Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Autism Spectrum Disorder general_alomedika 2024-05-16T13:55:58+07:00 2024-05-16T13:55:58+07:00
Autism Spectrum Disorder
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Autism Spectrum Disorder

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Penegakan diagnosis autism spectrum disorder (ASD) adalah berdasarkan konfirmasi gejala klinis seperti gangguan komunikasi dan interaksi sosial misalnya gangguan berbahasa dan tidak ada kontak mata, perilaku/ritual repetitif yang kaku, dan preokupasi berlebihan pada objek, tekstur, atau warna.

Gejala-gejala ini ditemukan baik berdasarkan observasi langsung terhadap pasien atau berdasarkan laporan dari orang tua atau caregiver, dan riwayat perkembangan anak.[7,12]

Kriteria diagnosis terbaru yang digunakan adalah berdasarkan kriteria diagnosis dalam DSM 5 atau ICD 11. Untuk membantu menegakkan diagnosis bisa digunakan alat bantu instrumen, namun belum ada pemeriksaan fisik atau penunjang yang spesifik untuk ASD.

Anamnesis

Keluhan utama yang sering mengarah kepada diagnosis ASD pada anak adalah keterlambatan dalam perkembangan bahasa, regresi kemampuan berbahasa, keterlambatan dalam kemampuan berkomunikasi, perilaku abnormal, dan gangguan dalam interaksi dengan teman sebaya.[13]

Anamnesis dilakukan terhadap orang tua dan atau pasien dengan ASD. Hal yang harus digali dalam anamnesis adalah riwayat medis umum seperti riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat penyakit fisik dan mental yang pernah atau sedang diderita, riwayat kejang atau gangguan neurologis lain, serta riwayat keluarga.[1]

Anamnesis juga mencakup riwayat perkembangan anak, terutama perkembangan kemampuan berbahasa, komunikasi, interaksi sosial, dan kemampuan bermain. Perlu digali juga mengenai perilaku-perilaku bermasalah pada anak, baik yang diamati oleh orang tua atau dilaporkan oleh orang lain.

Perilaku bermasalah yang ditemui biasanya adalah perilaku repetitif, ritual yang kaku, ketertarikan yang tidak wajar, dan preokupasi pada objek, warna, atau tekstur. Perilaku ini juga bisa berupa respon tidak wajar terhadap stimulus tertentu.[1,2,7]

Gejala-gejala ASD biasanya mulai bisa diamati semenjak anak berumur 18-24 bulan, namun baru terlihat jelas pada usia-usia yang lebih tua, terutama ketika anak sudah mulai terlibat dalam proses interaksi sosial.[12,14]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada anak ASD mencakup pemeriksaan antropometri, pertumbuhan, penampakan fisik dismorfik, gejala-gejala neurologis, dan evaluasi kelainan kulit. Perkembangan fisik pada anak dengan ASD umumnya normal, namun tetap perlu dilakukan pemeriksaan untuk kelainan fisik yang sering ditemukan pada sindrom-sindrom yang banyak menyertai ASD misalnya retardasi mental dan sindrom Fragile X.[1,13]

Pemeriksaan Antropometri

Data antropometri menunjukkan bahwa anak-anak dengan ASD mempunyai laju pertumbuhan yang lebih cepat pada tahun pertama sehingga mempunyai ukuran lingkar kepala, panjang badan, dan berat badan yang lebih besar dibanding anak seusia.

Penambahan berat badan yang lebih cepat pada tahun pertama juga ditemukan pada anak dengan ASD. Namun penelitian menunjukkan bahwa perbedaan ini hanya signifikan pada tahun pertama kehidupan dan menghilang pada usia yang lebih tua.[33]

Gejala Neurologis

Komorbiditas neurologis yang sering ditemukan bersama dengan ASD adalah epilepsi dan disabilitas intelektual sehingga anak dengan ASD perlu dilakukan pemeriksaan EEG dan IQ sesuai indikasi.[34]

Keterlambatan dan gangguan motorik sering ditemukan pada pasien dengan ASD. Manifestasi gangguan motorik biasanya berupa gait atau cara berjalan dan postur yang aneh, serta gangguan koordinasi gerak.

Pemeriksaan motorik yang dilakukan sebaiknya mencakup pemeriksaan untuk akurasi gerakan, waktu reaksi, motorik kasar dan halus, gait, stabilitas keseimbangan, hiperkinetik, dan praxia.[35]

Pemeriksaan Perilaku

Keluhan utama pada anak ASD adalah adanya masalah perilaku. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan perilaku yang komprehensif, baik untuk menegakkan diagnosis atau mencari komorbiditas gangguan perilaku lainnya.

Pemeriksaan perilaku yang perlu dilakukan mencakup tiga domain, yaitu pemeriksaan mengenai kemampuan interaksi sosial, kemampuan komunikasi dan berbahasa, serta perilaku repetitif.[7,12]

Pemeriksaan perilaku sebaiknya berdasarkan observasi langsung, laporan dari orang tua, dan guru. Pemeriksaan ini sebaiknya menggunakan sumber informasi multiple. Pada anak dengan usia yang lebih tua, juga perlu dilakukan penilaian kemampuan dan perilaku dalam keterampilan hidup sehari-hari, terutama kemampuan domestik seperti makan dan merawat diri.[12,15]

Pemeriksaan Kemampuan Interaksi Sosial

Gangguan interaksi sosial pada anak dengan ASD menyebabkan mereka kesulitan untuk merespon stimulus sosial dan ketidakmampuan untuk membangun hubungan sosial yang bermakna. Gejala ini bisa diperiksa melalui wawancara atau menggunakan instrumen.

Instrumen yang banyak digunakan adalah Child Behavioural Check List (CBCL) yang bisa diaplikasikan pada guru atau orang tua anak. Untuk anak-anak yang masih sangat muda, bisa digunakan instrumen Autism Observation Scale for Infants (AOSI), First Year Inventory (FYI), Communication and Symbolic Behavior Scales (CSBS), Early Social Communication Scale (ESCS); Screening Tool for Autism in Two-Year-Olds (STAT); dan Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT).

Dari semua instrumen tersebut, yang paling banyak digunakan adalah CBCL untuk anak yang lebih besar dan M-CHAT untuk anak kurang dari 2 tahun.[36]

Pemeriksaan Kemampuan Komunikasi dan Berbahasa

Anak-anak dengan ASD umumnya mengalami keterlambatan dalam perkembangan berbahasa. Mereka juga akan mengalami kesulitan dalam pemilihan diksi, ekspresi emosi secara verbal, dan berkomunikasi secara verbal.

Mereka sering berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata tidak bermakna, mengulang-ulang ucapan, atau berbicara hanya mengenai satu atau dua hal yang tertentu yang spesifik. Namun terdapat pengecualian, yaitu pada sindrom Asperger umumnya pasien masih mempertahankan kemampuan berbahasa.[1]

Pemeriksaan Perilaku Repetitif

Pasien dengan ASD umumnya mempunyai ketertarikan yang terbatas pada hal-hal yang sama dan perilaku repetitif. Pemeriksaan untuk ini bisa dilakukan dengan cara observasi langsung misalnya dengan membiarkan anak bermain ketika diperiksa, menggunakan media video, atau berdasarkan laporan orang tua.

Perilaku repetitif yang ditunjukkan anak bisa berupa perilaku bermain misalnya berulang kali mengatur atau menyusun mainan dengan urutan atau susunan tertentu, berulang kali memainkan mainan dengan cara tertentu yang tidak sesuai dengan cara bermainnya, atau berfokus pada salah satu bagian mainan saja.

Perilaku repetitif lain yaitu repetitif motorik yang dilakukan misalnya bertepuk tangan atau menggelengkan kepala, repetitif sensorik misalnya berulang kali menyentuh atau menjilat objek, repetitif verbal seperti mengulang-ulang kata atau kalimat, atau perilaku membahayakan diri sendiri misalnya menggigit jari, memukul kepala atau menampar wajah.

Perilaku membahayakan diri sendiri ini prevalensinya mencapai 50% pada pasien dengan ASD, relatif tinggi bila dibandingkan dengan 12% pada pasien dengan disabilitas intelektual.[2,31-32]

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada parameter laboratorium atau biomarker spesifik untuk menegakkan diagnosis ASD. Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi individual pada pasien.[15]

Pemeriksaan Genetik

Pemeriksaan genetik tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada ASD, namun dianggap sebagai salah satu pemeriksaan yang penting. Hal ini karena keterlibatan banyak gen dalam patofisiologi ASD.[2]

Pemeriksaan genetik sebaiknya hanya digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan bukan sebagai metode penegakan diagnosis. Pemeriksaan ini penting terutama untuk konfirmasi kecurigaan adanya sindrom lain sebagai komorbid ASD.[16,17]

Pemeriksaan genetik yang bisa dilakukan pada pasien dengan ASD antara lain adalah chromosomal microarray analysis (CMA), exome sequencing (ES), atau FMR1 CGG repeat analysis.[18]

Indikasi untuk dilakukan pemeriksaan genetik adalah:

  • Ada saudara kandung atau anggota keluarga lain yang menderita ASD
  • Ada riwayat anggota keluarga yang mempunyai perubahan genetik terkait ASD dari pemeriksaan genetik sebelumnya
  • Terdapat banyak riwayat ASD dalam keluarga

Elektroensefalografi (EEG) dan Audiometri

Patofisiologi ASD diperkirakan melibatkan gangguan perkembangan berbagai regio otak dan proses mielinasi. Hal ini menjadi alasan kenapa pemeriksaan EEG boleh dilakukan pada anak dengan ASD.

Pemeriksaan EEG seringkali menunjukkan adanya hipo atau hiperaktivitas pada area-area “sosial” otak yang mencakup superior temporal sulcus (STS), middle and superior temporal gyri (area Wernicke), anterior cingulate cortex (ACC), fusiform gyrus/fusiform face area (FFA), amygdala, medial pre-frontal cortex (mPFC), dan inferior frontal gyrus (area Broca).

Namun hasil EEG tersebut tidak patognomonis untuk ASD karena juga bisa ditemukan pada pasien dengan epilepsi. Pemeriksaan ini pada pasien dengan ASD bisa dilakukan untuk monitoring otak selama pasien mendapatkan intervensi perilaku sosial.[19]

Keterlambatan berbahasa pada bayi dan anak-anak juga bisa disebabkan oleh adanya gangguan pendengaran. Untuk menyingkirkan diagnosis banding ini, maka pemeriksaan audiometri perlu dilakukan. Pemeriksaan audiometri yang bisa dilakukan pada bayi dan anak-anak usia dibawah 5 tahun adalah otoacoustic emissions (OAE), auditory brainstem response (ABR), atau Brain Evoked Response Auditory (BERA).[20]

Test Metabolik

Pada anak dengan ASD sering ditemukan masalah metabolisme asam amino, karbohidrat, purin, peptide, mitokondria, dan asam lemak. Meskipun demikian pemeriksaan metabolik tidak disarankan sebagai pemeriksaan rutin karena hanya sebagian kecil saja pasien yang mengalami hal ini.[29,37]

Kriteria Diagnosis ASD

Diagnosis ASD saat ini ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis terbaru dalam ICD 11 atau DSM 5. Dalam kriteria diagnosis terbaru, tidak ada lagi pembagian dalam diagnosisnya. Jenis-jenis autisme kriteria diagnosis sebelumnya dijadikan sebagai satu kriteria diagnosis dalam ICD 11 dan DSM 5, termasuk diagnosis sindrom Asperger dihilangkan dan digabungkan dengan diagnosis ASD.[1]

