Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Depresi Postpartum general_alomedika 2025-05-07T11:20:18+07:00 2025-05-07T11:20:18+07:00
Depresi Postpartum
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Depresi Postpartum

Oleh :
dr. Irwan Supriyanto PhD SpKJ
Share To Social Media:

Diagnosis depresi postpartum dilakukan awal dengan skrining menggunakan instrumen Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). Tingginya prevalensi penyakit ini membuat semua wanita sebaiknya dilakukan skrining terhadap depresi postpartum pada masa nifas.[1,2,11]

Anamnesis

Karena faktor budaya dan stigma, kebanyakan ibu yang mengalami depresi postpartum tidak terbuka dengan gejala-gejala yang dialami, begitu pula dengan keluarganya. Biasanya gejala-gejala yang dialami akan dihubungkan dengan kelelahan karena mengurusi bayi, kurang tidur, atau karena bayi yang rewel.[2]

Gejala-gejala depresi postpartum harus ditanyakan dan dikonfirmasikan secara hati-hati. Bila diperlukan, sebelum anamnesis dapat dilakukan skrining dengan menggunakan instrumen Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) sebelum dilakukan anamnesis lebih mendalam pada mereka yang dicurigai mengalami depresi postpartum. Karena sering kali ibu tidak mengenali gejala-gejala yang dialami, maka juga perlu dilakukan aloanamnesis dengan keluarganya.[2,11,12]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding depresi postpartum yang harus pertama disingkirkan adalah penyebab organik, seperti anemia, sindrom Sheehan, dan gangguan tiroid. Diagnosis banding psikiatri di antaranya psikosis postpartum dan postpartum blues, atau dikenal juga sebagai sindrom baby blues.[2,3]

Diagnosis banding ini bisa dengan mudah disingkirkan berdasarkan observasi perjalanan penyakit, anamnesis, dan pemeriksaan fisik yang cermat, serta pemeriksaan laboratorium untuk penyebab organik.[2,3]

Tabel 1. Perbedaan Depresi Peripartum dan Baby Blues

Perbedaan Depresi Peripartum dan Baby Blues

Sumber: Soeklola, 2021.[13,14]

Pemeriksaan Penunjang

Anemia selama kehamilan maupun pasca melahirkan sering kali menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala fisik depresi postpartum. Untuk menyingkirkan diagnosis anemia, sebaiknya dilakukan pemeriksaan darah rutin.[2]

Kriteria Diagnostik PPDGJ-III

Kriteria diagnostik depresi postpartum berdasarkan pedoman penggolongan diagnosis gangguan jiwa III (PPDGJ-III) adalah gangguan jiwa yang berhubungan dengan masa nifas (tidak lebih dari 6 minggu setelah persalinan), yang tidak memenuhi kriteria di tempat lain, serta memenuhi kriteria episode depresi.[15]

Kriteria Episode Depresi

Gejala episode depresi terdiri dari gejala utama dan gejala lainnya.

Gejala utama, terdiri dari:

  • Afek depresif,
  • Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
  • Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja) dan menurunnya aktivitas[15]

Gejala lainnya adalah:

  • Konsentrasi dan perhatian berkurang
  • Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
  • Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
  • Pandangan masa depan yang suram
  • Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
  • Tidur terganggu
  • Nafsu makan berkurang[15]

Untuk episode depresif, diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala sangat berat dan berlangsung cepat. Depresi dapat dikategorikan menjadi 3 derajat, yaitu:

  1. Depresi ringan: terdapat setidaknya 2 dari 3 gejala utama depresi, disertai setidaknya 2 gejala lainnya (tidak boleh ada gejala yang berat), dengan kesulitan ringan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial
  2. Depresi sedang: terdapat setidaknya 2 dari 3 gejala utama depresi, disertai setidaknya 3 (sebaiknya 4) gejala lain, dengan kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga
  3. Depresi berat: terdapat ketiga gejala utama depresi ditambah setidaknya 4 gejala lainnya, beberapa harus berintensitas berat, dengan ketidakmampuan untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, atau urusan rumah tangga[15]

Kriteria Diagnostik DSM-5

Kriteria diagnostik depresi postpartum berdasarkan diagnostic and statistical manual of mental disorders 5 (DSM-5) adalah memenuhi kriteria episode depresi mayor dengan onset dalam 4 minggu setelah melahirkan.[16]

Gejala episode depresi terdiri dari:

  • Mood depresif hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
  • Kehilangan minat dan kegembiraan pada seluruh, atau hampir seluruh aktivitas sepanjang hari, hampir sepanjang hari
  • Terdapat penurunan atau peningkatan berat badan yang signifikan, padahal tidak sedang diet (perubahan berat badan >5% dalam 1 bulan), atau penurunan/ peningkatan nafsu makan hampir setiap hari
  • Insomnia atau hipersomnia setiap hari

  • Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari
  • Kelelahan atau kehilangan energi hampir setiap hari
  • Perasaan tidak berguna atau perasaan bersalah yang tidak sesuai (dapat berupa delusi) hampir setiap hari
  • Berkurangnya kemampuan berpikir/konsentrasi, atau kesulitan membuat keputusan, hampir setiap hari
  • Pikiran berulang tentang kematian, ide bunuh diri berulang tanpa rencana yang spesifik, atau percobaan bunuh diri atau membuat rencana spesifik untuk bunuh diri[16]

Episode depresi disebut sebagai episode depresi mayor jika:

