Pendahuluan Kateterisasi Uretra Pada Pria
Kateterisasi uretra merupakan prosedur yang dilakukan untuk mengeluarkan isi urin dari dalam kandung kemih. Tujuan tindakan ini dapat berupa keperluan diagnostik, misalnya mencari etiologi dari gangguan sistem urin, atau keperluan terapi, seperti untuk mengurangi retensi urin atau irigasi.[1,2]
Pemasangan kateter dapat dilakukan dalam jangka waktu pendek, seperti saat prosedur operasi, atau dalam jangka panjang, seperti pada kondisi retensi urin kronis. Pemasangan kateter biasanya menimbulkan rasa tidak nyaman, sehingga diperlukan gel anestetik, misalnya lidokain, pada saat prosedur dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri.[1,2]
Jenis yang paling sering digunakan adalah indwelling catheter atau dikenal sebagai kateter Foley, yang terbuat dari plastik atau karet lembut, berbentuk tabung, yang dimasukan hingga mencapai kandung kemih untuk mengeluarkan urin. Pasien dewasa umumnya menggunakan kateter berukuran 16–18 French (Fr), sedangkan ukuran kateter untuk pasien anak disesuaikan dengan usia.[3,4]
Kontraindikasi kateterisasi uretra adalah apabila terjadi trauma pada traktus urinarius bawah, misalnya pada fraktur pelvis atau straddle-type injury. Pada kondisi-kondisi tersebut dapat dilakukan kateterisasi suprapubik.[1]
Di rumah sakit, masih sering ditemukan pemasangan kateter yang tidak sesuai indikasi, dan durasi terpasangnya kateter lebih lama dari seharusnya. Padahal, kateterisasi uretra harus dilakukan sesuai indikasi medis, dengan durasi pemasangan seminimal/ sesingkat mungkin. Hal ini penting, untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi akibat pemasangan kateter, seperti infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan pemasangan kateter.[1,3]
Saat mengedukasi pasien, dokter perlu menjelaskan tentang cara perawatan kateter di rumah, mencegah kateter tertekuk, dan cara mengganti kantong urin. Dokter juga harus menjelaskan tentang tanda dan gejala yang menandakan masalah pada kateter, misalnya kateter tersumbat, nyeri suprapubik, demam, atau adanya bengkak di uretra. Jika terjadi hal-hal tersebut, pasien perlu mengunjungi fasilitas kesehatan.[2,3]
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra