Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Intoleransi Makanan general_alomedika 2024-01-31T15:20:07+07:00 2024-01-31T15:20:07+07:00
Intoleransi Makanan
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Intoleransi Makanan

Oleh :
dr. William Sumoro
Share To Social Media:

Diagnosis intoleransi makanan perlu dicurigai pada individu yang mengalami keluhan gastrointestinal tanpa penyebab yang jelas, terutama jika keluhan timbul berkaitan dengan konsumsi makanan tertentu. Hingga saat ini, belum ada suatu tes biomarker yang dapat digunakan untuk diagnosis intoleransi makanan. Penentuan agen pencetus dapat dilakukan dengan food diary dan eksklusi dari diet.[1,3]

Anamnesis

Pada anamnesis biasanya dapat ditemukan gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, perut terasa kembung atau begah, diare, sering kentut dan sendawa, mual, dan muntah. Gejala biasanya muncul beberapa jam setelah makan dan dapat menghilang dalam hitungan jam hingga hari.

Intoleransi terhadap bahan aditif juga dapat menimbulkan gejala pada sistem organ lainnya. Ini mencakup urtikaria, eksim, sesak napas, nyeri kepala, dan migraine.

Pada kasus intoleransi laktosa, adanya gejala demam, muntah, penurunan berat badan, atau darah pada feses dapat mengarahkan ke defisiensi laktase sekunder. Adanya riwayat infeksi akut; kondisi kronik seperti penyakit Celiac dan penyakit Crohn; atau riwayat terapi dengan antibiotik, kemoterapi, atau radiasi juga mengarahkan kepada defisiensi laktase sekunder.[1,3,12]

Food Recall

Dalam anamnesis, food recall penting untuk dilakukan dengan cermat. Hal-hal yang perlu digali adalah jenis makanan yang dikonsumsi terakhir, jarak antara konsumsi makanan dengan munculnya gejala, kuantitas jenis makanan yang diduga menimbulkan gejala intoleransi, dan respons pasien setiap memakan jenis makanan tersebut.

Jika pasien mengalami kesulitan dalam melakukan food recall, pembuatan food diary atau food journal dapat membantu penegakkan diagnosis.

Food diary atau food journal merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk membantu pencatatan makanan yang dikonsumsi pasien. Pada food diary ini tercantum jenis makanan yang dikonsumsi, jumlah, waktu konsumsi, dan waktu timbul gejala. Bahan makanan dalam kemasan juga perlu diperhatikan kandungannya dan perlu dicatat di dalam food diary.[1,3,15]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya normal, kecuali jika gangguan pada sistem gastrointestinal sangat berat sampai menimbulkan kondisi dehidrasi atau distensi abdomen. Pada intoleransi makanan akibat bahan aditif dapat ditemukan kelainan kulit seperti urtikaria dan eksim.[1,3]

Diagnosis Banding

Intoleransi makanan perlu dibedakan dari alergi makanan, irritable bowel syndrome, inflammatory bowel disease, dan gastroenteritis.

Alergi Makanan

Intoleransi makanan perlu dibedakan dengan alergi makanan. Reaksi pada alergi makanan melibatkan sistem imun, sedangkan pada intoleransi tidak. Pada alergi makanan, ada gejala lain selain di saluran pencernaan, seperti urtikaria atau gangguan pernapasan. Jumlah yang sedikit bisa menyebabkan reaksi alergi yang fatal. Hasil skin prick test positif dan jika dimediasi oleh IgE maka terdapat peningkatan IgE dalam darah saat gejala muncul.[1,2]

Irritable Bowel Syndrome

Irritable bowel syndrome (IBS) merupakan diagnosis eksklusi. Pada kasus IBS, terjadi keluhan gastrointestinal kronik yang hilang timbul, seperti nyeri perut yang disertai dengan perubahan bentuk feses atau frekuensi defekasi, tanpa adanya kelainan organik yang bisa diidentifikasi. Beberapa pasien memiliki koeksistensi dengan intoleransi laktosa. Tidak ada pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis.[16]

Inflammatory Bowel Disease

Inflammatory bowel disease terdiri dari kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Keluhan pasien umumnya lebih berat dibandingkan intoleransi makanan. Pasien dapat mengalami diare berdarah disertai penurunan berat badan. Pemeriksaan kolonoskopi menunjukkan adanya ulkus pada dinding saluran pencernaan.[18]

Gastroenteritis

Gastroenteritis akan menyebabkan diare yang sama dengan intoleransi makanan. Penyebab yang sering adalah diare. Pada gastroenteritis, diare dialami umumnya kurang dari 14 hari. Pada pemeriksaan feses atau serologi akan ditemukan agen infeksius penyebab diare.[20]

Pemeriksaan Penunjang

Ada beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis intoleransi makanan, seperti food challenge test, breath test, confocal laser endomicroscopy (CLE), dan pemeriksaan biopsi.

Hingga saat ini, belum ada pemeriksaan biomarker yang dapat digunakan untuk memberikan informasi yang dapat diandalkan untuk mengetahui intoleransi makanan terhadap bermacam-macam subgrup FODMAP (fermentable oligosaccharides, disaccharides, monosaccharides, and polyols).[1,3,9,17]

Food Challenge Test

Food challenge test merupakan pemeriksaan baku untuk menentukan apakah pasien mengalami intoleransi makanan atau tidak. Penggunaan food diary selama 2-4 minggu bermanfaat untuk mencari hubungan sebab akibat antara makanan tertentu dengan gejala gastrointestinal.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengeksklusi makanan dari diet pasien sampai gejala tidak muncul. Gejala biasanya hilang total dalam 3–4 minggu. Kemudian, makanan yang diduga menjadi penyebab intoleransi dikenalkan kembali ke dalam diet secara perlahan. Apabila gejala kembali muncul, maka pasien mengalami intoleransi terhadap makanan tersebut.[1,3,9,17]

Breath Test

Pemeriksaan breath test dilakukan untuk mengidentifikasi adanya intoleransi terhadap karbohidrat (laktosa, fruktosa, dan FODMAP). Fermentasi karbohidrat di saluran pencernaan akan menghasilkan gas, salah satunya adalah gas hidrogen. Hidrogen tidak diproduksi oleh tubuh sehingga jika ditemukan adanya hidrogen pada ekspirasi, maka merupakan fermentasi dari mikrobiota di usus.

Untuk mendapatkan hasil breath test yang akurat, pasien diminta untuk melakukan hal-hal berikut:

  • Tidak menggunakan antibiotik, laksatif, atau probiotik 14 hari sebelum pemeriksaan
  • Diet rendah karbohidrat yang dapat difermentasikan 48 jam sebelum pemeriksaan
  • Puasa pada malam sebelum pemeriksaan
  • Membersihkan mulut dengan larutan antiseptik sesaat sebelum pemeriksaan dimulai

Karbohidrat yang diberikan adalah 25–50 gram dan berbentuk larutan. Hasil dikatakan positif jika ditemukan peningkatan 10–20 ppm hidrogen atau metana di atas nilai dasar pada dua kali pemeriksaan napas berjarak 15–30 menit dalam 3–5 jam.[1,3,9,17,19]

Pemeriksaan Darah

Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya reaksi imunologi yang terlibat. Reaksi imunologi ini dapat dilihat melalui adanya peningkatan imunoglobulin, terutama kadar imunoglobulin E. Pada alergi makanan yang tidak dimediasi oleh IgE, peningkatan limfosit T dapat ditemukan.

Pada pasien dengan gejala diare dengan dehidrasi berat, pemeriksaan elektrolit dapat dilakukan untuk mengevaluasi adanya gangguan elektrolit.[1,3,9,17]

Pemeriksaan Feses

Pemeriksaan feses dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis intoleransi laktosa. Kadar pH normal pada feses adalah 5,0–5,5, pada bayi, anak, dan remaja. Pasien dengan intoleransi laktosa memiliki kadar pH yang lebih rendah di fesesnya.

Pemeriksaan feses untuk menilai adanya infeksi akut seperti Giardia dan Cryptosporidium juga dapat dilakukan untuk mengetahui kemungkinan penyebab defisiensi laktase sekunder.[1,3,9,21]

Confocal Laser Endomicroscopy (CLE)

Confocal Laser Endomicroscopy merupakan pemeriksaan baru untuk melihat perubahan pada mukosa saluran pencernaan. Antigen makanan yang dicurigai sebagai penyebab gejala intoleransi diberikan ke mukosa duodenum via endoskopi. Jika terjadi peningkatan limfosit intraepitelial, kebocoran epitel, atau pembesaran rongga intervili dalam waktu 5 menit, maka dapat dikatakan bahwa pasien mengalami intoleransi terhadap antigen tersebut.[22,23]

Pemeriksaan Biopsi

Biopsi dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan bahwa intoleransi makanan disebabkan oleh kelainan mukosa pada saluran pencernaan, terutama pada defisiensi sukrase-isomaltase. Sampel yang diambil adalah bagian duodenum atau jejunum. Pemeriksaan biopsi ini bersifat kompleks dan invasif karena mengambil sampel dari mukosa usus.[1]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Shofa Nisrina Luthfiyani

Direvisi oleh: dr. Bedry Qhinta

Referensi

1. Tuck CJ, Biesiekierski JR, Schmid-Grendelmeier P, Pohl D. Food Intolerances. Nutrients. 2019 Jul 22;11(7):1684. doi: 10.3390/nu11071684. PMID: 31336652; PMCID: PMC6682924.
2. Commins SP. Food intolerance and food allergy in adults: An overview. UpToDate. 2020. https://www.uptodate.com/contents/food-intolerance-and-food-allergy-in-adults-an-overview?search=alergia a la comida&source=search_result&selectedTitle=3~150&usage_type=default&display_rank=3.
3. Gargano D, Appanna R, Santonicola A, De Bartolomeis F, Stellato C, Cianferoni A, Casolaro V, Iovino P. Food Allergy and Intolerance: A Narrative Review on Nutritional Concerns. Nutrients. 2021 May 13;13(5):1638. doi: 10.3390/nu13051638. PMID: 34068047; PMCID: PMC8152468.
9. Wang XJ, et al. Review article: biological mechanisms for symptom causation by individual FODMAP subgroups - the case for a more personalised approach to dietary restriction. Aliment Pharmacol Ther, 2019. vol. 50, no. 5, pp. 517–529. doi: 10.1111/apt.15419.
12. Fasano A, et al. Epidemiology and pathogenesis of celiac disease and non-celiac gluten (wheat) sensitivity. INC, 2021.
13. Lee HJ, Kim HJ, Kang EH, Jung KW, Myung SJ, Min YW, Choi CH, Ryu HS, Choi JK, Kwon JG, Hong KS, Park KS. Self-reported Food Intolerance in Korean Patients With Irritable Bowel Syndrome. J Neurogastroenterol Motil. 2019 Apr 30;25(2):222-232. doi: 10.5056/jnm18125. PMID: 30827068; PMCID: PMC6474711.
14. Hegar B, Widodo A. Lactose intolerance in Indonesian children. Asia Pac J Clin Nutr. 2015;24 Suppl 1:S31-40. doi: 10.6133/apjcn.2015.24.s1.06. PMID: 26715082.
15. Shulpekova YO, Nechaev VM, Popova IR, Deeva TA, Kopylov AT, Malsagova KA, Kaysheva AL, Ivashkin VT. Food Intolerance: The Role of Histamine. Nutrients. 2021 Sep 15;13(9):3207. doi: 10.3390/nu13093207. PMID: 34579083; PMCID: PMC8469513.
16. Weaver KR, Melkus GD, Henderson WA. Irritable Bowel Syndrome. Am J Nurs. 2017 Jun;117(6):48-55. doi: 10.1097/01.NAJ.0000520253.57459.01. PMID: 28541989; PMCID: PMC5453305.