Kriteria Diagnostik Berdasarkan DSM-5

Untuk memenuhi kriteria diagnostik untuk ASD, maka anak harus mengalami defisit yang persisten dalam semua area komunikasi dan interaksi sosial (kriteria A) dan setidaknya dua kriteria perilaku repetitif (kriteria B).[7]

Kriteria A:

Defisit yang persisten dalam komunikasi dan interaksi sosial dalam konteks yang beragam atau multipel. Manifestasi dari defisit tersebut baik yang masih dialami maupun riwayat sebelumnya, sebagai berikut:

  • Defisit dalam respon timbal balik sosial-emosional, mulai dari pendekatan sosial yang tidak normal dan kegagalan dalam komunikasi dua arah normal; sampai kehilangan minat, emosi, atau afek; kegagalan untuk memulai atau merespon interaksi sosial
  • Defisit dalam perilaku komunikasi non verbal yang digunakan untuk interaksi sosial, mulai dari integrasi komunikasi verbal dan non verbal yang buruk, abnormalitas dalam kontak mata dan bahasa tubuh, atau defisit salam pemahaman dan penggunaan bahasa tubuh; ketidakmampuan menunjukkan ekspresi fasial dan komunikasi non verbal secara total
  • Defisit dalam mengembangkan, mempertahankan, dan memahami hubungan, mulai dari kesulitan dalam menyesuaikan perilaku dengan konteks sosial; kesulitan dalam bermain imajinatif atau berteman; sampai ketiadaan minat untuk bermain dengan teman sebaya

Kriteria B:

Pola perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas dan repetitif yang bermanifestasi baik yang saat ini masih dialami maupun riwayat sebelumnya. Setidaknya terdapat 2 dari hal-hal berikut, yaitu:

  • Pola gerakan motorik, minat, atau aktivitas yang stereotipik atau repetitif, misalnya gerakan motorik sederhana repetitif, menyusun mainan dengan cara tertentu, membalikkan objek, echolalia, frase-frase idiosinkratik
  • Keinginan yang kuat untuk hal-hal yang seragam, mematuhi pola rutinitas yang kaku, atau pola perilaku ritualistik baik verbal maupun non verbal, misalnya distress yang berat akibat perubahan kecil, kesulitan transisi, pola pikir yang kaku, ritual yang kaku, keinginan untuk melewati rute atau konsumsi makanan yang selalu sama
  • Minat yang sangat terfiksasi dan terbatas yang jelas tidak normal dalam hal intensitas atau fokus, misalnya kelekatan yang kuat dengan objek yang tidak biasa, minat yang sirkumferensial; berputar-putar di sekitar itu saja atau perseveratif
  • Hiper atau hipo-reaktivitas terhadap input sensori atau minat yang tidak biasa terhadap aspek sensoris dari lingkungan, misalnya indiferen terhadap rasa sakit atau suhu, respon tidak wajar terhadap suara atau tekstur tertentu, membaui atau menyentuh objek secara ekstensif, ketertarikan secara visual terhadap cahaya atau gerakan

Kriteria Lain:

Gejala harus muncul pada periode perkembangan awal. Namun mungkin tidak bermanifestasi sempurna sampai ada tekanan sosial yang melebihi kapasitas individu yang terbatas atau terhalang oleh strategi adaptif yang dipelajari kemudian.

Gejala-gejala yang muncul menimbulkan gangguan yang signifikan dalam hubungan sosial, okupasional, atau area fungsi penting lainnya

Gangguan-gangguan yang timbul tidak bisa dijelaskan oleh adanya disabilitas intelektual atau gangguan perkembangan global. Disabilitas intelektual sering ditemukan bersama dengan autisme, untuk menegakkan komorbiditas ini maka tingkat kemampuan komunikasi sosial harus berada dibawah dari tingkat perkembangan secara umum.

Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD 11

Menurut klasifikasi ICD-11 yang mulai diterapkan pada awal tahun 2022, ASD ditandai oleh adanya defisit yang persisten dari kemampuan untuk memulai dan mempertahankan interaksi dan komunikasi sosial dua arah; dan oleh adanya sejumlah pola perilaku, minat, atau aktivitas yang terbatas, repetitif, dan kaku yang jelas sebagai sesuatu yang atipikal atau berlebihan untuk umur individual dan dalam konteks sosial budaya.

Onset ASD biasanya dimulai pada masa perkembangan, biasanya pada masa kanak-kanak awal, tapi mungkin manifestasi gejala baru menjadi lebih jelas pada usia yang lebih tua, ketika kebutuhan sosial melebihi kapasitas yang terbatas.

Defisit yang terjadi menyebabkan gangguan yang cukup berat dalam fungsi personal, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya. Hal ini biasanya bersifat pervasif atau menyeluruh mengenai setiap aspek pada semua setting, meskipun bisa bervariasi berdasarkan konteks sosial, pendidikan, atau konteks lainnya.

ICD-11 kemudian membagi lagi ASD berdasarkan ada tidaknya perkembangan intelektual dan gangguan bahasa fungsional.[21]

Skrining Autism Spectrum Disorder (ASD)

The American Association for Children and Adolescent Psychiatry merekomendasikan skrining tumbuh kembang anak secara teratur pada usia 9, 18, 24, dan 30 bulan. Skrining untuk ASD direkomendasikan untuk dilakukan pada usia 18 dan 24 bulan atau bila orang tua maupun caregiver mengeluhkan kecurigaan ke arah ASD.

Instrumen yang bisa digunakan untuk ini dan telah divalidasi dalam bahasa Indonesia adalah Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT).[1,2,22] M-CHAT merupakan instrumen skrining dua tahap untuk menilai risiko ASD.

Pada hasil skrining yang positif atau jika ada kekhawatiran orang tua tentang kemungkinan adanya ASD pada anak, mengisyaratkan bahwa pasien mungkin memerlukan rujukan untuk evaluasi formal lanjutan. Instrumen ini telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.[22,23]

Contoh pertanyaan yang terdapat pada Modified Checklist for Autism in Toddlers (M-CHAT) tertera pada table 1.

Tabel 1. Kuesioner M-CHAT Berbahasa Indonesia

mchat-min

mchat2-min

Berikut adalah daftar respons gagal dari tiap pertanyaan M-CHAT. Huruf yang dicetak tebal adalah item kritis.

mchat3-min

Sumber: Salim et al. Paediatrica Indonesiana. 2020.[22]

Hasil dianggap gagal bila terdapat 2 atau lebih item kritis gagal atau bila gagal 3 atau lebih pada item apa saja. Anak dengan hasil gagal harus dievaluasi lebih dalam dan dirujuk ke spesialis untuk evaluasi perkembangan lebih lanjut. Perlu diperhatikan bahwa tidak semua anak yang gagal ketika skrining akan didiagnosis dengan autism spectrum disorder (ASD).

Diagnosis Banding

Diagnosis banding ASD adalah gangguan perkembangan atau keterlambatan perkembangan misalnya gangguan komunikasi sosial (social communication disorder) dan gangguan berbahasa spesifik, gangguan kognitif misalnya disabilitas intelektual, serta gangguan perilaku lain yang beronset pada masa kanak maupun remaja seperti ADHD dan separation anxiety.

ASD juga harus didiagnosis banding dengan gangguan perilaku karena proses adaptasi di sekolah. Gangguan fisik yang menjadi diagnosis banding ASD adalah gangguan pendengaran dan gangguan berbahasa spesifik, misalnya disleksia.[1]

Attention Deficit and Hyperactivity Disorder (ADHD)

Diagnosis banding yang pertama adalah attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD). Gambaran ADHD mirip dengan ASD. Perbedaannya adalah pada ADHD anak mengalami perilaku hiperaktif pada hampir semua hal dan cenderung inatentif yaitu kesulitan memusatkan perhatian.

