaria adalah antihistamin seperti loratadine dan fexofenadine. Antagonis reseptor leukotrien, antihistamin potensi tinggi, dan kortikosteroid jangka pendek dapat digunakan sebagai adjuvan bila perlu.

Pada urtikaria kronis refrakter, rujukan ke spesialis sebaiknya dilakukan. Pasien mungkin memerlukan terapi lebih lanjut seperti omalizumab atau siklosporin.[1-4]

Identifikasi dan Penanganan Kegawatdaruratan

Apabila pasien urtikaria datang dengan keluhan penyerta, seperti sesak napas, nyeri abdomen hebat, bengkak tubuh, dan penurunan kesadaran maka klinisi harus bertindak cepat.

Pasien pada awalnya dapat diposisikan terlentang dengan posisi kaki lebih tinggi, diberikan oksigen aliran tinggi dan pemasangan jalur intravena. Apabila terdapat obstruksi napas akibat edema laring atau terjadi syok, dapat diberikan epinefrin (1:1000) dengan dosis 0,01 mg/kg atau 0,3 mg secara intramuskuler dan dapat diulang setiap 10-15 menit. Pertimbangkan intervensi untuk patensi jalan napas, misalnya intubasi.[1,20]

Apabila urtikaria merupakan bagian dari reaksi anafilaksis, berikan penanganan sesuai protokol penanganan anafilaksis.[1,3,6]

Identifikasi dan Penghindaran Faktor Pencetus

Pada kasus urtikaria yang sulit dalam mengidentifikasi penyebab, maka disarankan untuk menuliskan food and symptom journal. Hal ini bertujuan untuk membantu pasien memantau hal-hal yang dapat menjadi pencetus urtikaria.

Apabila faktor pencetus diketahui, pasien disarankan untuk menghindari pemicu urtikaria, seperti menghindari hawa dingin atau tekanan. Apabila urtikaria disebabkan oleh penggunaan obat-obatan, seperti ibuprofen dan diklofenak, pasien dapat melakukan percobaan penghentian obat terlebih dahulu atau penggantian obat.[6,9]

Prinsip Terapi Urtikaria Akut dan Kronik

Pada kebanyakan kasus, golongan antihistamin H1 reseptor antagonis sudah cukup untuk menangani kasus urtikaria akut. Jika respon dirasa belum adekuat, maka dosis dapat ditingkatkan atau ditambahkan jenis antihistamin lain. Steroid dapat diberikan selama 3-10 hari untuk mengontrol gejala pada kasus yang berat.

Untuk urtikaria kronik, terapi lini pertama juga adalah golongan antihistamin H1 reseptor antagonis. Jika pengobatan lini pertama tidak mencukupi, maka antihistamin H1 generasi kedua dapat dititrasi hingga 2-4 kali dosis biasa. Alternatif lain adalah penambahan antihistamin H1 generasi kedua yang berbeda, antihistamin H1 generasi pertama, antihistamin H2, atau antagonis reseptor leukotrien.

Jika kontrol gejala masih belum tercapai, langkah selanjutnya adalah penambahan dan titrasi antihistamin potensi tinggi yang dapat ditoleransi, seperti hidroksizin, atau penambahan antidepresan trisiklik. Apabila pasien masih belum berespon sesuai target, maka diperlukan rujukan untuk penggunaan agen imunomodulator.[24]

Antihistamin H1 Reseptor Antagonis

Antihistamin H1 reseptor antagonis merupakan pilihan utama dalam mengontrol gejala urtikaria pada pasien. Antihistamin generasi kedua umumnya lebih sering digunakan dikarenakan lebih mudah ditoleransi pasien dan memiliki efek sedasi yang minimal.

Obat antihistamin H1 reseptor antagonis yang dapat digunakan adalah loratadine 10 mg, cetirizine 10 mg, fexofenadine 120-180 mg, dan desloratadine 5 mg. Semuanya diberikan sekali sehari per oral. Dosis cetirizine dapat ditingkatkan sampai 60 mg/hari dengan dosis terbagi. Chlorpheniramine yang merupakan antihistamin generasi pertama, sebaiknya dihindari dikarenakan efek sedasi dan gangguan performa psikomotor.