17. Lomer MC. Review article: the aetiology, diagnosis, mechanisms and clinical evidence for food intolerance. Aliment Pharmacol Ther. 2015 Feb;41(3):262-75. doi: 10.1111/apt.13041. Epub 2014 Dec 3. PMID: 25471897.
18. Seyedian SS, Nokhostin F, Malamir MD. A review of the diagnosis, prevention, and treatment methods of inflammatory bowel disease. J Med Life. 2019 Apr-Jun;12(2):113-122. doi: 10.25122/jml-2018-0075. PMID: 31406511; PMCID: PMC6685307.
19. Fritscher-Ravens A, Schuppan D, Ellrichmann M, Schoch S, Röcken C, Brasch J, Bethge J, Böttner M, Klose J, Milla PJ. Confocal endomicroscopy shows food-associated changes in the intestinal mucosa of patients with irritable bowel syndrome. Gastroenterology. 2014 Nov;147(5):1012-20.e4. doi: 10.1053/j.gastro.2014.07.046. Epub 2014 Jul 30. PMID: 25083606.
20. Hasan H, Nasirudeen NA, Ruzlan MAF, Mohd Jamil MA, Ismail NAS, Wahab AA, Ali A. Acute Infectious Gastroenteritis: The Causative Agents, Omics-Based Detection of Antigens and Novel Biomarkers. Children (Basel). 2021 Dec 2;8(12):1112. doi: 10.3390/children8121112. PMID: 34943308; PMCID: PMC8700514.
21. Vandenplas Y. Lactose intolerance. Asia Pac J Clin Nutr, 2015. vol. 24, no. December, pp. S9–S13. doi: 10.6133/apjcn.2015.24.s1.02.
22. Pilonis ND, Januszewicz W, di Pietro M. Confocal laser endomicroscopy in gastro-intestinal endoscopy: technical aspects and clinical applications. Transl Gastroenterol Hepatol. 2022 Jan 25;7:7. doi: 10.21037/tgh.2020.04.02. PMID: 35243116; PMCID: PMC8826043.
23. Gjini B, Melchior I, Euler P, Kreysel C, Kalde S, Krummen B, Kiesslich R, Hemmerlein B, Frieling T. Food intolerance in patients with functional abdominal pain: Evaluation through endoscopic confocal laser endomicroscopy. Endosc Int Open. 2023 Jan 13;11(1):E67-E71. doi: 10.1055/a-1978-6753. PMID: 36644536; PMCID: PMC9839425.
24. Gibson PR, Halmos EP, Muir JG. Review article: FODMAPS, prebiotics and gut health-the FODMAP hypothesis revisited. Aliment Pharmacol Ther. 2020 Jul;52(2):233-246. doi: 10.1111/apt.15818. Epub 2020 Jun 20. PMID: 32562590.

Epidemiologi Intoleransi Makanan
Penatalaksanaan Intoleransi Makanan

Artikel Terkait

  • Membedakan Alergi Makanan dan Intoleransi Makanan
    Membedakan Alergi Makanan dan Intoleransi Makanan
Diskusi Terbaru
dr. Andi Marsali
Dibalas 3 jam yang lalu
Jakarta - Lowongan untuk Dokter Operasional Vaksin
Oleh: dr. Andi Marsali
2 Balasan
Alo Dokter, Selamat pagi sejawat,Terlampir info lowongan untuk dokter Umum sebagi operasional vaksin di Jakarta Timur
Anonymous
Dibalas 7 jam yang lalu
Apa diagnosis gatal kulit pada anak yang tepat?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dokter. Selamat siang dok, terdapat pasien usia 5 tahun keluhan gatal dan pada kulit sejak 2 minggu. Pasien sering makan sosis. Gatal bertambah saat...
Anonymous
Dibalas kemarin, 07:46
Tatalaksana yang tepat untuk kembung pada bayi usia 3 bulan
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo Dokter. Obat kembung pasa bayi usia 3 bulan apa yg aman dok? apakah cukup dengan pijat ILU dan gerakan mengayuh sepeda saja?

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.