Sementara pada ASD hiperaktivitas muncul dalam bentuk perilaku-perilaku repetitif dan perhatiannya terpusat pada satu atau dua hal tertentu saja dan tidak mempertahankan lainnya.

Anak-anak dengan ADHD banyak bicara dengan berbagai macam ide dan cenderung suka menyela, sementara pada ASD anak biasanya akan banyak berbicara mengenai satu atau dua topik tertentu saja. ADHD juga bisa ditemukan sebagai gangguan komorbid pada ASD.[1,7]

Gangguan Berbahasa Spesifik

Diagnosis banding lainnya adalah gangguan berbahasa spesifik, misalnya gangguan berbahasa ekspresif, gangguan komunikasi sosial, gangguan fonologis serta mutisme selektif. Gangguan-gangguan ini bisa dibedakan dari ASD dari adanya kemampuan interaksi sosial dan keinginan serta upaya untuk berbahasa atau berkomunikasi meskipun mengalami kesulitan.

Gangguan berbahasa ekspresif dan gangguan komunikasi sosial dibedakan dari ASD berdasarkan ada tidaknya perilaku repetitif dan minat yang terbatas. Anak-anak dengan gangguan fonologis dan mutisme selektif tidak mengalami gangguan perkembangan dini, seringkali masih mempunyai kemampuan komunikasi pada konteks dan situasi tertentu. Anak-anak dengan ASD umumnya tidak mempunyai keinginan untuk berkomunikasi.[1,7]

Disabilitas Intelektual atau Retardasi Mental

Gangguan lain yang menjadi diagnosis banding adalah disabilitas intelektual atau retardasi mental. Pada disabilitas intelektual tidak terdapat diskrepansi antara kemampuan interaksi sosial dan bahasa dengan usia perkembangannya, sementara pada ASD terdapat diskrepansi antara kemampuan interaksi sosial dan bahasa dengan usia perkembangannya.[7]

Skizofrenia

Skizofrenia yang beronset pada masa kanak juga bisa menyerupai ASD. Namun skizofrenia umumnya diawali dengan perkembangan yang normal atau hampir normal, disamping berkembangnya gejala khas pada skizofrenia yaitu waham dan halusinasi yang tidak ditemukan pada ASD.[7]

Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD) dan Gangguan Tic

Perilaku repetitif, termasuk perilaku verbal repetitif, yang terdapat pada anak-anak dengan ASD bisa didiagnosis banding dengan gangguan obsesif kompulsif dan gangguan tic. Perbedaan dengan gangguan obsesif kompulsif adalah obsesif dan kecemasan yang mengikuti bila kompulsi tidak dilakukan, dimana hal ini tidak ada pada ASD.

Gerakan atau perilaku verbal pada gangguan tic tidak bisa dikendalikan oleh pasien dan umumnya timbul pada kondisi-kondisi stressful, berbeda dengan pada ASD yang bisa sepenuhnya dikendalikan pasien.[1]

Fetal Alcohol Syndrome

Mirip dengan anak-anak dengan ASD, anak-anak dengan Fetal alcohol syndrome (FAS) mungkin memiliki defisit dalam keterampilan sosial dan neurobehavioral. Karakteristik pembeda yang utama adalah fitur wajah yang khas untuk FAS (yaitu fisura palpebra pendek, batas vermillion tipis, dan filtrum halus). Mikrosefali juga lebih sering terjadi pada anak-anak dengan FAS daripada ASD, mikrosefali tidak diperlukan untuk diagnosis FAS.[38]

