Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Patofisiologi Buta Warna annisa-meidina 2025-01-10T11:49:46+07:00 2025-01-10T11:49:46+07:00
Buta Warna
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Patofisiologi Buta Warna

Oleh :
dr.Michael Wiryadana
Share To Social Media:

Patofisiologi buta warna melibatkan disfungsi atau ketiadaan sel kerucut di retina, yang bertanggung jawab atas persepsi warna Defisiensi warna bawaan disebabkan oleh mutasi genetik pada kromosom X yang memengaruhi opsin, yaitu protein fotopigmen di sel kerucut, dengan protanopia dan deuteranopia (merah-hijau) sebagai tipe yang paling umum. Buta warna didapat bisa disebabkan oleh glaucoma, retinopati diabetik, atau neuropati optik.[1-5]

Sel Fotoreseptor Retina

Semua proses visual, termasuk penglihatan warna, dimulai dengan absorpsi foton di dalam fotoreseptor di retina. Retina manusia memiliki dua jenis utama fotoreseptor, yaitu sel batang (rods) dan sel kerucut (cones). Sebagian besar fotoreseptor (95%) pada retina adalah sel batang dengan jumlah sekitar 92 juta. Sel kerucut menyusun sebagian kecil (5%) dari keseluruhan fotoreseptor dengan jumlah sekitar 4,6 juta.

Sel batang dapat ditemukan pada hampir seluruh area retina, dan terkonsentrasi pada retina perifer, tetapi sel batang tidak ditemukan di foveola (fovea sentral). Sementara itu, sel kerucut terkonsentrasi di foveola. Sel batang sangat sensitif terhadap cahaya, bahkan dapat menerima sinyal hanya dari satu foton cahaya.

Sel batang berperan penting dalam penglihatan pada tingkat cahaya redup (scotopic) dan pendeteksian gerakan (motion detection). Sel kerucut berperan penting dalam penglihatan pada tingkat cahaya terang, seperti pada siang hari (photopic) dan penglihatan warna (color vision).[2,4-6]

Penglihatan Warna Terkait Fotoreseptor Kerucut

Fotoreseptor kerucut dapat dibagi ke dalam 3 subtipe yang dinamai sesuai dengan puncak sensitivitasnya terhadap spektrum cahaya tampak (visible light). Sensitivitas spektral tiap subtipe sel kerucut ditentukan oleh jenis fotopigmen yang terkandung di dalamnya. Fotopigmen tersusun dari chromophore dan protein.

Semua fotopigmen memiliki komponen chromophore yang sama (11-cis retinal). Namun, komponen protein (opsin) dapat bervariasi. Ketiga subtipe fotoreseptor kerucut meliputi:

  • Fotoreseptor kerucut yang sensitif terhadap gelombang panjang (long-wavelength sensitive) disebut kerucut L atau kerucut merah (L-cones).
  • Fotoreseptor kerucut yang sensitif terhadap gelombang sedang (medium wavelength sensitive) disebut kerucut M atau kerucut hijau (M-cones).
  • Fotoreseptor kerucut yang sensitif terhadap gelombang pendek (short-wavelength sensitive) disebut kerucut S atau kerucut biru (S-cones).[1,7]

Sebagian besar (94%) subtipe fotoreseptor kerucut adalah kerucut L dan M. Kedua subtipe tersebut terkonsentrasi pada fovea sentral. Sementara itu, kerucut S terletak di retina perifer dan tidak terdapat di fovea. Untuk menghasilkan penglihatan warna trichromatic yang normal, ketiga subtipe fotoreseptor kerucut harus ada dan berfungsi sesuai dengan puncak sensitivitas spektralnya.[1,2,7,8]

Mekanisme Terjadinya Buta Warna

Buta warna terjadi karena perubahan atau kehilangan fungsi pada satu atau lebih fotoreseptor kerucut. Meski dapat disebabkan oleh kelainan didapat, misalnya retinopati diabetik dan efek samping obat seperti ethambutol, istilah buta warna biasanya merujuk pada kelainan bawaan atau kongenital.[2]

