Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Teknik Pembuatan Visum Kasus Kekerasan Seksual pada Anak annisa-meidina 2025-05-07T14:08:37+07:00 2025-05-07T14:08:37+07:00
Pembuatan Visum Kasus Kekerasan Seksual pada Anak
  • Pendahuluan
  • Indikasi
  • Kontraindikasi
  • Teknik
  • Komplikasi
  • Edukasi Pasien
  • Pedoman Klinis

Teknik Pembuatan Visum Kasus Kekerasan Seksual pada Anak

Oleh :
dr. Airin Que, Sp.FM
Share To Social Media:

Teknik pembuatan visum kasus kekerasan seksual pada anak perlu memperhatikan berbagai tanda klinis yang mungkin berkaitan dengan kekerasan seksual, seperti memar, petekie, ataupun laserasi pada organ genitalia. Perhatikan pula adanya bekas cairan mani atau sampel rambut pubis dari pelaku kekerasan yang mungkin masih ada di tubuh pasien, serta adanya tanda infeksi menular seksual.[4,7,8]

Persiapan Pasien

Serupa dengan pembuatan visum et repertum pada umumnya, pembuatan visum pada kasus kekerasan seksual anak dapat dilakukan pada korban hidup maupun mati.

Persiapan pada Korban Hidup

Dokter perlu mengingat bahwa korban merupakan individu di bawah umur yang mungkin merasa takut atau trauma atas kejadian yang menimpanya. Oleh sebab itu, selain dari wawancara yang detail, aspek penting dari pengerjaan visum adalah pendekatan yang sensitif dan empatetik.

Melindungi anak yang mengalami pelecehan seksual dari trauma emosional tambahan selama pemeriksaan fisik sangatlah penting. Penilaian singkat mengenai status perkembangan, perilaku, mental, dan emosional juga harus dilakukan. Lakukan pemeriksaan fisik yang hati-hati tetapi menyeluruh, serta pemeriksaan penunjang yang relevan untuk mengidentifikasi tanda-tanda kekerasan seksual.

Sebelum melakukan tindakan forensik, dokter juga harus menjelaskan prosedur Tindakan kepada korban atau wali korban dan mendapat persetujuan tertulis (informed consent). Selain melakukan pemeriksaan forensik, dokter tetap wajib memberi pengobatan yang dibutuhkan oleh pasien untuk mengatasi trauma fisik dan psikologis yang dialami.[1,3,5,9]

Persiapan pada Korban Mati

Pada korban mati, autopsi baru bisa dilakukan jika ada surat permohonan tertulis dari penyidik. Autopsi juga baru bisa dilakukan setelah keluarga korban mengetahui dan memahami tujuan dari tindakan autopsi tersebut. Jika keluarga korban tidak ditemukan atau tidak diketahui, maka penyidik harus menunggu selama 2x24 jam sebelum melakukan autopsi.

Dalam pembuatan visum, dokter yang melakukan autopsi perlu mendapat informasi lisan yang jelas mengenai kejadian yang berkaitan dengan kematian korban. Hal ini penting untuk menghindari kesalahpahaman. Selain itu, petugas berwenang harus hadir dan mengikuti jalannya autopsi untuk memastikan proses sesuai prosedur. Untuk kasus tertentu, ekshumasi dapat dilakukan untuk pemeriksaan lebih lanjut guna proses penyelidikan.[1,3,5,9]

Peralatan

Untuk pemeriksaan pada korban hidup, peralatan yang diperlukan serupa dengan pemeriksaan fisik pada umumnya. Pada kasus didapatkan sampel bukti, seperti cairan mani atau rambut pubis, maka akan diperlukan wadah tertutup untuk meletakkan sampel yang akan dianalisis lebih lanjut.

Peralatan khusus berikut akan dibutuhkan saat melakukan autopsi atau pemeriksaan dalam:

  • Kamar autopsi
  • Meja autopsi
  • Peralatan autopsi, seperti timbangan, penggaris, meteran, gergaji, pisau bedah
  • Alat pemeriksaan untuk pemeriksaan tambahan
  • Alat tulis dan kamera untuk keperluan dokumentasi[9]

Ketentuan Umum Pembuatan Visum et Repertum

Serupa dengan pembuatan visum et repertum pada kasus lain, visum kasus kekerasan seksual pada anak perlu dibuat memenuhi ketentuan umum berikut:

  • Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa, bernomor, dan bertanggal
  • Mencantumkan kata “Pro Justitia” di bagian atas kiri
  • Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan temuan pemeriksaan dan tidak menggunakan istilah asing.
  • Ditandatangani dan diberi nama jelas, serta berstempel instansi pemeriksa tersebut
  • Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
  • Hanya diberikan kepada penyidik yang meminta visum et repertum. Apabila ada lebih dari satu instansi peminta dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut dapat diberi visum et repertum masing–masing yang asli
  • Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun[1,3,5,9]

Prosedural

Pada kasus kekerasan seksual pada anak, prosedur pembuatan visum dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yakni pemeriksaan dan penulisan visum. Pada pemeriksaan untuk pembuatan visum kasus kekerasan seksual, prosedur yang dilakukan kurang lebih mirip dengan pembuatan visum pada umumnya, hanya saja ada penekanan di area anogenital dan area lain yang terindikasi terlibat dalam hubungan seksual, misalnya payudara.

Pemeriksaan Klinis

Anamnesis mencakup pertanyaan mengenai riwayat kejadian, gejala yang dialami anak, serta perubahan perilaku atau kesehatan fisik yang terjadi setelah dugaan kekerasan. Dokter harus menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung, sehingga anak atau pengasuh dapat memberikan informasi dengan nyaman dan tanpa tekanan.Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi visual terhadap seluruh tubuh anak, dengan fokus khusus pada area anogenital untuk mencari tanda kekerasan.

Temuan fisik yang mungkin muncul meliputi luka akut, memar, petekie, abrasi, atau laserasi pada labia, penis, skrotum, perineum, posterior fourchette, atau vestibulum. Pemeriksaan juga mencakup evaluasi kondisi hymen untuk mencari adanya memar, abrasi, atau laserasi. Penting untuk mendokumentasikan setiap temuan secara rinci, termasuk ukuran, lokasi, dan karakteristik luka. Foto medis sebaiknya diambil jika memungkinkan

Selain itu, pemeriksaan mungkin menemukan tanda-tanda lain, seperti infeksi menular seksual (IMS) gonore dan klamidia. Perlu dicatat bahwa tanda IMS tidak selalu berarti adanya kekerasan seksual tetapi dapat memberikan petunjuk penting bagi penyidik. Ambil juga sampel laboratorium yang relevan, misalnya cairan mani atau rambut pubis pelaku, yang mungkin masih ada di tubuh korban. Anak perempuan usia reproduksi harus menjalani tes kehamilan dan diberikan kontrasepsi darurat jika ada indikasi.[2,4,7,8]

Catatan Khusus:

Perlu diketahui bahwa sebagian besar korban kekerasan seksual tidak mengalami luka umum atau hanya ditemukan luka ringan. Tidak adanya luka tidak menutup kemungkinan terjadinya kekerasan seksual, terutama jika ada ancaman atau korban dalam pengaruh minuman, obat-obatan, atau keduanya. Demikian pula, adanya luka dapat mengindikasikan aktivitas seksual yang konsensual, karena gambaran luka pada hubungan seksual konsensual dan non-konsensual sulit dibedakan, terutama jika ada unsur sadomasokisme.

Aspek penting dari pembuatan visum pada kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah menentukan ada-tidaknya kekerasan dan kontak seksual. Kekerasan didefinisikan sebagai setiap perbuatan dengan atau tanpa menggunakan kekuatan fisik yang menimbulkan bahaya bagi badan atau nyawa, mengakibatkan penderitaan fisik, seksual, atau psikologis, dan merampas kemerdekaan, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya.

Persetubuhan didefinisikan sebagai masuknya penis ke dalam vagina, seluruhnya atau sebagian, dengan atau tanpa ejakulasi. Tanda pasti persetubuhan adalah ditemukannya cairan mani atau sperma pada liang senggama dan kehamilan. Segala macam kontak seksual yang tidak melibatkan penetrasi, tidak konsensual, dan dikerjakan untuk memenuhi birahi pelakunya semata, dapat disebut sebagai perbuatan cabul.[1,3,5,9]

Pemeriksaan Penunjang

Dalam kaitannya dengan pembuatan visum, pemeriksaan penunjang yang diperlukan mencakup pemeriksaan toksikologi, kuku jari tangan, dan swab. Pemeriksaan urin diperlukan untuk mendeteksi kehamilan dan skrining obat yang mungkin digunakan pelaku untuk melumpuhkan korban. Skrining obat-obatan paling baik dilakukan dalam kurun 72 jam setelah aktivitas seksual.