Gangguan Pendengaran

Anak-anak dengan gangguan pendengaran biasanya memiliki interaksi sosial timbal balik yang normal, permainan yang imajinatif dan tatapan mata ke mata lawan bicara juga masih normal, dimana hal itu tidak ada pada anak-anak dengan ASD. Ekspresi wajah pada anak tunarungu juga berbeda dengan anak ASD, dan masih terlihat menunjukkan niat untuk berkomunikasi.[38]

 

Penulisan pertama oleh: dr. Sunita

Referensi

1. Subramanyam AA, Mukherjee A, Dave M, Chavda K. Clinical Practice Guidelines for Autism Spectrum Disorders. Indian J Psychiatry 2019;61:254–69. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6345133/
2. CDC. Recommendations & Guidelines. Autism Spectrum Disorder (ASD). Centers for Disease Control and Prevention. 2020. https://www.cdc.gov/ncbddd/autism/hcp-recommendations.html
7. APA. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
12. Navarro-Pardo E, López-Ramón MF, Alonso-Esteban Y, Alcantud-Marín F. Diagnostic Tools for Autism Spectrum Disorders by Gender: Analysis of Current Status and Future Lines. Children 2021;8:262. https://www.mdpi.com/2227-9067/8/4/262/pdf
13. Ivanov I, Pacheva I, Timova E, Iordanova R, Galabova F, Gaberova K, et al. The Route to Autism Spectrum Diagnosis in Pediatric Practice in Bulgaria. Diagnostics 2021;11:106. https://www.mdpi.com/2075-4418/11/1/106/pdf
14. Listik E, Listik M. Autism Spectrum Disorder: A Systematic Review on how Diagnosis, Treatment, and Etiology have been considered in Brazil. 2020. https://www.medrxiv.org/content/10.1101/2020.10.17.20214437v1
15. Hayes J, Ford T, Rafeeque H, Russell G. Clinical practice guidelines for diagnosis of autism spectrum disorder in adults and children in the UK: a narrative review. BMC Psychiatry 2018;18:222. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30005612/
16. Harris HK, Sideridis GD, Barbaresi WJ, Harstad E. Pathogenic Yield of Genetic Testing in Autism Spectrum Disorder. Pediatrics 2020;146:e20193211. https://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/early/2020/09/14/peds.2019-3211.
17. Munnich A, Demily C, et al. Impact of on-site clinical genetics consultations on diagnostic rate in children and young adults with autism spectrum disorder. Mol Autism 2019;10:33. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/31406558/
18. Savatt JM, Myers SM. Genetic Testing in Neurodevelopmental Disorders. Frontiers in Pediatrics 2021;9:52. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fped.2021.526779/full
19. Haendel AD, Barrington A, et al. Changes in Electroencephalogram Coherence in Adolescents With Autism Spectrum Disorder After a Social Skills Intervention. Autism Res 2021;14:787–803. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33398936/
20. Bonino AY, Hemann A, Mood D, Kay E, Pancoast ES, Sommerfeldt KK. Visual Reinforcers Designed for Children with Developmental Disabilities. J Early Hear Detect Interv 2021;6:69–76. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8061901/
21. WHO. International Classification of Disease 11 for Mortality and Morbidity Statistic. 2019. https://icd.who.int/browse11/l-m/en
22. Salim H, Soetjiningsih S, Windiani IGAT, Widiana IGR, Aspr P. Validation of the Indonesian Version of Modified Checklist for Autism in Toddlers: a diagnostic study. Paediatrica Indonesiana 2020;60:160–6. https://paediatricaindonesiana.org/index.php/paediatrica-indonesiana/article/view/2326
23. Windiani I, Soetjiningsih S, Adnyana I, Lestari K. Indonesian Modified Checklist for Autism in Toddler, Revised with Follow-Up (M-CHAT-R/F) for Autism Screening in Children at Sanglah General Hospital, Bali-Indonesia. Bali Medical Journal.2016. https://ojs.unud.ac.id/index.php/bmj/article/view/21968
29. Augustyn M, von Hahn E. Autism spectrum disorder: Evaluation and diagnosis. Uptodate. 2021
30. Afroz S, Parato J, Shen H, Smith SS. Synaptic pruning in the female hippocampus is triggered at puberty by extrasynaptic GABAA receptors on dendritic spines. eLife 2016;5:e15106. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27136678/
31. Laverty C, Oliver C, Moss J, Nelson L, Richards C. Persistence and predictors of self-injurious behaviour in autism: a ten-year prospective cohort study. Molecular Autism 2020;11:8. https://molecularautism.biomedcentral.com/articles/10.1186/s13229-019-0307-z
32. Grossi E, Caminada E, Goffredo M, Vescovo B, Castrignano T, Piscitelli D, et al. Patterns of Restricted and Repetitive Behaviors in Autism Spectrum Disorders: A Cross-Sectional Video Recording Study. Preliminary Report. Brain Sciences 2021;11:678. https://www.mdpi.com/2076-3425/11/6/678
33. Niculae A-Ștefan. Anthropometric measurements in children with ASD point to genomic imprinting imbalance. Psychiatry and Clinical Psychology; 2020 http://medrxiv.org/lookup/doi/10.1101/2020.04.07.20043224
34. Xiong J, Chen S, Pang N, Deng X, Yang L, He F, et al. Neurological Diseases With Autism Spectrum Disorder: Role of ASD Risk Genes. Frontiers in Neuroscience 2019;13:349. https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fnins.2019.00349/full
35. Wilson RB, McCracken JT, Rinehart NJ, Jeste SS. What’s missing in autism spectrum disorder motor assessments? J Neurodevelop Disord 2018;10:33. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/30541423/
36. Freeman BJ, Cronin P. Standardized Assessment of Social Skills in Autism Spectrum Disorder [Internet]. In: Leaf JB, editor. Handbook of Social Skills and Autism Spectrum Disorder : Assessment, Curricula, and Intervention. Cham: Springer International Publishing; 2017. page 83–96. https://doi.org/10.1007/978-3-319-62995-7_6
37. Zhu J, Hua X, Yang T, Guo M, Li Q, Xiao L, et al. Alterations in Gut Vitamin and Amino Acid Metabolism are Associated with Symptoms and Neurodevelopment in Children with Autism Spectrum Disorder. J Autism Dev Disord 2021.https://doi.org/10.1007/s10803-021-05066-w
38. Augustyn M, von Hahn E. Autism spectrum disorder: Evaluation and diagnosis. Uptodate. 2021.