  • Terdapat >5 gejala di atas yang terjadi selama setidaknya 2 minggu
  • Representatif terdapat perubahan fungsi dari sebelumnya
  • Harus memiliki gejala mood depresi atau kehilangan minat atau kegembiraan[16]

Walaupun onset depresi postpartum dalam DSM V dinyatakan dalam waktu 4 minggu setelah melahirkan, tetapi kebanyakan peneliti dan ahli berpendapat bahwa onset bisa timbul kapan saja dalam waktu 1 tahun setelah melahirkan.[4,17]

Skrining Depresi Postpartum

Skrining untuk depresi postpartum penting untuk segera dilakukan bila terdapat faktor risiko. Instrumen yang mudah dan telah divalidasi untuk alat skrining depresi postpartum di Indonesia adalah Edinburgh postnatal depression scale (EPDS).[11,12]

Instrumen ini terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor antara 0‒30, dan bisa diaplikasikan <5 menit. Pertanyaan-pertanyaan dalam EPDS adalah mengenai apa yang ibu rasakan seminggu sebelumnya. Cut off point untuk EPDS adalah 13, dimana skor >13 menunjukkan kemungkinan adanya depresi postpartum.[11,12]

EPDS adalah instrumen untuk skrining saja, penegakan diagnosis tetap harus melalui wawancara klinis.[11,12]

Tabel 2. Kuesioner Edinburgh Postnatal Depression Scale

Kuesioner Edinburgh Postnatal Depression Scale

Sumber: Gondo et al. 2012[12]

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi

1. Ghaedrahmati M, Kazemi A, et al. Postpartum depression risk factors: A narrative review. J. Educ. Health Promot. 2017;6:60. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28852652
2. Mughal S, Azhar Y, Siddiqui W. Postpartum Depression.Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519070/
3. Trigo, M. Postpartum depression: How it differs from the “baby blues”. European Psychiatry, 64(S1), S694-S695. 2021. doi:10.1192/j.eurpsy.2021.1839
4. Bergink, Veerle. First-onset Postpartum Psychosis. Erasmus University Rotterdam, 2012. Web. http://hdl.handle.net/1765/37942
11. Dennis C-L, Creedy DK. Psychosocial and psychological interventions for preventing postpartum depression. In: The Cochrane Collaboration, editor. Cochrane Database of Systematic Reviews. Chichester, UK: John Wiley & Sons, Ltd; 2004. http://doi.wiley.com/10.1002/14651858.CD001134.pub2
12. Gondo, H. K. Skrinning Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) pada Postpartum Blues. Jurnal Ilmiah Kedokteran Wijaya Kusuma Surabaya. 2012
13. Berglund J. Treating Postpartum Depression: Beyond the Baby Blues. IEEE Pulse. 2020 Jan;11(1):17–20.
14. Bass III P.F. Bauer N.S. Parental postpartum depression: More than “baby blues”. Contemporary PEDS Journal, Vol 35 No 9, Volume 35, Issue 9. 2018. https://www.contemporarypediatrics.com/view/parental-postpartum-depression-more-baby-blues
15. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama. 1993.
16. APA. Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed.). Arlington VA: American Psychiatric Publishing; 2013.
17. Moraes GP de A, Lorenzo L, et al. Screening and diagnosing postpartum depression: when and how? Trends Psychiatry Psychother. 2017;39:54–61. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28403324

Epidemiologi Depresi Postpartum
Penatalaksanaan Depresi Postpartum

Artikel Terkait

  • Suplementasi Vitamin D saat Masa Kehamilan Mencegah Depresi Postpartum
    Suplementasi Vitamin D saat Masa Kehamilan Mencegah Depresi Postpartum
  • Depresi Post Partum pada Wanita yang Mengalami Tindak Kekerasan dan Pelecehan selama Proses Persalinan - Telaah Jurnal
    Depresi Post Partum pada Wanita yang Mengalami Tindak Kekerasan dan Pelecehan selama Proses Persalinan - Telaah Jurnal
  • Antidepresan untuk Mencegah Depresi Postpartum
    Antidepresan untuk Mencegah Depresi Postpartum
  • Perbedaan Depresi Peripartum dan Baby Blues Syndrome
    Perbedaan Depresi Peripartum dan Baby Blues Syndrome
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 24 Februari 2023, 16:44
Kompetensi dokter umum dalam tata laksana baby blues syndrome
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dokter, izin berdiskusi sejauh mana wewenang atau kompetensi dokter umum dalam tatalaksana atau penanganan pasien yang mengalami baby blues syndrome,...
dr. Retma Rosela Nurkayanty
Dibalas 30 September 2022, 15:05
Pasien wanita usia 27 tahun dengan depresi post partum
Oleh: dr. Retma Rosela Nurkayanty
1 Balasan
Alodokter, izin berdiskusi.Saya mendapatkan kasus yaitu wanita berumur 27 thn, 1 bulan postpartum dengan keluhan mengarah ke depresi. Lalu ternyata 1 hari...
dr.Nomi Irene Putri S.
Dibalas 30 Agustus 2022, 10:41
Cara menangani ibu yang mengalami baby blues - Kedokteran Jiwa Ask the Expert
Oleh: dr.Nomi Irene Putri S.
1 Balasan
Alo dr. Soeklola, izin bertanya Dokter. Untuk pasien dengan baby blues yang datang ke fktp, apa yang bisa kita lakukan Dokter? Terimakasih🙏🏻

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.