Defisiensi Penglihatan Warna Merah-Hijau

Terdapat empat mekanisme patologis yang menyebabkan defisiensi penglihatan warna merah-hijau:

  • Delesi parsial atau komplit dari locus control region mengakibatkan terminasi transkripsi (transcriptional termination) dari susunan gen opsin
  • Rekombinasi non-homolog antara susunan gen opsin L dan opsin M yang kemudian diikuti inaktivasi (inactivating mutation atau loss-of-function mutation)
  • Delesi suatu exon secara komplit dari susunan gen opsin
  • Konversi gen (gene conversion) dengan mutation transfer antara OPN1LW (Opsin 1 Long Wave Sensitive) dan OPN1MW (Opsin 1 Medium Wave Sensitive).[2]

Defisiensi Penglihatan Warna Biru-Kuning

Defisiensi penglihatan warna biru-kuning memiliki patomekanisme yang lebih sederhana. Mutasi missense pada gen yang mengkode opsin S mengakibatkan terjadinya substitusi asam amino di dalam sekuens opsin S. Selain missense, terdapat juga literatur yang melaporkan bahwa defisiensi penglihatan warna biru-kuning berkaitan dengan splicing defect pada OPN1SW dan haploinsufisiensi.[2,8,9]

Terjadinya Akromatopsia

Penerimaan sinyal oleh fotoreseptor akan memulai serangkaian proses yang disebut kaskade fototransduksi. Proses ini bertujuan untuk mengubah sinyal menjadi sinyal (impuls saraf) yang dapat diteruskan ke otak. Gangguan pada proses fototransduksi di sel kerucut dapat menyebabkan gangguan penglihatan warna. Mutasi pada gen yang mengode komponen fototransduksi sel kerucut, seperti CNGA3, CNGB3, PDE6C, PDE6H, dan GNAT2 dikaitkan dengan kejadian buta warna total (achromatopsia).[9,10]

Sel fotoreseptor menanggapi stres retikulum endoplasma melalui unfolded protein response (UPR). Respon ini bertujuan untuk memfasilitasi proses protein folding di retikulum endoplasma dan mengurangi jumlah protein yang misfolded. Pada retina, activating transcription factor 6 (ATF6) meregulasi proses awal UPR untuk mengembalikan homeostasis. Mutasi pada gen ATF6 dapat menyebabkan disfungsi fotoreseptor kerucut dan terjadinya achromatopsia.[11,12]

Klasifikasi Buta Warna

Defisiensi penglihatan warna kongenital disebabkan oleh ketiadaan atau kelainan fotoreseptor kerucut. Keadaan ini dapat dikelompokkan menjadi trikomat anomali, dikromat, dan monokromat.[9]

klasifikasibutawarna

Gambar 1. Klasifikasi Buta Warna

Trikromat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu protanomaly (defek pada kerucut L), deuteranomaly (defek pada kerucut M), dan tritanomaly (defek pada kerucut S). Secara klasik, protanomaly dijelaskan sebagai kondisi dengan kerucut M normal dan kerucut L yang mengalami pergeseran sensitivitas, sedangkan deuteranomaly melibatkan kerucut L normal dan kerucut M yang bergeser sensitivitasnya.

Namun, konsep lain menyatakan bahwa pada protanomaly, kerucut L tidak ada, tetapi individu memiliki dua tipe kerucut M (M dan M’) dan satu kerucut S, dengan M’ memiliki sensitivitas bergeser ke panjang gelombang lebih panjang. Sebaliknya, pada deuteranomaly, kerucut M tidak ada, tetapi terdapat dua tipe kerucut L (L dan L’), dengan L’ bergeser ke panjang gelombang lebih pendek.