Kebanyakan obat antihistamin diberikan dengan frekuensi dosis sekali sehari untuk meningkatkan kepatuhan pasien. Setelah gejala sudah terkontrol, pengobatan disarankan tetap dilanjutkan selama 3–6 bulan. Apabila pasien memiliki urtikaria dengan angioedema, maka pengobatan dapat dilakukan dengan jangka yang lebih panjang, yaitu 6–12 bulan.

Pada pasien dengan gejala yang tidak sering, antihistamin H1 reseptor antagonis dapat diberikan saat diperlukan saja atau dapat diberikan secara profilaksis. Risiko efek samping sedasi dan gangguan performa psikomotor pada antihistamin generasi kedua umumnya lebih rendah dibandingkan generasi pertama. Akan tetapi, karena risiko efek samping masih ada, penggunaan antihistamin lebih disarankan diberikan saat malam hari.[1-4]

Antihistamin H2 Reseptor Antagonis

Beberapa studi sudah menunjukkan penggunaan obat antihistamin H2 reseptor antagonis dapat menurunkan gejala urtikaria. Obat golongan ini digunakan sebagai tambahan jika terapi dengan antihistamin lini pertama tidak memberi hasil adekuat. Cimetidine 200–400 mg, 4 kali sehari, merupakan obat yang lebih disarankan dikarenakan memiliki efek imunosupresif.[1-4,9]

Antidepresan Trisiklik

Apabila gejala tidak terkontrol dengan penggunaan antihistamin dosis maksimal atau penggunaan dua jenis antihistamin, pertimbangkan untuk menambahkan antidepresan trisiklik. Penggunaan obat antidepresan trisiklik biasanya hanya pada kasus urtikaria kronik. Antidepresan trisiklik memiliki efek antihistamin yang dapat membantu menurunkan gejala.

Selain itu, antidepresan juga membantu menurunkan tingkat stres pada pasien urtikaria yang merupakan salah satu kontributor terjadinya urtikaria. Beberapa pilihan obat, seperti amitryptiline 25-75 mg, desipramin 10-25 mg, dan nortriptilin 10-25 mg dapat digunakan.[2,9]

Antagonis Reseptor Leukotriene

Antagonis reseptor leukotriene merupakan pilihan adjuvan jika penggunaan antihistamin saja tidak memberi respon klinis memuaskan pada kasus urtikaria kronik. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat aktivasi reseptor leukotriene cysteinyl dan kaskade inflamasi.

Obat antagonis reseptor leukotriene pada pasien urtikaria lebih baik digunakan bersamaan dengan obat antihistamin. Penggunaan obat ini lebih disarankan pada pasien dengan urtikaria kronik yang dikarenakan penggunaan aspirin, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), dan makanan. Beberapa contoh obat yang dapat digunakan, adalah montelukast 10 mg sekali sehari dan zafirlukast 20 mg, dua kali sehari.[2,9]

Terapi Anti-IgE

Omalizumab sudah ditemukan memiliki efikasi dalam menurunkan gejala urtikaria pada pasien urtikaria persisten yang sudah diberikan obat antihistamin dosis tinggi. Mekanisme aksi dari obat ini dalam menurunkan gejala urtikaria sampai sekarang masih belum diketahui. Terapi ini direkomendasikan apabila terapi antihistamin dosis tinggi tidak dapat menurunkan gejala pasien urtikaria kronik. Omalizumab dapat diberikan dengan dosis 300 mg setiap 4 minggu untuk mendapatkan efek yang cepat dan stabil.[1-4,9]

Imunosupresan

Pemberian imunosupresan dapat membantu menurunkan gejala pada pasien urtikaria refrakter. Beberapa kelas obat imunosupresan, seperti kortikosteroid dan siklosporin, telah ditemukan efikasinya dalam menurunkan tanda dan gejala urtikaria.

Kortikosteroid

Penggunaan kortikosteroid disarankan diberikan pada pasien dengan gejala yang tidak membaik dengan pengobatan antihistamin atau pasien dengan urtikaria berat (urtikaria dengan angioedema atau gejala sistemik). Pemberian kortikosteroid umumnya dapat menurunkan durasi penyakit dan menurunkan tingkat keparahan penyakit.