Pemeriksaan pada kuku jari tangan dilakukan untuk mengidentifikasi DNA pelaku. Sementara itu, swab dilakukan pada noda bercak kering atau basah yang ditemukan pada tubuh korban. Swab juga dilakukan pada rongga mulut, genitalia eksterna, kanal vagina, dan serviks untuk melihat tanda penetrasi. Swab pada rongga mulut sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, sedangkan pada area anus adalah 48 jam dan di area vagina hingga 5 hari.[11,12]

Penulisan Visum et Repertum

Penulisan visum pada kasus kekerasan seksual pada anak perlu memiliki beberapa bagian, termasuk pembukaan, pendahuluan, pemberitaan, dan kesimpulan. Berikut merupakan penjelasannya.

Pembukaan:

Bagian pembukaan dari visum terdiri atas kop surat, tulisan Pro Justitia di pojok kiri atas, judul Visum Et Repertum beserta nomor surat di bawah tulisan Visum et Repertum.

Pendahuluan:

Bagian pendahuluan harus berisikan:

  • Tanggal dan nomor surat, nama serta instansi pengirim surat permintaan visum
  • Nama dan instansi dokter pembuat visum
  • Tempat, tanggal, dan waktu pemeriksaan korban
  • Identitas korban sesuai dengan yang tercantum dalam surat permintaan visum

Pemberitaan:

Pemberitaan merupakan fakta hasil temuan pada korban, mulai dari korban datang hingga korban pulang. Di pemberitaan dicantumkan:

  • Hasil singkat anamnesis dan kronologis kejadian
  • Kondisi umum korban (baik, murung, tidak mau berbicara); tingkat kesadaran; penampilan luar (kondisi fisik dan pakaian acak-acakan atau pakaian telah terganti)
  • Pemeriksaan fisik umum, pemeriksaan genitalia, dan pemeriksaan non-genitalia (misalnya mulut atau anus, tergantung relevansi dengan kasus)
  • Pemeriksaan penunjang, perawatan medis, dan pengobatan bila ada
  • Hasil konsultasi dengan sejawat departemen lain (misalnya dokter spesialis ginekologi, kulit dan kelamin, anak, dan psikiatri) jika diperlukan.

Kesimpulan:

Kesimpulan visum harus menjawab delik pidana. Kesimpulan merupakan hasil interpretasi yang dibuat berdasarkan argumen dengan dasar ilmiah atas fakta temuan dari hasil pemeriksaan terhadap korban yang telah tercantum di pemberitaan. Pada kasus kekerasan seksual anak, kesimpulan sebaiknya mengandung komponen:

  • Usia atau estimasi usia, jenis kelamin korban, serta status gizi (sesuai indeks massa tubuh)
  • Tanda-tanda kekerasan (luka-luka atau keracunan), serta penyebab kekerasan pada bagian tubuh selain kelamin dan dubur yang relevan dengan kasus
  • Tanda spesifik untuk perbuatan cabul atau penetrasi

Penutup:

Penutup berisikan pernyataan penyusun visum bahwa data dan keterangan yang dituliskan dalam dokumen adalah benar hasil pemeriksaan yang sungguh telah dibuat berdasarkan keilmuan dan teknologi sebaik-baiknya yang dimiliki dengan mengingat ikrar sumpah jabatan seorang dokter serta sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Komponen Akhir:

Komponen akhir pada penulisan visum untuk kasus kekerasan seksual pada anak adalah tempat dan tanggal visum disusun, serta nama lengkap dan gelar dokter pemeriksa dan penyusun visum.[1-4,7-9]

Follow Up

Pada kasus korban hidup, dokter perlu memberikan penanganan dan pengobatan setelah pemeriksaan untuk visum selesai. Ini bisa mencakup pemberian profilaksis HIV pasca pajanan, dukungan psikologis, dan rehabilitasi.

Selain pemberian pencegahan HIV, korban kekerasan seksual juga memerlukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi infeksi HIV, hepatitis B, maupun hepatitis C. Pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan saat korban datang ke fasilitas pelayanan kesehatan pertama kali, kemudian diulang dalam 6 minggu, 3 bulan, dan 6 bulan bila status HIV pelaku tidak diketahui.