Epidemiologi Autism Spectrum Dis...
Penatalaksanaan Autism Spectrum ...

Artikel Terkait

  • Mengenali Keterlambatan Bicara pada Anak
    Mengenali Keterlambatan Bicara pada Anak
  • Penanganan Autism Spectrum Disorders dengan Early Intensive Behavioral Intervention
    Penanganan Autism Spectrum Disorders dengan Early Intensive Behavioral Intervention
  • Intervensi Komunikasi pada Anak dengan Autisme
    Intervensi Komunikasi pada Anak dengan Autisme
  • Manajemen Perawatan Gigi pada Anak dengan Autisme
    Manajemen Perawatan Gigi pada Anak dengan Autisme
  • Skrining Gangguan Pendengaran pada Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD)
    Skrining Gangguan Pendengaran pada Anak dengan Autism Spectrum Disorder (ASD)

Lebih Lanjut

Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 4 jam yang lalu
Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau Aquabides berapa ml ya dok ?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Maaf dok, izin bertanya bila ada pasien gonore. Lalu mau diberikan Injeksk Ceftriaxon.  Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau...
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:09
Pemberian VAR dan SAR pada pasien terduga rabies
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, selamat sore. Saya ingin bertanya apakah pemberian VAR/SAR dapat diberikan pada pasien dengan risiko tinggi rabies yang kejadian tergigit hewan...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.