Kortikosteroid oral dapat diberikan selama 3-5 hari. Contoh obat kortikosteroid adalah prednisolon 20-50 mg sekali sehari.[1-4,9]

Siklosporin

Penggunaan siklosporin dosis rendah, 5–6 mg/kg/hari, ditemukan dapat menjadi terapi alternatif pada pasien dengan urtikaria refrakter. Cara kerja obat ini telah dihipotesiskan berhubungan dengan mekanisme mediasi sel T, dimana terjadi inhibisi basofil dan degranulasi sel mast.[1,6,9]

Terapi Imunosupresan Lainnya

Beberapa terapi immunosupresan lainnya dapat menjadi pilihan terapi urtikaria refrakter. Tacrolimus dapat diberikan dengan dosis 0,05-0,07 mg/kg 2 kali sehari selama 4 minggu yang diikuti penurunan dosis bertahap sebanyak setengah dosis selama 6 minggu. Terapi imunosupresan lainnya, mikofenolat mofetil, dapat diberikan dengan dosis 1000 mg dua kali sehari. Namun obat ini kurang direkomendasikan dikarenakan dapat meningkatkan risiko infeksi.[2,21]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Audric Albertus

Referensi

1. Kanani A, Betschel SD, Warrington R. Urticaria and angioedema. Allergy Asthma Clin Immunol. 2018;14(Suppl 2):59.
2. Zuberbier T, Aberer W, Asero R, Abdul Latiff AH, Baker D, Ballmer-Weber B, et al. The EAACI/GA²LEN/EDF/WAO guideline for the definition, classification, diagnosis and management of urticaria. Allergy. 2018;73(7):1393-1414.
3. Dabija D, Tadi P, Danosos GN. Chronic Urticaria. StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK555910/
4. Antia C, Baquerizo K, Korman A, Bernstein JA, Alikhan A. Urticaria: a comprehensive review. J Am Acad Dermatol. 2018; 79: 599-614.
6. Kayiran MA, Akdeniz N. Diagnosis and treatment of urticaria in primary care. North Clin Istanb. 2019;6(1):93-99.
9. Wong HK, Elston DM. Urticaria. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/762917-overview
20. Long BJ, Koyfman A, Gottlieb M. Evaluation and Management of Angioedema in the Emergency Department. West J Emerg Med. 2019;20(4):587-600.
21. Dorman SM, Regan SB, Khan DA. Effectiveness and safety of oral tacrolimus in refractory chronic urticaria. The Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2019;7(6):2033-4.
24. Schaefer P. Acute and Chronic Urticaria: Evaluation and Treatment. Am Fam Physician. 2017 Jun 1;95(11):717-724. PMID: 28671445.

Diagnosis Urtikaria
Prognosis Urtikaria

Artikel Terkait

  • Pemberian Kortikosteroid Bersama Antihistamin untuk Terapi Urtikaria Akut - Apakah Perlu?
    Pemberian Kortikosteroid Bersama Antihistamin untuk Terapi Urtikaria Akut - Apakah Perlu?
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 01 Mei 2025, 07:10
Apa diagnosis yang tepat pada pasien dengan demam disertai urtika dan angioedema
Oleh: Anonymous
2 Balasan
alo dokter, mau konsul px wanita 25 th dgn ruam merah (ukk: urtika) sejak 4 hari yll, awalnya pada kaki dan tangan, saat ini sudah ke perut dan wajah. Terasa...
Anonymous
Dibalas 28 April 2025, 09:49
Apakah dapat diberikan steroid oral untuk alergi pada anak dan berapa dosisnya?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dokter, Anak 3 thn 17kg, urtika seluruh tubuh, gatal (++), tidak ada angioedema, sesak, demam, mual dll, sudah diberikan cetirizin oral 3 hari, sudah...
Anonymous
Dibalas 09 Desember 2024, 09:06
Manajemen pasien dengan urtikaria kronik durasi sudah 2 bulan
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dok, sy ada px wanita 18th dgn urtikaria sudah hampir 2 bulan terakhir. Muncul pertama kali mendadak setelah px post ranap di RS dgn demam tifoid. Kambuh...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.