Pemeriksaan hepatitis B sebaiknya dilakukan saat korban datang ke fasilitas pelayanan kesehatan pertama kali, dan diulang dalam 6 bulan. Sementara itu, pemeriksaan hepatitis C sebaiknya dilakukan saat korban datang ke fasilitas pelayanan kesehatan pertama kali, lalu dalam 3 dan 6 bulan jika status hepatitis C pelaku tidak diketahui.

Tes kehamilan harus dilakukan pada korban perempuan usia reproduksi pada saat pertama datang. Kontrasepsi darurat dapat diberikan bila ada indikasi. Tes kehamilan lanjutan dan perawatan mungkin diperlukan dalam beberapa kasus, tergantung pada waktu terjadinya pelecehan seksual.[1,4,10-12]

Referensi

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pelayanan dan Rujukan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) bagi Petugas Kesehatan. 2020.
2. Herrmann B, Banaschak S, Csorba R, Navratil F, Dettmeyer R. Physical Examination in Child Sexual Abuse. Deutsches Ärzteblatt international. 2014.
3. Undang-Undang Republik Indonesia. Undang- undang Nomor 35 tahun 2014. 2014. https://peraturan.bpk.go.id/Details/38723/uu-no-35-tahun-2014
4. Vrolijk-Bosschaart TF, Brilleslijper-Kater SN, Benninga MA, Lindauer RJL, Teeuw AH. Clinical practice: recognizing child sexual abuse-what makes it so difficult? Eur J Pediatr. 2018 Sep;177(9):1343-1350. doi: 10.1007/s00431-018-3193-z.
5. Undang-Undang Republik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 2023.
7. Adams JA, et al. Interpretation of Medical Findings in Suspected Child Sexual Abuse: An Update for 2018. J Ped Adol Gyn, 2018. DOI:https://doi.org/10.1016/j.jpag.2017.12.011
8. Mileva B, Goshev M, Georgieva M, Braynova I, Alexandrov A. Child Sexual Abuse: Forensic Medical Assessment of the Traumatic Injuries Over the Victim's Body. Cureus. 2023 Dec 3;15(12):e49873. doi: 10.7759/cureus.49873.
9. Susanto M. Fungsi Visum et Repertum Pada Tahap Penyidikan Dalam Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan. Dinamika Hukum Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, 2019. Vol 25, No 10.
10. Rahnavardi M, Shahali S, Montazeri A, Ahmadi F. Health care providers' responses to sexually abused children and adolescents: a systematic review. BMC Health Serv Res. 2022 Apr 4;22(1):441. doi: 10.1186/s12913-022-07814-9.
11. Farahi N, McEachern M. Sexual Assault of Women. American Family Physician. 2021;103(3):168-176.
12. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Algoritma Tatalaksana Pelayanan bagi Korban Kekerasan Seksual. Indonesia: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2021.

Kontraindikasi Pembuatan Visum K...
Komplikasi Pembuatan Visum Kasus...

Artikel Terkait

  • Peran Dokter Gigi dalam Ilmu Forensik
    Peran Dokter Gigi dalam Ilmu Forensik
  • Melindungi Anak dari Pelecehan Seksual di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
    Melindungi Anak dari Pelecehan Seksual di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibuat 02 April 2025, 11:22
Apakah gigi goyang dapat di deskripsikan pada visum pemeriksaan luar, dan bagaimana mendeskripsikannya?
Oleh: Anonymous
0 Balasan
Alo Dokter. Apakah gigi goyang bisa dimasukkan sebagai deskripsi visum pada pemeriksaan luar? Bagaimana cara mendeskripsikannya?
dr.Faridah Rahmah
Dibalas 17 Maret 2025, 05:24
Pembuatan Visum et Repertum untuk luka yang sudah dijahit
Oleh: dr.Faridah Rahmah
3 Balasan
Alo Dokter. Saya memiliki pasien yang telah saya tindaki dalam hal ini sudah dilakukan penjahitan luka dan tatalaksana untuk pasien tersebut. Namun,...
Anonymous
Dibalas 16 Maret 2025, 06:44
Cara Membuat Visum Et Repertum Pada Korban Kekerasan
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dokter, jika ada seorang korban kekerasan habis dipukuli dg tangan kosong sehingga bibir atas lecet, dan pasien bilang gigi seri depan bagian kiri goyang...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.