Dikromat terjadi akibat ketiadaan salah satu tipe kerucut dan dibagi menjadi protanopia (tidak ada kerucut L), deuteranopia (tidak ada kerucut M), dan tritanopia (tidak ada kerucut S). Pada monokromat, setidaknya dua tipe kerucut tidak ada, seperti pada rod monochromacy (ketiadaan total kerucut) atau blue-cone monochromacy (hanya kerucut biru yang ada).[1,13,14]

Referensi

1. Salih AE, Elsherif M, Ali M, Vahdati N, Yetisen AK, Butt H. Ophthalmic Wearable Devices for Color Blindness Management. Advanced Materials Technologies. 2020;5(8):1901134.
2. Yang Z, Yan L, Zhang W, Qi J, An W, Yao K. Dyschromatopsia: a comprehensive analysis of mechanisms and cutting-edge treatments for color vision deficiency. Front Neurosci. 2024 Jan 17;18:1265630.
3. Yasa AT. Colour Vision Deficiency: Difference Between Congenital and Acquired Colour Blindness. Jurnal Kedokteran, 2022. 11(3), 1021–1027. https://doi.org/10.29303/jku.v11i3.735
4. Carroll J, Tait DM. Color Blindness: Inherited. In: Dartt DA, editor. Encyclopedia of the Eye. Oxford: Academic Press; 2010. p. 318–25.
5. Hussey KA, Hadyniak SE, Johnston RJ. Patterning and Development of Photoreceptors in the Human Retina. Front Cell Dev Biol. 2022;10:878350.
6. Mahabadi N, Al Khalili Y. Neuroanatomy, Retina. In: StatPearls. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024
7. Carroll J, Conway BR. Chapter 8 - Color vision. In: Barton JJS, Leff A, editors. Handbook of Clinical Neurology. Elsevier; 2021. p. 131–53. (Neurology of Vision and Visual Disorders; vol. 178).
8. Neitz M, Neitz J. Intermixing the OPN1LW and OPN1MW Genes Disrupts the Exonic Splicing Code Causing an Array of Vision Disorders. Genes. 2021 Aug;12(8):1180.
9. Hasrod N, Rubin A. Defects of colour vision: A review of congenital and acquired colour vision deficiencies. AVEH, 2016. https://avehjournal.org/index.php/aveh/article/view/365/648
10. Brunetti-Pierri R, Karali M, Melillo P, Di Iorio V, De Benedictis A, Iaccarino G, et al. Clinical and Molecular Characterization of Achromatopsia Patients: A Longitudinal Study. International Journal of Molecular Sciences. 2021 Jan;22(4):1681.
11. Ansar M, Santos-Cortez RLP, Saqib MAN, Zulfiqar F, Lee K, Ashraf NM, et al. Mutation of ATF6 causes autosomal recessive achromatopsia. Hum Genet. 2015;134(9):941–50.
12. Kroeger H, Grandjean JMD, Chiang WCJ, Bindels DD, Mastey R, Okalova J, et al. ATF6 is essential for human cone photoreceptor development. Proc Natl Acad Sci U S A. 2021 Sep 28;118(39):e2103196118.
13. Neitz M, Neitz J. Molecular Genetics of Color Vision and Color Vision Defects. Archives of Ophthalmology. 2000 May 1;118(5):691–700.
14. Neitz J, Neitz M. The genetics of normal and defective color vision. Vision Res. 2011 Apr 13;51(7):633–51.

Pendahuluan Buta Warna
Etiologi Buta Warna
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 06 Mei 2025, 11:30
Interpretasi pemeriksaan buta warna dengan buku ishihara
Oleh: Anonymous
4 Balasan
Alo dokterSaya masih bingung dengan interpretasi hasil pemeriksaan ishihara terutama saat mcu atau pembuat surat keterangan bebas buta warna, apabila...
dr. Nur Jana
Dibalas 02 Mei 2025, 11:43
Pemeriksaan buta warna menggunakan buku Ishihara ditemukan tidak dapat melihat warna hijau dan biru namun dapat melihat warna tunggal
Oleh: dr. Nur Jana
2 Balasan
Alo Dokter selamat pagi, ijin bertanya perihal pemeriksaan buta warna menggunakan buku ishihara, kemarin saya melakukan mcu , saya menemukan pasien dapat...
Anonymous
Dibalas 15 Januari 2025, 08:05
Buta warna apakah termasuk disabilitas pada perusahaan garmen
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Mohon maaf dok, izin konsultasi jika bekerja sebagai dokter perusahaan, lalu pihak perusahaan menanyakan terkait karyawan buta warna baik parsial/totalis itu...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.